Wednesday 5 October 2022

Berkunjung Ke Museum Sasmitaloka Ahmad Yani

 


Sudah lama saya ingin berkunjung ke Museum Sasmitaloka Ahmad Yani tetapi karena kesibukan belum sempat juga. Tetapi saya sudah lebih dulu berkunjung ke Museum AH Nasution. Mungkin karena lokasinya yang di jalan yang lebih sering saya lewati. Jadi lebih familiar.

Seperti biasa mendekati tgl 30 September, stasiun TV selalu memutar film G30S. Walaupun saat ini hal tersebut bukan merupakan kewajiban untuk menonton tetapi karena sudah menjadi kebiasaan bertahun-tahun yang lalu rasanya ada yang kurang jika tidak melihat filmnya barang sejenak. Jadilah saya melihat TV dan ternyata film sudah diputar dan pas pada bagian Jend A Yani mendapat kunjungan tamu dan adegan anak-anak beliau yang sedang bersama di ruang keluarga, serta adegan bu Yani yang berpamitan hendak ke rumah Taman Suropati.

Karena adegan itu saya jadi berniat untuk ke Museum A Yani keesokan harinya. Bertepatan dengan hari Sabtu, setelah mengambil raport anak, saya segera mengikuti google map menuju museum. Sampai disana saya parkir di halaman dalam di depan rumah yang persis sama dengan yang ada di film. Luar biasa, saya jadi merinding. Petugas parkir membantu dan memberi info pintu masuk dari samping dan nanti ada pak guidenya di dalam.




Sebelum masuk ke museum saya melihat ada tempat duduk-duduk dengan atap dan tulisan Museum Sasmitaloka.  Sebelum masuk semua pengunjung harus melepas alas kaki. 



Pintu ini adalah pintu samping dan kita langsung disambut sofa yang merupakan tempat anak terakhir A Yani bernama Edy yang menunggu ibunya pulang. Saya ingat sekali kejadian itu dan sofanyapun masih sama seperti di film. Dari sana bulu kuduk saya mulai meremang. Sebenarnya suasana museum agak ramai karena pada saat itu bertepatan dengan tanggal 1 Oktober hari Kesaktian Pancasila dimana banyak pengunjung yang ingin melihat langsung lokasi kejadian.

*Rumah Jend A Yani ini sudah menjadi Museum 1 tahun setelah kejadian yaitu pada tahun 1966. Berbeda dengan Museum AH Nasution yang baru menjadi Museum pada tahun 2008.



Jadi dari wujud tampilan rumah dan isinya sama persis sejak dari kejadian sampai sekarang. Hawa rumah lama dengan baunya yang khas juga membuat merinding. Di ruangan samping terdapat foto-foto kegiatan para pahlawan revolusi dan foto-foto ketika jenasah mereka ditemukan. Saya hanya melihat sekilas.

Setelah itu saya melalui lorong dimana Jend A Yani diseret oleh tentara yang meculiknya dalam keadaan bersimbah darah. Ubinnya masih sama dengan dahulu yang menjadi saksi bisu kejadian malam itu.

Terdapat kamar mandi dengan bath tuh yang berisi air. (Ketika saya menanyakan kepada guide disini kenapa bath tub tetap diisi air, hal ini merupakan permintaan dari Bu Amelia Yani, supaya kamar mandi tetap terlihat bersih. Air juga harus sering diganti. Di dalam rumah ini ada 3 kamar mandi yang semuanya ada bath tubnya dan semua terisi air.



Masuk ke dalam ruang tengah yang merupakan ruang keluarga, saya melewati pintu yang berlubang bekas tembakan pada malam itu. Tembakan yang nyasar ke lemari dan lukisan pun ada tanda bekasnya. 






Di ruang keluarga ini terdapat meja makan dan meja bar dimana Jend A Yani biasa makan bersama dan menjamu tamu-tamunya. Di dinding penuh dengan pigura yang berisi penghargaan.



*Di ruang keluarga ini terdapat foto anak-anak beliau yang berjumlah 8 orang. 5 anak perempuan dan 2 anak laki-laki, 1 orang sudah meninggal. Pada saat saya sedang berada disana ternyata bu Amelia Yani sedang menuju ke museum untuk sekedar mengenang peristiwa bersejarah itu setiap tahunnya. Sayang saya sudah pulang sebelum bu Amelia datang.


Di depan bar terdapat tulisan yang berisi tulisan bahwa disanalah tempat Jend A Yani jatuh ditembak.



*Ketika peristiwa penculikan dan penembakan pada malam tersebut, istri Jend A Yani tidak ada di rumah karena sedang berada di rumah Taman Surapati. Tanggal 1 beliau berulang tahun dan berada di rumah itu untuk melihat rumah yang akan dipakai untuk menjamu tamu-tamu pada acara ulang tahunnya. Menjelang dini hari beliau pulang ke rumah dan melihat ada banyak darah. Setelah diberitahu kejadian yang menimpa bapak beliau mengambil baju A Yani dan memakainya untuk melap darah di lantai. Ibu juga pingsan 3 kali karena sangat terpukul.

Saya juga masuk ke ruangan tidur Jend A Yani dan Ruang tidur anak-anaknya yang semuanya tidak berubah. Di ruang tidur A Yani yang tidak boleh difoto dipajang senjata yang dipakai untuk menembak A Yani dan peluru2nya serta baju yang dipakai A Yani. Baju tidur yang diletakkan disana bukan baju yang beliau pakai tetap baju dengan model yang sama, karena beliau senang memakai piama untuk tidur.  Terdapat baju-baju dinas beliau yang tergantung rapi, warnanya sudah mulai menguning. Semuanya bersih dan terawat. Begitu pula dengan dua kamar tidur yang lain.



Beralih ke ruangan depan tampak ruang tamu tempat A Yani menerima kunjungan tamu seperti yang ada di film. Semuanya sama persis. Di belakang tampak lukisan ketika A Yani berhadapan dengan tentara yang menculiknya.







Di ruang depan ini ada 2 patung harimau yang merupakan hadiah dan lemari berisi buku-buku.

Di halaman belakang terdapat mobil chevrolet warna biru muda yang menjadi kendaraan sehari-hari si bapak.




Sedangkan bagian samping rumah yang tertutup terdapat kamar-kamar tempat tinggal para guide yang juga mejadi penjaga museum ini.

Sungguh kunjungan yang sangat mengharu biru. Sebuah rumah yang berisi banyak kenangan dan sejarah yang tidak akan terlupakan. Sesuai dengan namanya Sasmitaloka, dari bahasa sansekerta, Sasmita artinya mengenang dan loka artinya tempat.

Museum ini buka dari hari Selasa – Minggu (Senin tutup) dari jam 8.00 – 16.00

Jangan lupa untuk memberi tip bagi para guide yang banyak bercerita mengenai sejarah rumah ini.