Monday 21 November 2022

Back to Bali di Masa Pandemi - Day 3&4

 


Hari ini jadwalnya ke pantai Kuta untuk lari pagi dan jalan-jalan. Tapi sayang, cuaca yang mendung membuat hasil foto jadi kurang bagus dan ketika saya sedang lari tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Saya yang terjebak akhirnya numpang duduk di warung pinggir pantai dan makan nasi jinggo disana. Setelah hujan mulai reda saya segera kembali ke hotel. Si Neng udah balik duluan dan sedang leyeh-leyeh di tempat tidur sambil nonton tv.




Setelah hujan reda kami bersiap-siap untuk jalan membeli oleh-oleh ke tempat oleh-oleh Khrisna. Setelah itu karena Neng ingin belanja di pasar tradisional saja akhirnya saya naik bus Trans Metro Dewata sampai ke pasar Kuta. Ada satu toko yang cukup besar dan kami berbelanja di sana. Selesai belanja kami makan di warung soto di depan toko tersebut. Yang praktis aja deh biar nanti pulangnya dekat ke hotel tinggal jalan kaki.




Kami menelusuri jalan Pantai Kuta untuk menuju hotel dan ya Allah, sepinya jalan itu. Toko-toko hampir semua tutup, hanya ada 1-2 yang buka. Lalu lintas jalan yang biasa macet berubah menjadi sepi. Hanya sedikit kendaraan yang melintas.

Sampai di hotel kami istirahat dan sorenya bersiap-siap untuk nonton Tari Kecak di Uluwatu. Kami menuju kesana dengan order Gocar dan ketika sudah dapat drivernya menawari untuk di tunggu dengan rate yang sama dan sekalian diantar ke tempat test antigen untuk syarat naik pesawat pulang ke Jakarta.

Menuju Uluwatu kami menyusuri bagian Bali yang ada pantai Pandawanya terus sampai di Uluwatu. Saya berdoa semoga cuaca cerah supaya bisa menonton tari Kecak dengan tenang. Sampai di sana, saya segera menuju tempat peminjaman kain sebagai syarat untuk masuk ke Pura. Kami segera membeli tiket seharga Rp 150.000 per orang dan mendapat selebaran cerita mengenai jalan cerita tari kecak. Pembelian bisa dilakukan secara online di website tari kecak yang saya search di google atau bisa juga di aplikasi lain seperti traveloka.










Saya sengaja tidak memesan online karena takut kalau cuaca hujan dan acara dibatalkan. Untung saja sampai saatnya venue dibuka cuaca masih kondusif, ada hujan gerimis tapi kecil banget dan dari jauh tampak sunset yang malu-malu tertutup awan. Pemandangan dari tempat duduk memang spektakuler, lautan luas berpadu dengan langit dan tari kecak yang meriah lengkap dengan adegan api yang membara. Karena cuaca mendung, penyelenggara membagikan secara gratis jas hujan plastik warna warni, sehingga di foto terlihat warna warni  penonton memakai jas hujan. Rasanya senaaaang sekali akhirnya kesampean nonton.  

Menurut teman jaman sebelum pandemi penontonnya lebih full lagi dari pada ini. Sampai meluber. Dan pastinya banyak turis asingnya. Kemarin kan turis domestik semua. Saya termasuk beruntung karena ternyata pertunjukan tari Kecak ini baru buka lagi sekitar 2 minggu setelah sebelumnya tutup karena pembatasan.

Hari sudah gelap ketika acara selesai dan kami menuju parkiran untuk mencari driver Go Car yang setia menunggu. Dan seperti yang dijanjikan kami menuju tempat test antigen dekat hotel dan dalam beberapa menit hasil sudah keluar. Negatif pastinya sehingga besok jadi deh balik ke Jakarta.

Besok adalah hari senin dan untuk menikmati saat terakhir liburan saya berenang di kolam hotel. Hotel Grand Inna Kuta mempunyai 3 kolam renang, 1 kolam di depan menghadap pantai, 1 di depan kamar hotel dan ada lagi 1 di daerah gedung baru. Saya mencoba dua-duanya karena yang depan pantai sudah dicoba di hari pertama.




Puas berenang kami jalan-jalan menuju Pantai Legian dan foto-foto disana. Suasana pantai sepiiii... resto-resto dengan bean bag warna warni tetap buka tetapi nyaris tanpa pengunjung. Sebenernya yang ramai di Pantai Canggu tapi kami tidak kesana karena cuaca agak mendung juga.




Setelah puas main di pantai, kami balik ke hotel untuk bersiap-siap pulang ke Jakarta, memesan Gocar dan akhirnya sampai di Airport.

Perjalanan lancar dan akhirnya sampailah kami di Jakarta.

 

Wednesday 16 November 2022

Back to Bali di Masa Pandemi - Hari 1 & 2

 


Situasi pandemi yang tidak pasti memberi dampak terhadap banyak obyek wisata di Indonesia. Salah satunya tentu saja Bali. Bali yang biasanya menjadi tujuan wisata turis mancanegara menjadi sepi total karena adanya pembatasan penerbangan. Hal ini berdampak kepada harga Hotel yang menjadi murah karena memberi diskon gila-gilaan untuk menarik turis domestik. Selain harga hotel, tiket pesawat juga jadi murah.

Inilah saat yang ditunggu, pas banget untuk hiling sebentar ke sana, ygy. Hehe... Akhirnya setelah cek sana sini, dapatlah paket penerbangan dan hotel selama 4 hari 3 malam di Grand Inna Bali, Kuta untuk 2 orang. Aku ngajak Neng, asistenku yang dari dulu sempat kunjanjikan untuk pergi outing ke Bali.

Perjalanan ke Bandara dan pendaratan pesawat di airport I Gusti Ngurah Rai berjalan dengan lancar. Kami senang sekali karena akhirnya bisa ke Bali lagi setelah pandemi ini.



Sampai di hotel karena kamar sedang disiapkan kami berjalan-jalan ke pantai Kuta yang siang itu sepi banget dibandingkan saat sebelum pandemi dulu. Duh, sedih banget melihat pantai yang kosong. Jalan pantai Kuta juga sepi, pokoknya semua sepi. Toko-toko di jalan raya pantai kuta juga banyak yang tutup.  Saya foto-foto di depan resto Jamie Olivier dan jalan kaki ke pantai kuta dan makan siang di sana. Makan nasi jinggo dan minum es kelapa muda.







Balik ke hotel, masuk ke kamar, dapet kamar di gedung lama tapi view kolam renang dan istirahat sebentar. Setelah itu sore berenang di kolam renang depan yang menghadap ke pantai. Siang tadi panas banget tapi menjelang sore mendadak mendung jadi batal mau ke pantai liat sunset.  


Makan malem jalan ke arah pantai kuta dan makan di resto chinese food yang ada live musiknya, abis itu balik hotel dan tidur.
 Oh iya, sempet foto-foto di depan Hard Rock Hotel yang sepi.



 Besok sudah order mobil di Traveloka untuk keliling Bali. Harganya standard, memang sedikit lebih murah tapi tidak terlalu banyak. Drivernya juga sudah telpon diskusi mengenai rute besok.

Sekitar jam 7.30 driver yang bernama Wayan sudah menjemput di lobi, kami segera naik dan langsung menuju ke tujuan pertama yaitu Goa Gajah. Dari dulu memang pengen ke sini karena penasaran aja dengan tempatnya. Sesampai di sana masih sepi karena masih pagi, jadi kami termasuk pengunjung pertama tetapi tak berapa lama ada rombongan datang dengan menggunakan bus. Untung kami sudah berkeliling dan foto-foto. Saya menggunakan jasa guide jadi sekalian diceritakan mengenai sejarah Goa Gajah yang merupakan tempat ibadah untuk agama Hindu. Lokasi tersebut ditemukan pertama kali ditemukan pada tahun 1923 oleh pejabat Hindia Belanda. Ketika kami masuk ke dalam terdapat 3 patung disana yaitu patung Trilingga, Arca Ganesha dan patung Hariti. Setelah itu proses penggalian dilanjutkan dan ditemukan pula kolam kuno pemandian suci dengan enam buah patung perempuan.














Selain tempat ibadah agama Hindu di bagian selatan dari kompleks Goa Gajah terdapat tempat untuk beribadah agama Budha. Sehingga bisa dikatakan Goa Gajah ini sebagai simbol kerukunan antar agama.

Area Goa Gajah ini sangat sejuk karena penuh dengan pepohonan besar-besar yang rimbun. Salah satu pohon bahkan ada berusia ratusan tahun. Sejauh mata memandang rimbun pepohonan memanjakan mata.

Setelah puas mengelilingi kompleks Goa Gajah, kami melanjutkan perjalanan ke tujuan selanjutnya yaitu :

Pura Tirta Empul

Ini adalah Pura yang banyak didatangi oleh turis ketika berkunjung ke Bali. Saya termasuk telat sih baru sempat ke sini. Tapi beter late than never kan.




Setelah turun dari mobil kami masuk ke dalam area pura dan mampir dulu ke tempat sewa kain Bali untuk dipakai di baju. Sepertinya ini merupakan syarat untuk masuk ke dalam Pura. Saya memilih warna kain yang matching dengan baju saya. Setelah itu kami masuk ke dalam bersama rombongan turis lain. Saya didekati oleh seorang laki-laki yang menawari menjadi guide tetapi saya tolak karena ingin lebih bebas. Di bagian depan dari pintu masuk ke area kolam terdapat beberpa laki-laki yang sedang melakukan ritual keagamaan.





Pura Tirta Empul yang terbagi atas tiga bagian, yaitu jaba pura (halaman luar), jaba tengah (halaman tengah), dan jeroan (halaman dalam). Pembagian atas tiga halaman seperti itu tampaknya mempunyai dasar pemikiran filosofis, yaitu pura dianggap sebagai simbol makrokosmos yang melambangkan tiga tingkatan dunia, yaitu bhurloka, bhuwarloka, dan swarloka.








Mata air di Pura Tirta Empul dialirkan ke kolam pemandian yang ada di halaman luar melalui lubang pancuran dan sisanya dialirkan ke Sungai Pakerisan. Oleh masyarakat setempat, mata air ini diyakini menjadi sumber kekuatan magis yang dapat memberi kehidupan dan kemakmuran serta menyucikan diri.  Gelembung air tampang memancar langsung dari tanah dan tampak jelas di air yang jernih.



Terdapat dua buah kolam yang ada di dalam pura dan ternyata lumayan juga dalamnya, kalau saya berdiri di dalamnya pasti basah semua. Jadilah saya hanya foto-foto dari samping pancuran dan di pinggir kolam. Sambil celup kaki ke dalam air kolam yang dingin. Seger banget.

Selain turis banyak juga masrakat yang datang yang melakukan ritual mandi dan berdoa untuk menyucikan diri yang dinamakan melukat.

Pura Tirta Empul berbatasan dengan Istana Presiden Tampak Siring yang terlihat jelas dari samping Pura.

Puas menikmati kesegaran air di Pura, kami melanjutkan perjalanan untuk makan siang di Kintamani.

Perjalanan kesana melalui jalan yang dilalui acara lari untuk amal Run To Care yang sedang melewati rute ke arah Kintamani. Saya sempat bertemu dengan salah satu peserta yang saya kenal yaitu Julvyano dan sempat memberi semangat.



Di daerah Kintamani banyak sekali kafe-kafe tempat kita bisa ngopi, makan sambil melihat pemandanagan danau Batur di kejauhan. Saya memilih Kava Kintamani Coffe and Kitchen. Dari teras kafe terhampar pemandangan keren ke arah danau dengan perbukitan yang kelabu (karena mendung) Walaupun mendung tetap indah.  Sebelum semuanya tertutup kabut kami segera foto-foto dan tak berapa lama hujan deras turun. Kami segera pindah ke dalam supaya tidak kehujanan.




Setelah perut kenyang kami segera melanjutkan perjalanan ke tujuan terakhir dengan ditemani hujan rintik-rintik.

Desa Penglipuran

Tiga puluh menit perjalanan dan akhirnya kami sampai. Bli Wayan menurunkan kami di pintu masuk depan loket tiket. Walaupun masih pandemi ternyata sudah banyak turis domestik yang memadati tempat ini. Karena masih hujan rintik saya menyewa satu payung besar untuk berdua. Tapi seru karena payungnya warna warni bisa jadi properti foto.





Desa Penglipuran adalah desa tradisional di Bali yang sudah ada sejak 700 tahun yang lalu dan merupakan hadiah dari raja Bangli.  Desa Penglipuran mendapat predikat desa terbersih ketiga di dunia menurut Green Destination Foundation, setelah Desa Mawlynnong di India dan Giethoorn di Belanda. Masyarakat Desa Penglipuran memegang tradisi nenek moyang yang sudah berumur ratusan tahun. Sistem pemerintahan dhresta dan hukum tradisional awig-awig masih diterapkan di masyarakat. Kemampuan mempertahankan tradisi ini yang membuat Desa Penglipuran menjadi unik. Mereka menjunjung tinggi adat istiadat, nilai gotong royong kekeluargaan, kearifan lokal yang berlandaskan konsep Tri Hitha Karana.

Dengan dipisahkan jalan utama desa, rumah-rumah yang tersusun rapi berjejer di kiri kanan jalan. Rumah-rumah tersebut menjual aneka macam dagangan seperti makanan tradisional serta ada yang menjual duren. Saya yang senang duren juga ikut membelinya. Pengunjung juga bisa mampir untuk melihat bagian dalam rumah penduduk di sini yang semuanya terlihat bersih dan rapi. Pembagian ruangannyapun semua sama, kamar tidur, ruang tamu, dapur, balai-balai, lumbung, dan tempat sembahyang. Bagian utama hanya untuk tempat beribadah, tengah (kamar dan dapur) untuk beraktivitas sehari-hari, dan bagian luar digunakan sebagai tempat menjemur baju atau serta kandang ternak.

Setelah puas menikmati suasana desa yang asri kami segera menuju mobil dan kembali ke hotel. Perjalanan lancar dan menjelang malam kami sampai di hotel.

Untuk makan malam kami pesan gofood saja supaya praktis. Puas dengan acara hari ini yang berjalan lancar.