Sunday 26 December 2021

Trip Magelang – Yogya (Day 1 -2)

 

Setelah sekian lama tidak bisa kemana-mana karena pandemi, akhirnya saya memutuskan untuk liburan ke Magelang – Yogya. Sudah janji dengan asisten saya yang baru lulus S1 untuk mengajak ke candi Borobudur. Pengen banget liat Candi Borobudur katanya.. Ya sutra, akhirnya saya arrange trip ke sana. Pas ada tanggal merah di hari Jumat.

Saat-saat yang paling menyenangkan adalah menyusun itinerary. Mulai dari transportasi, tempat menginap dan obyek wisata yang akan dikunjungi.

Untuk transportasi : yang paling murah dan aman adalah Kereta Api. Jadi sejak 1 bulan sebelumnya saya sudah membeli tiket Kereta api ke Yogya. 

Karena tujuan utama ke Borobudur, jadi untuk hotel saya memilih hotel dengan kriteria utama, bisa ke Borobudur dengan jalan kaki.

Setelah browsing di Traveloka, saya akhirnya menjatuhkan pilihan hotel ke The Amrta Borobudur. Selain harganya lumayan murah karena sedang ada promo, lokasinya di jalan utama dan hanya sekitar 1 km ke Borobudur. Selain itu hotel ini juga menyediakan fasilitas tur ke Punthuk Setumbu dan Gereja Ayam.

Kami menginap 2 malam di Magelang dan setelah itu pindah ke Yogya. Di Yogya saya memilih hotel yang dekat dengan Malioboro dan stasiun Tugu. Karena pagi hari kami harus tes Genose dahulu. Setelah bingung memilih diantara ratusan hotel di Yogya, akhirnya saya memilih Hotel Prima In di Jl Gandekan Lor. Jalan ini bersisian dengan Jalan Malioboro dan hanya berjalan kaki 5 menit ke Stasiun Tugu.

Untuk transportasi, saya memilih De’transport Yogya, punya teman SD saya, sehingga bisa dapat harga lebih murah dan lebih gampang untuk arrange penjemputan dan pemilihan obyek wisatanya.

Akhirnya hari yang ditunggu tiba juga. Setelah lolos tes Genose, hari Kamis pagi kami sudah tiba di stasiun Senen. Perjalanan lancar dan kereta Bengawan yang kami tumpangi sampai dengan selamat di stasiun Wates. Kenapa pilih statsiun Wates, saya juga kurang paham kenapa bisa disana turunnya. Karena sewaktu saya pilih tujuan akhirnya tiba2 saja muncul disana, mungkin karena lebih dekat ke Magelang.

Turun di stasiun Wates, suasana sepi, kami sempat foto-foto dulu disana dan akhirnya menuju ke mobil teman saya yang sudah menunggu di luar stasiun. Di tengah jalan hujan turun dengan deras sampai akhirnya tiba di Hotel D’Amrta.





Senang sekali akhirya sampai juga di hotel yang homey ini dengan interiornya yang bergaya rumah jawa. Saya pesan kamar deluxe room with pool view. Asyik banget kamarnya karena menghadap kolam renang jadi kalo mau berenang gampang. Serasa kolam renang pribadi.  Sore sampai malam kami hanya menghabiskan waktu di hotel, keluar sebentar untuk membeli camilan dan makan malam (ayam goreng disekitar hotel) dan foto-foto di sekitar kolam renang.







Besok paginya barulah saya berenang sebelum kami berangkat ke Borobudur. Lokasi sarapan paginya juga asyik, di ruangan terbuka di dekat kolam renang dengan pemandangan sawah dan gunung merapi di kejauhan. Pokoknya betah banget menginap di hotel ini. Banyak tempat-tempat yang instagramable juga untuk foto-foto.

Setelah siap, kami berjalan kaki menuju Candi Borobudur. Hanya sekitar 15 menit berjalan kami sudah sampai. Dengan mengikuti protokol kesehatan, akhirnya kami berjalan memasuki area candi. Kami hanya boleh memasuki area candi di lantai dasar. Puas menelusuri area candi dan foto-foto kami melanjutkan perjalanan. Tujuan selanjutnya adalah museum-museum yang ada di kompleks candi.




Museum pertama adalah :

1 Museum Kapal Samudra Raksa : museum ini adalah museum mengenai sejarah kemaritiman di Nusantara. Kapal Samudra Raksa yang terdapat dalam museum merupakan replika kapal dari salah satu relief di candi Borobudur. Nama Samudra Raksa diberikan oleh Presiden Megawati yang artinya penjaga lautan. Di pertengahan tahun 2018 tepatnya bulan Juni, pengunjung museum dapat menyaksikan wahana baru yang berisi edukasi dan hiburan yang menceritakan sejarah kemaritiman Nusantara dimulai dari abad VIII sampai saat ini. Sejarah kemaritiman di museum ini dikemas dalam bentuk sinema interaktif berupa teknologi digital dengan lantai dan layar LED sepanjang 115 meter.





2. Museum Borobudur

Museum Borobudur berisi cerita lain dari candi Borobudur dan disini juga terdapat batu-batu yang merupakan bagian dari Candi Borobudur yang terlepas. Museum Borobudur disebyut juga Museum Karmawibhangga.












Setelah puas mengeksplore museum-museum tersebut kami berjalan pulang ke hotel dan sempat berbelanja di toko-toko yang berada di sepanjang jalan keluar kompleks candi. Karena pandemi toko-toko tersebut cenderung sepi sehingga para penjual sangat bersemangat menawarkan dagangannya.

Selanjutnya saya mencari lokasi tempat makan yang dekat dengan candi dan menemukan tempat makan tersebut yang ternyata melewati hotel. Jadilah kami mampir Hotel untuk meletakkan barang-barang. Saya sempat ganti baju juga.

Setelah jalan beberapa saat sampailah kami di tempat makan yang ternyata berdekatan dengan homestay yang bernama Balkondes Borobudur. Tempat makan sederhana dengan konsep makanan rumahan yang mengambil sendiri nasi dan lauk pauknya.








Di sebelah Balkondes terdapat obyek wisata tempat kita bisa berfoto di tengah sawah bernama Svargabhumi. Sayang tempat itu hanya untuk foto-foto saja tidak bisa ngopi-ngopi.

Hari sudah semakin sore dan kamipun pulang ke hotel. Di Balkondes ini juga merupakan basecamp tur jelajah desa Borobudur dengan memakai mobil VW lama yang dicat warna warni dengan kap terbuka.

Sampai hotel kami melanjutkan dengan acara foto-foto di sekitar hotel karena tempatnya sangat instagramable.

Jika ingin info lebih jauh bisa mengunjungi IG nya : theamrta_borobudur

Monday 26 April 2021

Sentul Train Running and Hiking - Februari 2021 - Gloomy Morning

 



Setelah hiking di awal tahun bersama Ina dan teman-teman, saya jadi pengen balik lagi ke Sentul. Hubungi Ina ternyata doi udah ada jadwal lain ke sana, jadi gw hubungi mbak Endi yang sedang di Jakarta dan posting di IG Story kalau mau ke Sentul. Yowes pas banget jadi bisa ke Sentul lagi.

Kali ini rutenya agak beda, dari TKP di KM 0 – Cisadon PP

Karena sedang musim hujan Sentul diselimuti kabut yang cukup tebal.  Jadi walaupun pagi itu cuaca cerah, kabut tetap menyelimuti. Sungguh asyik cuaca hari ini.








Setelah mbak Endi, Ochi dan Sanjung sampai di Titik 0, kami segera memulai perjalanan pagi itu. Nggak lari sama sekali sih jadi beneran totally hiking. Ini juga karena jalanan cukup berlumpur akibat hujan jadi becek gak ada ojek 😊. Mesti hati-hati dalam melangkahkan kaki supaya gak kepleset. Bisa berlumur lumpur nanti.

Melewati kandang sapi Prabowo, kami sempat foto-foto disana dan minta difotoin tentara yang bertugas menjaga rumah Prabowo yang super luas bernama Padepokan Garuda Yaksa. Pokoknya selama perjalanan kami puas foto-foto di tengah kabut. Jarang sekali kesempatan bisa foto dengan cuaca seperti ini. Mesti nunggu pas musim hujan lagi.





Sebelum Cisadon ada suatu tempat yang bernama Pondok Pemburu. Kami mampir disana untuk istirahat sambil pesan camilan lalampa dan minum teh manis hangat. Udara yang berkabut mulai terasa dingin ketika kami duduk duduk.  Jaman dulu ketika ke Pondok Pemburu keadaannya belum sebagus sekarang karena warungnya masih warung seadanya. Sekarang bangunannya sudah lebih bagus, direnovasi menjadi bentuk kafe dengan makanan yang lebih lengkap tetapi harganya masih terjangkau. Bentuk bangunannya tidak dapat terlihat jelas karena tertutup kabut tebal.








Setelah beristirahat kami melanjutkan perjalanan ke Cisadon yang masih sekitar 3 km lagi. Perjalanan melewati rimbunnya hutan bambu yang jadi lokasi foto-foto kami selanjutnya. Auranya jadi cukup mistis karena full kabut dan bukit bambu, tapi karena kami ber 4 jadi tidak terlalu terasa.




Akhirnya sampailah kami di plang Desa Cisadon dan setelah itu sampailah kami di warung yang banyak terdapat disana untuk makan indomie dan minum kopi khas dari Desa Cisadon. Disini memang banyak tanaman kopi dan banyak luwak juga yang memakan kopi tersebut sehingga menghasilkan kopi luwak asli dari Cisadon. Kopi yang ditanam di sana adalah kopi jenis robusta yang bisa tumbuh di ketinggian kurang dari 800 Mdpl dengan suhu 18-36˚C. Sejak 1983 para penduduk di Cisadon sudah menanam kopi dan terus sampai sekarang. Sayang saat itu saya tidak jadi membeli kopi bubuknya, biar bisa balik lagi kapan-kapan. (Alesan)





Setelah selesai makan, saya harus kembali duluan karena teman saya Ida yang sudah lebih dulu sampai sudah kembali lagi ke tempat parkir mobil menunggu saya. Supaya gak kelamaan saya akhirnya balik duluan sendiri. Walau agak deg2an jalan sendiri, tapi karena jalannya relatif besar dan jelas jadi tidak akan nyasar. Kabutnya tebalnya yang bikin suasana lebih mendebarkan. Saya sempat bareng dengan pelari lain yang sedang cedera jadi tidak bisa lari cepat dan tertinggal dari temannya. Tetapi karena jalan saya juga bisa lebih cepat dari dia akhirnya saya mendahului dan tetap jalan sendiri sampai Imah Baduy untuk numpang ke toilet.  Sampai di bawah, kabut sudah mulai menipis sehingga pemandangan mulai terlihat.

Sampai di parkiran KM 0, Ida teman saya sudah menunggu di mobil. Saya segera ganti baju dan pulang ke Jakarta. Mampir di RM Saung Talaga karena udah laper banget untuk makan sore dan baru setelah itu pulang ke Jakarta.

Sungguh pengalaman trail dan hiking tidak terlupakan karena diselimuti kabut tebal sepanjang perjalanan.

 

 

 





Wednesday 14 April 2021

Sentul Trail Running and Hiking - Januari 2021

 


Semenjak pandemi yang masih terus berlanjut di tahun 2021, upaya untuk menghibur diri bagi yang belum bisa berwisata keluar kota adalah dengan melakukan kegiatan yang tidak terlalu jauh dari Jakarta.

Sentul adalah destinasi favorit penduduk Jakarta untuk sekedar melepas lelah dari kegiatan yang semuanya serba online alias di rumah saja. Dengan waktu tempuh yang hanya sekitar 45 menit lewat tol dalam kota (ini kalau diukur dari Semanggi tempat tinggal saya) kita sudah bisa sampai di Sentul.

Sejak melihat status teman saya Ina yang hampir setiap weekend ke Sentul, saya jadi pengen ikutan. Sebelumnya saya juga sudah pernah ikutan trail run dengan teman saya yang lain tetapi waktu itu tujuannya bukan ke Sentul melainkan ke Pancawati, Bogor. Daerah seputar Kopi Daong. Waktu tahun lalu kesana, saya dijemput teman karena lokasinya yang agak jauh. Sedangkan kalau di Sentul saya berani bawa mobil sendiri karena relatif lebih dekat dari Jakarta. 

Beruntung awal Februari Ina mengajak saya ikutan ke Sentul. Ini bersama rombongan yang santai jadi larinya lebih sedikit. Kalau bersama rombongan Ina yang lain wah gawat... pasti ketinggalan jauh karena mereka beneran lari. Ini rombongan trail run ala-ala alias hiking aja.

Rute hiking kali ini adalah : sentul nirwana (tempat parkir mobil) –  Bukit Paniisan – balik lagi ke Sentul Nirwana.

Rutenya melewati daerah perumahan di Sentul City yang terbengkalai, lanjut terus sampai masuk ke area pegunungan bukit Sentul dengan melewati jalan setapak yang (lebih banyak) tanjakannya, melewati sawah dengan ditemani pemandangan yang menghijau serta birunya pegunungan di sepanjang jalan.










Akhirnya setelah melewati tanjakan yang sepertinya tidak ada ujungnya, sampailah kami di warung Pak Jajang yang terletak di puncak Bukit Paniisan. Wah, pemandangannya bagus sekali. Capek nanjak langsung terbayar lunas dengan disuguhi pemandangan pengunungan yang meyegarkan mata. Terlebih lagi sambil menikmati es cincau asli made in warung Pak Jajang yang legendaris benar-benar menjadi pengganti tenaga yang terkuras karena tanjakan.











Karena baru pertama kali sampai di sini, saya dan teman-teman asyik berfoto ria sampai puas. Kami duduk di kursi bagian luar warung karena di dalam warung penuh dengan pemotor trail yang sedang istirahat. Jalur yang kami lalui tadi memang bisa dilalui motor trail sehingga menjadi jalur favorit bagi mereka.

Puas beristirahat, minum es cincau, makan gorengan dan foto-foto, kami melanjutkan perjalanan pulang melewati jalan berangkat tadi tetapi karena ada Ina sebagai petunjuk jalan kami sepertinya melewati jalan pintas melalui hutan. Di sini kami melewati tanaman kopi dan pandan karena daunnya memancarkan wangi pandan yang khas. Jadi pengen makan kolak pisang. Hehe..

Perjalanan pulang kali ini end up melewati gunung pancar dengan deretan hutan pinusnya membuat saya dan Ida agak tertinggal karena sibuk foto-foto.




Akhirnya setelah melewati jalan perkampungan tiba-tiba saja kami sudah muncul di belokan dekat sentul Nirwana tempat kami parkir tadi.  Untuk ganti baju dan sedikit bilas bisa dilakukan di Indomaret dan setelah semua selesai kami segera kembali ke Jakarta.

Untuk perjalanan tadi kami menempuh jarak sekitar 15 km dengan lama hiking sekitar 7 jam. Memang untuk melakukan aktivitas  ini harus menyediakan waktu yang panjang karena kita tidak bisa memprediksi keadaan di lapangan. Bisa saja ada yang cedera sehingga perjalanan menjadi lebih lama, atau para peserta semuanya merasa lelah sehingga lebih banyak istirahat dan leyeh-leyeh menikmati alam dan tidak ingin buru-buru pulang. Yang jelas, semua peserta harus mempunyai daya tahan tubuh yang prima karena walaupun dilakukan dengan berjalan kaki, medan di sentul ini naik turun yang cukup menghabiskan energi.