Friday 22 August 2008

One Day @ Cirebon




Melarikan diri sejenak dari kesibukan dan kejenuhan kerja, inginnya pergi ke suatu tempat yang baru yang belum pernah di datangi sebelumnya.
Pilihannya adalah kota Cirebon. Selain letaknya yang tidak jauh dari Jakarta, transportasinya gampang dan ada teman yang bersedia menemani karena kebetulan dia juga lagi pengen jalan-jalan. Jadi klop-lah sudah. Googling tempat makan dan tempat wisata juga sudah beres, tinggal menunggu hari H nya aja. Siip.

Perjalanan ke cirebon ditempuh dengan naik kereta Cirebon Ekspres, kereta pertama berangkat jam 6 pagi dari Gambir. Perjalanan Jakarta Cirebon ditempuh selama 3 jam dan sampai cirebon jam 9 pagi.

Karena dari pagi belom sarapan (emang sengaja sih) begitu sampai cirebon, perut udah keroncongan minta diisi. Langsung menuju :
Nasi Lengko Pak Barno, untuk menikmati sepiring nasi lengko dan seporsi sate kambing.
Dan tak lupa mampir ke gang tempat ibu Lena jualan Kue Tapel. Kue tapel ini bentuknya seperti kue dadar, masih hangat dengan kulit seperti de crepes tetapi dari capuran terigu dan kelapa dengan isi potongan pisang dan gula merah cair. Yummy banget. Harganya murah, cuma Rp 2000 satu potong.

Setelah perut kenyang, dengan semangat 45 menuju ke Keraton Kanoman. Jalan masuknya lewat pasar kanoman yang ramai dan semrawut, dan setelah bersabar menunggu motor dan becak yang diparkir seenaknya di tengah jalan di pindahkan yang punya, akhirnya sampai juga ke keraton ini yang sayangnya kurang terawat. Miris juga sih melihat tempat ini sangat kotor dan berdebu. Koleksi museumnya tidak terlalu banyak. Tapi untungnya masih ada guide yang bisa menjelaskan. Ruangan museum dikunci dan digembok jadi kalau ada pengunjung yang akan melihat-lihat saja baru dibuka.

Di dalam museum keraton terdapat kereta kencana Paksi Naga Lima, idibuat pada tahun 1428. Dari bentuk dan namanya, terlihat bahwa sejak dulu kebudayaan Cirebon dipengaruhi 3 budaya, yakni Cina, Hindu, dan Islam. Bentuk naga diadaptasi dari kebudayaan Cina. Sayap di kedua sisinya, yang melambangkan burung, atau paksi, merupakan pengaruh dari budaya agama Islam.
Sementara gajah, atau lima, pengaruh dari budaya agama Hindu. Paksi Naga Lima yang terbuat dari kayu sawo, khusus dibuat Pangeran Losari, cucu Sunan Gunung Jati, untuk sang kakek. Paksi Naga Lima biasanya digunakan pada saat penobatan sultan. Selain kereta kencana, masih banyak barang peninggalan Kesultanan Cirebon, yang tersimpan di Museum Keraton Kanoman. Baik yang berasal dari peninggalan Sultan Cirebon, maupun dari pemberian pemerintah Belanda dan Inggris, berupa keris-keris dan meriam-meriam buatan Portugis.

Tujuan selanjutnya adalah Keraton Kasepuhan, yang keadaannya jauh lebih baik dan lebih luas dari Keraton Kanoman.

Keraton Kasepuhan dibangun sekitar tahun 1529 sebagai perluasan dari Keraton tertua di Cirebon, Pakungwati, yang dibangun oleh Pangeran Cakrabuana, pendiri Cirebon pada 1445. Keraton Pakungwati terletak di belakang Keraton Kasepuhan.
Isi dari keraton Kasepuhan ini tidak terlalu jauh berbeda dari keraton Kanoman, terdapat kereta kencana yang bernama kereta kencana Singa Barong terakhir digunakan pada Tahun 1942, juga ada tandu untuk putri raja, senjata pusaka, meriam kuno, kotak besi berhiaskan kulit mutiara. Tak ketinggalan singgasana raja dengan latar bendera berwarna-warni. Terdapat juga sumur dengan mata air yang tidak pernah kering dan kolam dengan mata air yang warnanya, konon menurut pak tour guidenya, bisa berubah-ubah. Yang kemarin gw liat warnanya pink, katanya bisa hijau atau bening juga. Ada pula sumur yang bernama Petilasan Pangeran Cakra Buana Sunan Gunung Jati, dimana wanita dilarang masuk. Pernah ada yang nekat masuk dan berakhir dengan kesurupan. Film horor banget nggak sih.

Setelah puas menjelajahi keraton, tibalah saatnya makan dan pilihan kali ini adalah Mie Koclok Panjunan. Ini atas rekomendasi temen yang favorit ama mie koclok ini. Gw jadi pembeli pertama karena pas sampe di sana, kiosnya baru buka, nunggu sebentar sekitar 15 menit dan sepiring mie koclok dengan kuah yang kental tersaji di depan mata. Dimakan dengan emping wah enak banget. Rasa emping yang agak manis bercampur dengan gurihnya kuah mie koclok menjadi perpaduan yang sempurna. Mie koclok ini bisa ditambah lontong juga kalo mau tapi tanpa lontongpun udah pas banget porsinya. Mungkin itu buat yang kapasitas perutnya besar.

Setelah makan mie Koclok, mampir untuk sholat di mesjid merah Panjunan yang ternyata merupakan bangunan bersejarah di Cirebon.
Disebut Masjid Merah karena masjid yang terletak di Jln. Kolektoran Kelurahan Panjunan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon ini seluruh bagian dindingnya berwarna merah. Bukan hanya karena dicat merah, tetapi dari awal pembangunan, masjid ini dibuat dari konstruksi batu bata berbahan dasar tanah merah. Seluruh bagian dinding dari batu bata merah ini kemudian dilapisi dengan adonan tanah merah. Dengan tampilan warna merah yang khas, membuat masjid yang waktu didirikan diberi nama Al-Athiyyah ini, sering disebut juga Masjid Abang Panjunan. Masjid ini dibangun sekitar tahun 1.480 M oleh Pangeran Panjunan, salah seorang ulama besar masa Sunan Gunung Jati. Umurnya sudah lebih dari 500 tahun, masjid ini lebih tua dari keberadaan Masjid Demak, bahkan lebih kuno dibandingkan Masjid Agung Sang Cipta Rasa di Alun-alun Keraton Kasepuhan Cirebon.
Masjid ini konon awalnya sering dijadikan tempat berkumpulnya para Wali Sanga untuk membicarakan strategi dakwah Islam pada masa itu. Setelah dibangunnya Masjid Demak, tempat berdiskusi pun pindah ke sana. Tapi, masjid ini tetap menjadi pusat kegiatan pengembangan syiar Islam di Cirebon dan Jawa.
Dilihat dari segi arsitektur bangunan, masjid kuno ini tergolong sangat unik. Merupakan perpaduan dari budaya Jawa, Arab, Cina, dan Eropa.
Arsitektur Jawa terlihat jelas dari pintu gerbang dan pagar masjid yang dihiasi gerbang khas Keraton Jawa Hindu-Budha. Sementara hampir seluruh bagian dinding masjid dihiasi piring-piring keramik antik, yang diperkirakan berasal dari Cina dan Eropa. Hal ini terlihat dari motif lukisan di piring yang menggambarkan budaya Cina dan bangsa Eropa. Bagian atap masjid ini dibuat dari susunan lapisan kayu jati tua. Masjid ini ditopang 27 tiang (pilar) utama dari kayu jati berdiameter 25 cm, serta kerangka kayu jati dengan beragam motif ukiran. Masjid Merah ini terdiri dari dua bagian, yakni ruang utama dan pendopo depan.

Toko Manisan Shinta, menjadi tujuan selanjutnya, untuk membeli oleh-oleh. Berbagai jenis manisan dijual di toko ini, ada juga sirup dan berbagai macam makanan kering, ikan kering dan lain-lain. Pokoknya lengkap banget. Manisan frambosen, papaya dan tomat cheri masuk ke kantong belanjaan. Males beli banyak-banyak, nanti bawaannya berat karena pulangnya bakal naik kereta lagi.
Sayang pepes dage yang berjualan di depan toko manisan sudah habis dan baru ada lagi jam 5 kata penjualnya. Tidak pula menemukan gado-gado ayam yang berjualan di sekitar toko manisan Sinta ini, tapi emang nggak kepengen juga, karena masih kenyang. Next time ah kalo kesini lagi.

Karena masih ada waktu sebelum kereta pulang jam 6 sore, mampir dulu ke pelabuhan Cirebon yang sepi. Hanya ada beberapa kapal yang sedang bersandar dan aktifitas yang kelihatan hanya kesibukan kapal pengangkut batu bara. Seperti yang dimuat kompas, aktifitas di pelabuhan cirebon ini memang semakin lama semakin sepi. Pantai di belakang pelabuhan ini pun juga kotor dengan sampah.

Sebelum ke stasiun masih sempat makan es durian. Maaf, nama jalannya lupa. Masih di sekitar mesjid Panjunan juga. Di sini es duriannya adalah seonggok es puter dengan toping daging durian yang diberi kucuran sirup merah. Wiii…mantap. Harga 1 mangkok 7000 saja.

Kereta cirebon ekspres ke Jakarta, berangkat tidak terlambat, tepat jam 6 sore. Tumben. Dan sampe Jakarta jam 9 malam. Kali ini gw turun di stasiun manggarai biar lebih deket ke rumah. Dan selesailah perjalanan sehari di Cirebon.
Masih belum sempet ke Gua Sunyaragi, Batik Trusmi, serta Nasi Jamblang Pelabuhan. Pokoknya, next time pasti bakal balik lagi.



14 comments:

  1. albumnya narcis semua ya ... judulnya : narcis in cirebon :D

    ReplyDelete
  2. bagus nih er... pengaruh cinanya kuat banget ya..

    ReplyDelete
  3. mengutip ulasan Warung Ophoeng (http://ophoeng.multiply.com/journal/item/8)
    "... Nasi lengko ini boleh dikatakan merupakan makanan vegetarian, lha semua unsurnya non daging punya. Mengapa? Sederhana saja, sebab ini makanan rahayat jelata sejak awal mula diracik dulu...."

    jadi... nasi lengko di cirebon.. nasi kucing di solo.. walau asal muasalnya adalah panganan orang kere.. tapi kini justru bisa menjadi icon citra rasa asli daerah.. dan udah bukan buat wong kere lagi ya..

    ReplyDelete
  4. whuiiihh kereenn.... ceritain donk.. ini keretanya raja mana Vit?

    ReplyDelete
  5. emang narsis ya? kl gak narsis bukan site gw dong

    ReplyDelete
  6. kereta paksi naga liman, keraton kanoman

    ReplyDelete
  7. salam kenal ya Mbak Vita, saya orang Cirebon, sampai SMP tinggal disana. Sayang bgt ya keratonnya kurang terawat, padahal keraton Cirebon unik bgt karena perpaduan budaya Islam, China dan Hindhu (jawa) nya kuat sekali. Terakhir saya ke keraton kayanya 3 tahun lalu. terakhir pulang cirebon hampir 6bln lalu... liat posting Mbak jadi kangen pulang kampung :)

    ReplyDelete
  8. wah....salam kenal juga ya, mbak... siapa tau kalo nanti saya ke Cirebon lagi bisa ikut :)

    ReplyDelete
  9. Salam kenal mbak.. Asik banget ya liburannya. 2 tahun lalu saya bareng sama kakak naik mobil liburan keliling pulau jawa. Cirebon jadi tempat "ngandok" pertama kami. Sayang banget cuman 2 jam-an disana, cuman makan nasi jamblang, empal gentong en muter2 nyari si manisan Shinta itu (ketauan, masuk Cirebon cuman nyari makanan hehehe). Jadi belom sempet ke keraton dkk... Nanti kalo ada waktu saya mau nyetir lagi deh ke Cirebon. Kurang lebih sama kan habis waktunya dengan naik kereta (plus pergi ke stasiun Gambirnya uda 1,5 jam sendiri kalo macet hehehe). Thanks ya atas postingnya, jadi ada rekomendasi tempat2...

    ReplyDelete
  10. mbak, ajak-ajak lagi dong... kalo ke Cirebon.. masih banyak yang belom dikunjungi...

    ReplyDelete
  11. ikutan dong mbak, kalo ke cirebon lagi....masih banyak yang belum didatengin..

    ReplyDelete