Tuesday 2 July 2019

Trip To Banyuwangi, Day 2 : Kawah Ijen yang Memesona, Taman yang Teduh di Surabaya





Jam 12 malam saya sudah bangun dan bersiap-siap, lalu menuju mobil elf yang sudah ada di parkiran. Ngantuk dan excited campur menjadi satu membuat saya sulit tidur pada awal perjalanan. Tetapi karena perjalanan dari hotel lumayan jauh ke sana saya tetap tidur di mobil.

Akhirnya kami sampai juga di pos Paltuding tempat awal pendakian ke kawah Ijen. Disini semua peserta dipersilakan ke kamar mandi dulu untuk pipis karena pendakian memakan waktu sekitar 2 jam dan diatas tidak ada toilet. Iyalah, namanya juga di gunung ya bo. Udaranya dingin sekali, saya membeli kupluk dan tidak membeli sarung tangan yang akhirnya sangat saya sesali kemudian.









Setelah briefing dan berdoa bersama, masing-masing dibagi sebuah masker khusus untuk menahan bau belerang yang sangat menyengat saat kita berada dekat kawah. Kami juga dikenalkan dengan bapak guide yang akan mendampingi grup kami, salah satu dari mantan penambang belerang di kawah Ijen. Saya segera berjalan mendahului peserta lain, bukan maksud ingin duluan sih sebenernya, pengen juga bersama yang lain. Tetapi kaki ini kalau sudah jalan inginnya cepat jadinya saya termasuk peserta yang berada di depan. Bapak guide pun memberi saya lampu yang bisa dilingkarkan di kepala supaya bisa berjalan dengan leluasa. Jalurnya lumayan gelap dan cukup ramai orang yang mendaki. Di beberapa tempat tampak pemandangan lampu-lampu di kejauhan dan disanalah saya berhenti sebentar untuk beristirahat.

Karena saya biasa lari dan ngetrail (lari di pegunungan) dalam waktu 1,5 jam saya sudah sampai di puncak. Saya segera menuju arah kawah dan terdapat tanda batas aman untuk menuju kawah Ijen. Untuk sampai ke bibir kawah pendaki harus turun dengan kondisi jalan yang sangat curam. Ketika sedang duduk untuk mencoba melihat api biru di kawah, yang sepertinya memang tidak bisa terlihat kalau kita dari atas, saya bertemu dengan bapak guide beserta 2 pasangan peserta tur dari grup kami yang baru sampai di puncak. Mereka meggunakan taksi ijen, berupa gerobak roda dua yang ditarik pengemudi yang tak lain adalah mantan penambang belerang di kawah ijen. Para penambang belerang disini sudah terkenal dengan tenaganya yang sangat kuat, karena sekali jalan mereka membawa belerang sampai berkilo2. Melihat jalurnya yang terjal saya sangat salut dengan kekuatan mereka. Dengan keuntungan yang tidak seberapa, mereka tetap gigih menambang.  Karena hasil yang tidak seberapa itu, banyak dari mereka yang beralih menjadi penarik taksi Ijen, walaupun jika orderan taksi tidak banyak, mereka kembali menambang belerang.  Dengan taksi ijen ini para wisatawan tidak perlu capek mendaki dan cukup naik di gerobak yang didorong oleh para driver ini. Biaya yang harus dikeluarkan tentu tidak sedikit, untuk jalur mendaki harga yang dipatok adalah Rp. 800.000,-









Saya bergabung dengan rombongan grup saya tersebut untuk menuju ke tempat dimana kita bisa melihat sunrise. Awalnya ada satu pasangan yang nekat hendak ke bawah untuk melihat blue fire, tetapi karena jalan sangat terjal mereka akhirnya menyerah dan kembali lagi ke atas.

Lagipula jika kita nekat ke bawah, pasti akan susah mengejar sunrise dan pemandangan spektakulernya. 

Saat-saat menunggu sunrise  cuaca sangat dingin dan membuat tangan saya menjadi beku. Menyesal tidak membeli sarung tangan. Ketika masih di jalan dingin tidak terlalu terasa, ketika saya diam saja barulah udara dingin menusuk kulit. Akhirnya saya meminjam sarung tangan salah satu peserta di grup dan beruntung beliau mau memberi pinjaman. Tetapi dengan memakai sarung tangan agak sulit untuk memecet HP untuk selfi. 

Deik-detik sunrise merupakan saat-saat yang sangat menakjubkan, birunya air kawah perlahan-lahan menjadi jelas seiring dengan terbitnya matahari dan pemadangan indah terpampang di depan mata. Asap dari kawah belerang menyempurnakan pemandangan pagi itu. Saya sangat bersyukur bisa berada di sini.

Puas foto-foto dengan berbagai gaya dan di berbagai tempat, kami segera turun kembali karena sudah ada arahan dari tour guide kami yang saat itu sudah menuju ke bawah. Ada beberapa orang dari rombongan kami yang memang sudah berumur sehingga tidak kuat untuk menuju ke atas.
Untuk perjalanan pulang jika ingin memakai jasa taxi Ijen harganya lebih murah hanya sekitar Rp. 100.0000,- - Rp. 200.000,-
Saya sempat bercakap-cakap dengan bapak penambang yang menjadi guide kami dan beliau mengatakan bahwa dirinya adalah suku Osing, suku asli Banyuwangi. Beliau juga menceritakan tentang race Ijen Trail Run yang setiap tahun diadakan di sana. Ada juga festival Jazz yang membuat banyak orang datang ke Banyuwangi. Gubernur Banyuwangi memang sedang menggalakan pariwisata disana dengan membuat banyak acara. 



















Perjalanan pulang sangat lancar karena jalan menurun dan hanya dalam waktu 30 menit saya sudah sampai di pos Paltuding kembali dan mencari rombongan yang ternyata lagi asyik makan bakso. Saya kembali foto-foto di bawah untuk melengkapi dokumentasi.

Kawah Ijen di puncak gunung Ijen (2433 mdpl) memiliki danau kawah asam terluas 5466 ha dan fenomena api birunya dengan ketinggian 5m  terbesar di dunia. Di tepi danau terdapat solfatara yang selalu menghasilkan belerang murni. Gunung kawah Ijen adalah bagian dari kaldera Ijen purba yang berdiameter 15-16 km, yang dikelilingi sekitar 17 kerucut gunung api hasil dari letusan gunung besar kira-kira 50.000 tahun lalu. Proses pendinginan magma di bawah permukaan menjadikan kawah ini berair sangat asam.  Sistem alam di sekitar Ijen telah membentuk drainase alami yang mengalirkan air asam itu. :Proses alami kondensasi cepat pada gas sulfur yang keluar dan penambangan belerang mencegah terbentuknya gas-gas yang dapat menghalangi sinar matahari.

Akhirnya kami semua sudah berkumnpul di dalam mobil elf yang membawa ke hotel. Salam perpisahan diberikan oleh tour guide  dan setelah kami sampai di hotel usailah trip saya ke Banyuwangi dengan operator travel Yuk Banyuwangi. Saya segera ke kamar untuk mandi dan beres-beres dan kembali diantar ke terminal bus untuk menuju ke Surabaya dan dimulailah petualangan saya berikutnya.

Terminal bus tempat saya diturunkan kondisinya sangat sepi Hanya 1 bus yang berada di sana dan bus itu bukan menuju Surabaya melainkan Situbondo. Bus ke Surabaya pada saat siang hari hanya berangkat dari Situbondo. Jadi mau tidak mau saya akhirnya naik ke bus tersebut dan terpaksa menunggu sampai bus itu penuh penumpang.

Hal ini terjadi lebih karena miskomunikasi dengan pihak Travel Yuk Banyuwamngi yang memberi info jika ada bus dari Banyuwamgi menuju Surabaya. Tetapi bukan seperti yang saya bayangkan selama ini, bus tersebut akan selalu tersedia di terminal dan langsung menuju Surabaya. Tetapiiii... bisnya adalah bus ekonomi dan setelah sampai Situbondo saya berganti bus lain yang juga bus ekonomi tanpa ac dan kembali harus menunggu penumpang.

Dalam perjalanan menuju ke Situbondo yang ternyata lumayan jauh kami disuguhi pemandangan monyet-monyet liar yang berkeliaran di jalan. Pemandangan laut di sepanjang sisi jalan juga beberapa saat terlihat. Agak menghibur sih tapi sedikiiit. 

Kalau keadaannya seperti ini mestinya saya tadi nekat ikut peserta tur yang naik kereta dan berusaha naik kereta dengan naik di gerbong restorasi. Tapi nasi sudah menjadi bubur dan apa boleh buat tetap harus dijalani supaya bisa sampai di Surabaya.

Dari yang marah, sebal dan BT akhirnya hanya bisa pasrah dan menunggu saja bis berjalan dan berhenti di tiap-tiap tempat dimana penumpang akan naik dan berhenti pula di tiap-tiap terminal kota-kota yang dilewati dalam perjalanan ke Surabaya. Dari yang awal bis berjalan dengan penumpang terisi di tiap tempat duduk, sampai penuh penumpang dan saya tergencet karena saya duduk paling depan dekat pimtu, sampai akhirnya menjelang sore dan malam, penumpang bus sudah semakin berkurang.

Karena bis ini adalah bis ekonomi, lupakan tol menuju ke Surabaya dari Pasuruan karena bus ini lewat jalan biasa. Saya hanya menatap nanar tulisan menuju tol Pasuruan dan saya kembali pasrah mengikuti arah bis ini membawa saya.  Bus akhirnya masuk tol Sidoarjo menuju Surabaya dan masih memakan waktu agak lama sampai akhirnya bus sampai di terminal Bungurasih yang macet. Saya segera memesan Gojek untuk menuju hotel Alana Surabaya tempat saya menginap malam ini.

Rasanya ini adalah kamar hotel dan kasur paling empuk selama saya menginap di hotel. Badan yang pegal luarbiasa akhirnya bisa beristirahat. Bayangkan saja, sejak hari sabtu pagi akhirnya saya baru bisa istirahat yang sebenarnya pada minggu malam. Dan beruntungnya saya tetap sehat dan tidak ada tanda-tamda kalau habis sakit demam pada hari kamis malam. Tepuk-tepuk pundak sendiri. hihihi..

Sebelum tidur saya pesan makan melalui Gofood dan memilih lontong balap sebagai menu makanan saya malam ini. Tetapi karena terlalu excited berhasil melalui weekend yang menyenangkan saya jadi agak susah tidur dan gegulingan di kasur sambil nonton tv dan bengong sampai akhirnya tertidur.

Pagi harinya saya terbangun dan disambut dengan pemandangan kota Surabaya. Saya mendapat kamar di lantai 8 yang pemdangannya menghadap kota. Setelah sarapan dan gegoleran, saya mandi dan beres-beres serta check out dan menitipkan tas di hotel. Saya ingin makan siang dan jalan-jalan dulu menikmati taman di Surabaya.

Surabaya terkenal dengan taman-tamannya yang indah, rasanya rugi kalau tidak menyempatkan diri ke salah satu taman di sini.

Setelah browsing di Google saya menemukan taman terdekat yang berjarak sekitar 1 km dari hotel adalah Taman Pelangi. Sebenarnya taman ini lebih bagus dinikmati pada malam hari karena ada lampu warna warninya tetapi tidak ada taman lain yang dekat sehingga saya memutuskan untuk kesini saja.









Taman ini terletak di jalan Ahmad Yani, salah satu jalan besar yang ramai di Surabaya. Tetapi ketika saya menjejakkan kaki ke taman ini suasana langsung terasa teduh dengan rimbunnya pohon-pohon. Saya foto-foto di beberapa tempat dan akhirnya menuju rumah makan bebek Sinjay di Ruko Grand Ahmad Yani. Lumayan hanya beberapa ratus meter saya sudah sampai. Restonya masih cukup penuh tapi pelayanannya lumayan cepat sehingga dalam waktu tidak terlalu lama saya sudah bisa menikmati sepiring nasi dengan potongan bebek dengan bumbu khas bebek Sinjay. Duh, nggak terasa nasi 1 porsi habis.  Setelah kenyang saya segera jalan kaki menuju hotel lagi dengan melewati Taman Pelangi kembali.





Sesampai di hotel, ambil tas di tempat penitipan dan dengan Gojek menuju Bandara Juanda. Bandata Juanda bisa ditempuh dengan ojek motor sehingga dengan cepat saya sudah sampai  dan tidak ada hambatan dari pesawat Air Asia yang membawa saya ke Jakarta.

Dari bandara Soetta untuk pertama kalinya saya memilih kereta Bandara untuk pulang. Pas memesan tiket karena baru pertama kali saya sempat dibantu oleh penumpang di belakang saya. Kertas tiket keluar dari mesin dan saya langsung menuju kereta yang ternyata telah ada di jalur.

Seneng juga akhirnya bisa menutup traveling singkat saya di long weekend awal bulan ini dengan pengalaman yang berkesan.

Besoknya sudah ada pengalaman lain yang nenanti yaitu mencoba MRT untuk pertama kali. Yeaay..

Trip Organizer :
Yuk Banyuwangi
IG @yukbanyuwangi






Trip to Banyuwangi : Day 1 - Pantai Watudodol, Taman Nasional Bali Barat, Taman Nasional Baluran




Trip ini bermula dari email pemberitahuan bahwa terjadi delay penerbangan Air Asia rute Singapore -Jakarta pada bulan November 2018. Terdapat dua opsi yaitu perubahan jadwal atau pengembalian uang yang dapat dibelikan tiket Air Asia rute manapun dan berlaku sampai bulan Februari 2019. Jadi batas paling akhir pembelian tiket adalah pada bulan Februari itu, kalau tidak akan hangus. Sayang kan. Lumayan sekitar 350 ribu.

Akhirnya setelah mencari info, saya memutuskan untuk ikut short trip ke Banyuwangi memakai trip organizer dari Yuk Banyuwangi. Pemilihan trip organizer ini hasil dari browsing di internet dan membaca review dari pengguna trip ini.  Hanya 2 hari trip Sabtu Minggu bisa mendapatkan 3 objek wisata sekaligus. Obyek wisata yang saya pilih termasuk must visit harus didatangi jika ke Banyuwangi.

Jadi di pagi hari Sabtu kita snorkling di Pulau Menjangan, Taman Nasional Bali Barat, lalu mengunjungi Pulau Tabuhan terus ke Taman Nasional Baluran menjelang sore dan minggu dini hari  naik ke kawah Ijen.

Perjalanan ke Banyuwangi dari Surabaya dilakukan dengan menggunakan kereta api Sri Tanjung dengan lama perjalanan sekitar 7 jam, saya akan ampai di Banyuwangi sekitar jam 20.30 malam.
Lumayan jauh juga perjalanan saya kali ini dan dilakukan sendirian pula.

Trip dimulai pada tanggal 8 Maret 2019 hari Jumat, sehari sebelumnya tanggal merah dan pada hari Rabunya, saya menunjukkan gejala meriang. Aduh, pokoknya gawat deh. Saya segera minum obat dan ternyata tidak menunjukkan gejala membaik, sepertinya tambah parah dan  panas badan saya tidak berkurang. Malam harinya panas saya bertambah parah. Setelah minum Panadol Extra saya segera mencoba tidur lagi karena pagi harinya saya harus ke bandara. Ini bukan iklan tapi Panadol Extra ini memang manjur.

Alhamdulilah, pagi harinya panas badan saya sudah turun, walaupun masih agak lemas, saya segera  mandi dan bersiap-siap lalu berjalan kaki menuju ke Lotte Shopping Avenue tempat bus ke Bandara berada. Saya tiba disana jam 5 kurang dan ternyata bus belum ada. Agak panik saya telp ke no HP yang tertera di internet dan mendapat kabar kalau bus sudah menuju ke tkp. Benar saja jam 5 lewat 1 menit bus sudah merapat dan saya segera naik. Hanya 3 orang penumpang pagi itu yang ada di dalam uis. Hanya sekitar 45 menit bus sudah sampai di Bandara.

Tiba di Surabaya saya segera memesan Gojek untuk menuju ke kantor Pertamina, ada sedikit pekerjaan yang harus diselesaikan dan setelah itu saya menuju ke Stasiun Gubeng. Tidak berminat untuk jalan-jalan dulu karena  badan saya sudah mulai demam lagi dan cuaca Surabaya yang panas menambah berat keadaan saya.

Di salah satu rumah makan dekat Stasiun saya makan, minum obat dan menunggu jam keberangkatan kereta ke Banyuwangi nanti jam 14. Duh, baru kali ini saya sakit ketika traveling dan sendirian pula. Sehabis makan Nasi Kare Ayam di Kedai Mbah Gendut dan minum obat, saya duduk menunggu di warung tersebut sambil membaca buku dan tidur-tiduran. Rasanya lama banget menunggu sampai  jam 2 siang dalam kondisi yang tidak sehat gini tapi akhirnya jarum jam menunjukkan pukul 13.30 dan saya segera menuju ke seberang, ke stasiun kereta. Mampir di  Alfamart membeli minuman dan cemilan  setelah itu masuk ke dalam peron dan menunggu disana.






Kereta Sri Tanjung yang akan membawa saya ke Banyuwangi berangkat tepat waktu, jam 14.  Seiring kereta meninggalkan stasiun, saya bersiap untuk tidur. Walaupun tempat duduknya tidak nyaman, maklum kereta ekonomi, saya berhasil tidur beberapa jam. Berharap sebelah saya ada bangku kosong ternyata ada orangnya, jadilah duduknya berhimpitan. Malamnya saya pindah ke gerbong restorasi dan makan di sana supaya lebih leluasa. Saya memesan nasi goreng rawon, satu-satunya menu yang masih tersedia. Oh iya, tadi sore di kereta saya minum obat lagi karena demamnya kambuh lagi. Sekitar pukul 20.30 khirnya kereta sampai di stasiun Banyuwangi Baru dan keadaan saya sudah semakin membaik.

Hostel Rumah Eyang yang saya booking hanya berjarak 500  meter dari stasiun tapi karena letaknya yang agak ke dalam saya sempat bingung tetapi setelahj bertanya ke penduduk sekitar akhirnya sampai juga di sebuah rumah besar dengan pagar tinggi dan halaman luas. Penampakannya mirip rumah di film-film horor Indonesia. Ini serius. Apalagi waktu masuk ke dalam, ruang tamunya luas dilengkapi dengan perabotan jadul dan foto-foto keluarga di dinding. Ada beberapa kamar yang diberi nama tempat-tempat di Banyuwangi.  Bedanya dengan rumah-rumah di film horor itu disini lampunya terang benderang jadi tidak ada kesan menyeramkan. hehe.. Kebanyakan nonton film horor nih...

Saya disambut ibu penjaga penginapan yang dengan ramah menunjukkan kamar saya serta memberitahukan letak dapur dan kamar mandi.
Kami bercakap-cakap dan saya memberitahukan bahwa besok pagi saya harus bangun jam 4.30 karena akan dijemput oleh travel. Setelah mandi dan beres-beres, saya segera terlelap.




Jam 4.30 saya bangun karena bunyi alarm di HP. Saya keluar menuju kamar mandi dan di meja depan kamar sudah tersedia roti isi coklat serta segelas teh manis untuk sarapan. Ibu penjaga penginapan juga sudah ingin membangunkan saya kalau saya belum bangun. Dengan ramah beliau mempersilakan saya makan sarapan yang sudah disediakan.

Setelah sarapan dan berpamitan dengan si ibu penjaga, saya menuju jalan depan penginapan dan menunggu dijemput. Trip Oprganizer Yuk Banyuwangi sudah menghubungi saya dan sedang dalam perjalanan untuk menjemput. Tidak berapa lama tampak mobil jenis Elf berwarna kuning sudah mendekat dan saya segera naik ke atas. Elf sudah penuh dengan peserta lain yang sudah ikut dari hari sebelumnya yang paket 3 hari 2 malam. Masih ada 1 bangku tersisa pas untuk saya. Banyak juga peminat trip ini. Karena memang sedang long weekend.

Tujuan pertama adalah pantai Watudodol dimana dari sini kami akan naik perahu menuju Pulau Menjanga di Taman Nasional Bali Barat. Perjalanan sekitar satu jam melalui lautan dan langit biru dengan udara pantai yang segar. Saya bersyukur sudah sehat kembali dan bisa menikmati liburan dengan tenaga maksimal.





Sesampainya di Pulau Menjangan kami menikmati pemandangan dan foto-foto.Pemandangan yang tersaji di depan mata sungguh indah luar biasa, deretan pegunungan dan laut biru menyejukkan mata.
Rasanya betah aja duduk-duduk di sini seharian. I love holiday.







Disini saya mulai berkenalan dengan peserta lain yang sudah ikut trip sehari sebelumnya. Ternyata ada 2 peserta cewek yang juga pergi sendiri. Saya bergabung juga dengan dua orang ibu kakak beradik yang sedang traveling bareng. Ibu ini yang menyapa saya pertama kali dengan ramah di atas kapal. Bu Ida dan Bu Yani akhirnya menjadi teman ngobrol di perjalanan. Serta dua orang cewek lain yang ikut trip sendirian seperti saya,  Seharusnya kami menikmati indahnya pemandangan di pulau ini sambil makan pagi tetapi apa daya sarapan ternyata belum siap karena ketinggalan di pantai. Jadilah kami hanya makan cemilan untuk mengganjal perut.

Asyiknya ikut open trip seperti ini adalah kita akan mendapat banyak teman seperjalanan yang seru. Jaman sekarang sudah tidak ada masalah kalau kita pergi sendirian. Di jaman sibuk seperti saat ini agak sulit menentukan jadwal liburan yang bisa dilakukan bersama-sama dengan teman atau keluarg, sehingga menjadi single traveler sudah menjadi hal biasa.  Malah bisa menjadi pengalaman yang mengasyikan. Kita bisa mempunyai banyak teman baru dan waktu me time yang lebih lama.

Setelah puas foto-foto dan menikmati keindahan pulau di Taman Nasional Bali Barat, kami melanjutkan perjalanan menuju spot snorkeling di daerah selat Bali, pulau Menjangan. Setelah memilih alat snorkle dan rompi pelampung yang pas, saya segera nyemplung ke dalam air laut yang biru. Kami dipandu oleh mas-mas pemilik perahu yang selalu mendampingi kami saat snorkling dan membantu mengambilkan gambar di dalam air.

Pemandangan bawah air di sini cukup indah dengan jarak pandang yang lumayan. Terumbu karangnya bagus dan ikan-ikannya banyak. Menyenangkan sekali bermain-bermain dengan ikan-ikan di sini. Tak terasa waktu berjalan dengan cepat dan tiba saatnya untuk pindah spot ke tempat snorkling berikutnya.




Dalam perjalanan menuju tempat snorkling berikutnya kami melewati pura Ganesha yang berada di Pulau Menjangan. Disini kapal berhenti sebentar supaya kami bisa foto-foto.





Spot kedua snorkling kami kali ini terletak lebih ke tengah laut dari pada yang pertama karena airnya lebih dingin dan warna birunya tampak lebih tua. Disini saya melihat seekor ikan nemo menyelinap diantara terumbu karang. Senangnya.

Setelah puas snorkling kami segera naik ke kapal dan ternyata makanan sudah ada. Ini namanya sarapan yang terlambat. Tetapi karena pemdangan laut yang indah di bawah sana, kami cukup terhibur dan tidak terlalu BT. Padahal laper juga siih. Apalagi abis snorkling.

Kami juga mampir ke Pulau Tabuhan untuk main air dan foto-foto. Airnya jernih, ikan-ikan tampak jelas berkeliaran. Ada ayunan untuk spot foto cantik.









Kembali ke Pantai Watudodol, kami segera mandi dan ganti baju serta menuju ke sebuah rumah makan untuk makan siang. Walaupun masih kenyang saya tetap makan karena ada nasi jagung khas Banyuwangi. Nasi putih di campur butiran jagung yang sudah direbus dan ditumbuk. Rumah makan ini menyajikan hidangan dengan cara prasamanan sehingga bisa mengambil pilihan lauk dengan bebas. Lauk pauk lainnya sih sama saja dengan rumah makan biasa.




Selesai makan siang, kami melanjutkan perjalanan ke Taman Nasional Baluran. Taman Nasional yang biasanya kering dengan rumputnya yang kecoklatan pada saat itu menjadi hijau royo-royo karena saat itu adalah musim hujan. Saya merasa saltum karena memakai kaos warna hijau. Sehingga saat foto saya mengambil background yang menjauhi rumput supaya kelihatan. Hihi.. Untung saja ada peserta lain yang membawa pashmina dan saya pinjam untuk menutupi kaos hijau saya.







Kami foto-foto di spot-spot kece di Taman Nasional tersebut dan menuju ke Pantai Bama untuk melihat mangrove di tepi pantai.  Pantainya sih biasa aja  Banyak monyet berkeliaran dan salah satunya ada yang berusaha mengambil barang yang di bawa teman saya. Di pantai ini juga ada ayunan sebagai spot yang oke untuk foto-foto.










Dari sana kami menuju ke sebuah restaurant untuk mengambil makan malam dalam box di sebuah restaurant dan setelah itu istirahat di hotel sambil menunggu jam 12 malam. Karena jika ingin melihat si api biru yang terkenal di kawah ijen kami harus berangkat jam 12 malam menuju pos awal keberangkatan di Paltuding.