Wednesday 29 March 2023

Madiun - Kediri Trip - Edisi Pulang Kampung

 




Sudah lama sekali saya tidak pergi pulang kampung ke Madiun, kota kelahiran ibu saya dan Kediri, kota kelahiran bapak saya. Ketika tante Ninik berpulang, saya dan saudara sepupu saya, Tasya, merencanakan  pergi bersama ke Madiun untuk menengok keluarga tante Ninik disana sekalian mampir ke Kediri untuk melihat kampung keluarga papa saya dan Tasya. Tanah papa saya mau dijual dan sudah ada pembeli yang berminat, jadi saya sekalian melihat situasi tanah tersebut. Padahal tujuan utamanya jalan-jalan. 

Kami berangkat dari Jakarta pada bulan Juni 2022 lalu, naik kereta api dari Stasiun Senen menuju Madiun. Perjalanan lancar dan sampai di Madiun dijemput Wiwin dan menginap di rumahnya.  Senangnya akhirnya bisa bertemu Kembali dan kami ngobrol sampai malam. Esok paginya kami sudah disiapkan sarapan Pecel Madiun yang lezat. Kami memanfaatkan kedatangan ke Madiun untuk beranjangsana ke rumah saudara yang lain dan setelah selesai semua urusan kami berangkat ke Kediri dengan menggunakan mobil diantar om Yoyok dan temannya.

Oh iya, Wiwin, saudara saya di Madiun ini mempunyai usaha Naura Catering yang cukup sukses dan sudah mempunyi produk khas yaitu bluder madu mongso. Kami dibawakan bekal bermacam-macam kue dan roti yang lezat.





Perjalanan ke Kediri berjalan dengan lancar walau ditemani hujan yang deras. Sekitar pukul 8 malam akhirnya kami sampai di Hotel Viva, di Jl S Parman, Kediri. Hotelnya kecil tapi cukup nyaman dan di bagian depannya ada spot foto instagramable juga.  Reviewnya memang bagus, jadi kami memutuskan menginap di sini.


Esok paginya, kami jalan pagi ke Tama
n Hutan Joyoboyo dan melewati stadion Brawijaya. Saya kira bisa lari di sana ternyata stadion ditutup. Saya juga sempat lari di Taman Tirtoyoso di sebelah stadion Brawijaya dan akhirnya beralih ke Taman Hutan Joyoboyo.  Tasya sempat main golf di Taman Tortoyoso selama saya berlari memutari taman hutan kota.  Saudara kami, mas Sony bergabung di sini yang datang dengan naik sepeda.  Setelah foto-foto di jembatan gantung yang ada di taman ini kami bertiga kembali ke hotel dan mampir untuk sarapan di Pecel Tumpang.  Pecel khas Kediri yaitu  nasi yang diberi potongan sawi, trancam, kemangi dan kecambah lalu diberi siraman bumbu kacang dan sambal tumpang (tempe busuk yang di haluskan, lalu diberi santan, cabe dan bumbu lainnya.  Rasanya enak banget, ges, bikin ketagihan, apalagi dimakan bersama rempeyek yang renyah.  Jadi pengen nambah, padahal udah kenyang.








Sampai di hotel, kami segera mandi dan siap-siap lagi untuk dijemput mas Soni dan keluarga. Siang ini kami akan berkunjung ke kampung halaman papa kami berdua di daerah Plosoklaten setelah sebelumnya makan siang dulu di sebuah rumah makan yang lupa namanya. :)) Di rumah eyang Uyut, kami nyekar ke makam dan berkeliling kompleks rumah melihat-lihat rumah di mana saya pernah kesana jaman dulu waktu saya kecil. Saya juga diceritakan sejarah rumah tersebut dimana eyang uyut kami ternyata adalah seorang tuan tanah dan mempunyai jabatan yang lumayan pada masanya. Bagian dalam rumah masih asli dengan foto-foto jadul eyang Soemo dan keluarga. Perabotan yang ada disana juga tergolong antik, ada radio dan mesin jahit jadul. Kamar-kamarnya juga masih jadul, gak kebayang dulu saya tidur disana. 








Kami juga foto-foto di sekeliling rumah yang masih asli sejak jaman dulu dan dikelilingi dengan halaman yang luas dan penuh rumput hijau.  Sebelum senja menjelang kami pulang dan mampir di Simpang Lima Gumul dimana disini terdapat monument yang mirip dengan Arc de Triomphe di Paris.  Sepertinya sore menjelang matahari terbenam adalah waktu yang paling tepat untuk foto-foto di sini karena nuansanya jadi lebih syahdu dengan nuansa senja dan kayaknya jadi lebih mirip dengan yang di Paris. Walaupun monument ini sudah lama sepertinya masih banyak penduduk lokal yang foto-foto di sini. Jadi ramee..  Supaya hasil foto lebih bagus dan jelas monumennya kami foto dari tengah jalan yang ada pembatasnya. Hehe..  Demi eksis di sosmed kalo ini sih ..

Satu malam lagi kami lewati di Kediri dan esok paginya kami dijemput Kembali oleh keluarga mas Soni, kali ini bersama anak-anaknya untuk jalan-jalan di Kediri.

Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Jembatan Brawijaya yang berada di sungai Brantas. Kami parkir di pinggir sungai, setelah itu jalan ke arah jembatan dan foto-foto disana sampai puas. Turis domestik to the max pokoknya.






Jembatan tempat kami foto-foto itu adalah jembatan baru yang selesai dibangun tahun 2019 dan menggantikan jembatan lama yang sudah ada sejak tahun 1869. Brug Over den Brantas te Kediri nama jembatan tersebut karena didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda dan merupakan jembatan dengan konstruksi besi pertama di pulau Jawa. Sejak dioperasikannya Jembatan Brawijaya, jembatan lama ini dijadikan cagar budaya.

Kami hanya melihat jembatan ini dari jembatan Brawijaya dan tidak melihat dari dekat, demikian pula dengan gereja merah yang merupakan Gereja Tertua peninggalan pemerintah Belanda sejak tahun 1904, kami hanya lewat dan foto saja dari dalam mobil.



Setelah itu kami menuju ke Bukit Klotok untuk melihat Gua Selomangleng. Gua ini merupakan tempat pertapaan dewi Kilisuci, putri mahkota Raja Airlangga. Di bagian dalam gua terdapat beberapa ruang pertapaan dan masih ada yang meletakkan bunga untuk persembahan disana. Suasananya cukup mistis karena remang-remang. Saya tidak terlalu lama berada di sana dan setelah foto-foto Kembali duduk-duduk di depan gua melihat orang-orang yang mulai berdatangan.








Dari tempat parkir menuju Gua tidak terlalu jauh dan pulangnya kami mampir ke Museum Airlangga kota Kediri dan makan sate bekicot yang banyak dijual disana. Rasanya kenyal dan agak asin.

Dari sana kami melanjutkan perjalanan untuk makan siang di resto yang terletak di atas bukit dengan pemandangan indah yaitu Kafe Pari. Lumayan lama juga kami  menghabiskan waktu makan-makan dan foto-foto dan setelah itu kami turun ke kota untuk sholat di Mesjid Agung Kediri.



Dalam perjalanan pulang kami melewati gua Pohsarang, tempat wisata religi umat Katolik yang terkenal itu yang ternyata berada di bukit Klotok ini.

Usai sholat, kami memutuskan untuk ngopi cantik di Kediri dan akhirnya diajak oleh anak-anak mas Soni ke kedai kopi Etanli (yang merupakan singkatan dari etan kali atau bagian timur sungai).  Kedai kopinya cukup banyak pengunjung karena sambil ngopi kita bisa menikmati view sungai Brantas dan ada tempat duduk dari rajutan tali gitu. Lucu. 







Oh iya, sebelum menuju kafe kami melewati pabrik Gudang Garam yang luassss banget dan foto-foto pabriknya dari dalam mobil. Berkat adanya pabrik ini perekonomian kota Kediri jadi terangkat dan menjadi kota dengan pendapatan daerah yang cukup besar. Bahkan kabarnya Gudang Garam akan membangun bandara di kota ini. 




Jangan lupa, sebelum pulang kami harus membeli oleh-oleh. Jadi kami mampir di toko oleh-oleh yang menjual tahu khas Kediri. Banyak sekali toko tahu berjajar di jalan itu dan akhirnya  kami memilih untuk membeli di Toko Tahu Bah Kacung yang legendaris. 



Akhirnya tiba saatnya harus pulang ke Jakarta, kami diantar sampai stasiun Kediri dan tidak menunggu lama kereta kami datang.  Perjalanan lancar dan sampai di Jakarta kembali dengan selamat.