Saturday 19 December 2009

Magenta Grill




Setelah berputar-putar Pasific Place untuk mencari tempat makan yang memenuhi kriteria kami, 3 orang sahabat lama yang akan melakukan reuni akhirnya pilihan dijatuhkan di resto ini, Magenta Grill, di lantai 4. Maklumlah, kalau kaum wanita sudah sekian lama tidak bertemu, pastinya akan terjadi percakapan yang panjang dan memakan waktu lama, jadi faktor kenyamanan duduk menjadi fokus utama selain makanan yang enak dan harga yang relatif sesuai. Soal harga mungkin tidak menjadi masalah bagi dua orang diantara kami, karena hanya satu yang wajib membayar alias yang sedang berulang tahun. Yup, saya akan ditraktir hari ini, jadi bebas dari urusan bayar-membayar.
Resto Magenta Grill ini akhirnya menjadi pilihan kami karena dilihat dari menu yang terdapat di depan resto, pilihan-pilihannya cocok dengan selera yang akan mentraktir, pastinya, harganya masih masuk akal dan tempat duduk ada yang berbentuk sofa dengan bantal-bantal yang empuk. Wah, pokoknya pas banget dengan selera kami. Selain menu- di sini. Selain itu, kami semua belum pernah makan di sini dan menurut rekomendasi dari salah seorang teman, makanannya juga enak.
Hari itu Sabtu, jam masih menunjukkan pukul 11.30 sehingga keadaan resto masih sepi, kami termasuk pembeli kedua. Setelah duduk, pelayan langsung datang dengan cekatan menayakan pesanan dan setelah dicatat, dan setelah menunggu tidak terlalu lama, sepertinya tidak lama ya karena kami sibuk mengobrol, hehe... datanglah pesanan kami.
Untuk pembuka, dipesan Thai Beef Salad, berisi sayur-sayuran seperti potongan selada, serta serutan wortel dengan irisan daging sapi, disiram saus khas thai yang rasanya asam segar, dagingnya juga lumayan empuk. Selain itu dipesan juga Spring Roll, berisi empat buah lumpia vietnam dalam ukuran sedang yang dimakan dengan cocolan saus khas lumpia. Isiannya standar saja, ada potongan rebung dan tauge. Untuk makanan utamanya, karena kebetulan sedang ada promo menu dengan harga khusus, saya memilih Veal Brastwurst dan teman saya memilih Meatloaf, sedangkan yang berulang tahun memilih menu favorit di resto ini Black Pepper Rib. Semuanya disajikan dengan kentang yang bisa dilipih penyajiannya, antara digoreng, dilumatkan atau dipanggang.
Untuk Veal Brastwurst, dilihat dari namanya brastwurst tentu saja memakai sosis khas jerman yang ukurannya lebih besar dari sosis biasa dan untuk meatloafnya, menggunakan daging kualitas baik, karena lumayan empuk dan gampang dikunyah. Untuk kedua menu dengan harga khusus ini memakai saus dengan campuran sedikit wine. Hmm..lumayan enak, walaupun tidak terlalu terasa ada campuran wine di sausnya. Kedua menu ini cukup mengenyangkan, dimakan perlahan-lahan sambil bercakap-cakap, tak terasa licin tandas tak bersisa. Oh iya, untuk menu Ribnya juga cukup enak, dagingnya empuk dengan saus khas Magenta yang rasanya manis gurih.
Untuk minumannya, tergolong standar, ada ice cappucino, yang merupakan minuman favorit saya dan lichee strawberry yang segar serta hot chocholate.
Kalau diperhatikan sebagian besar pengunjung resto ini adalah orang-orang warga negara asing, mungkin karena rasa masakannya sesuai dengan selera mereka ya.
Kalo harganya, termasuk standar untuk kategori kafe di Pasific Place, kebetulan ada promosi dari kartu kredit tertentu jadi bisa lebih murah.

Wednesday 16 December 2009

Travelling East Java




Berangkat ke Surabaya dengan Air Asia, walaupun sedikit terlambat, penerbangan berlangsung mulus tanpa hambatan. Sesampainya di Surabaya, Tante Tanti sudah menjemput dan dalam perjalanan menuju rumah tante di daerah Medokan Ayu, mampir untuk makan siang Lontong Balap, depan BNI. Lontong balap adalah makanan khas Surabaya yang terdiri dari potongan lontong, toge dan irisan letho (gorengan yang terbuat dari singkong dan kacang tolo, bentuknya bulat) dengan kuah kecap yang diberi petis. Sebagai pelengkap disajikan seporsi sate kerang. Jadi untuk satu orang diberikan masing-masing seporsi sate kerang. Minuman wajibnya es kelapa muda. Hmm....seger banget, karena siang itu Surabaya panasss sekali, beda dengan Jakarta yang sudah mulai hujan hampir setiap hari, di Surabaya panasnya luar biasa.
Siang nggak ada acara, hanya istirahat di rumah. Seperti keinginan saya sebelumnya, liburan kali ini nggak mau terlalu capek, jadi misalnya memang situasi tidak memungkinkan kita untuk pergi, -siang itu tante ada acara, saya tidak memaksakan untuk pergi.
Baru malam harinya kami keluar untuk makan malam, dan tujuan pertama adalah Kupat Tahu. Lokasinya dekat dengan rumah tante, hanya di halaman parkir sebuah ruko dimana banyak warung-warung makanan lain yang berjualan, tetapi walau hanya berupa warung, kupat tahunya lumayan enak. Untuk perjalanan kali ini saya juga nggak mau terlalu mengikuti panduan makanan enak yang sudah dicatat, karena tiap-tiap orang kan beda selera, siapa tau tante saya juga punya tempat maka yang tidak kalah enak.
Kupat tahu adalah makanan yang lagi-lagi mengandung petis. Kali ini petisnya lebih terasa dari pada Lontong Balap. Makanan di Surabaya memang serba petis, yang terkenal tentu saja Rujak Cingurnya (yang saya tidak suka, hehe..)
Setelah makan kupat tahu, barulah tujuan selanjutnya makanan yang memang jadi incaran saya sejak dulu, Sate Klopo Ondomohen. Sate kelapa ini adalah sate daging sapi yang dimasak dengan kelapa dan dibakar seperti layaknya sate lain. Kuah satenya dari bumbu kacang yang rasanya agak manis. Karena sudah kenyang sate ini dibungkus untuk dibawa pulang.
Dalam perjalanan pulang mampir lagi di rumah makan sate ayam Lisidu. Sate ayam lisidu ini hanya menggunakan daging ayam petelur yang belum pernah bertelur, sehingga menghasilkan tesktur daging yang empuk. Dagingnya tidak dipotong-potong lalu ditusukkan ke lidi tetapi diiris memanjang, sehingga bentuknya pun cantik. Selain itu bumbu kacangnya sangat kental. Karena tidak makan di tempat sate dibungkus aluminium foil. Berdiri sejak tahun 1997 dan menjadi langganan istana negara.
Esoknya, hari kedua, perjalanan diteruskan ke Madiun, rumah eyang, dengan memakai kereta Sancaka. Untuk kelas eksekutif tiketnya Rp. 70ribu. Berangkat tepat jam 7 pagi, baru kali ini naik kereta tidak terlambat, malah kami yang ngepas banget karena jalanan ke stasiun lumayan macet dan kita berangkatnya agak terlambat.
Sampai di Madiun jam 10 pagi kurang 5 menit. Dengan naik becak menuju rumah eyang di Jl Sumbawa. Makan siang pesen lontong pecel dan demi memuaskan dahaga di Madiun yang juga berudara panas, kami minum es dawet Suronatan. Wah ternyata es dawet di sini rumah makannya sudah direnovasi menjadi lebih bagus dan bersih. Yang tetap sama adalah jajaran kalender yang menghiasi dinding. Harganya kurang lebih 3000 rupiah.
Sore hari, perjalanan di lanjutkan ke Jombang dan menginap di rumah Tante semalam.

Besok siang, perjalanan di lanjutkan kembali, dengan menggunakan mobil. Singgah di Trowulan, yang merupakan lokasi bekas kerajaan Majapahit. Lokasi pertama yang dikunjungi adalah Kolam Segaran. Karena letaknya paling mudah dicapai dari jalan raya arah Surabaya. Kolam segaran merupakan kolam purba peninggalan pada masa Kerajaan Majapahit. Menurut cerita kolam ini digunakan untuk rekreasi dan menjamu tamu-tamu Kerajaan Mojopahit. Orang yang pertama kali menemukan kolam ini adalah Ir. Henry Maclain Pont pada tahun 1926. Bentuk denah kolam empat persegi panjang berukuran panjang 375 m dan lebar 125 m. Dinding kolam setinggi 3,16 m, sementara lebarnya 1,6 m. Lokasinya berada di Dukuh Trowulan, Desa Trowulan, Kecamatan Trowulan. Dulunya kolam ini juga berfungsi sebagai waduk dan penampung air. Jaman dulu seusai mengadakan jamuan pesta, untuk menunjukkan kepada tamu kalau Majapahit adalah kerajaan yang kaya, piring serta peralatan makan lain yang terbuat dari emas dibuang ke dalam kolam ini. Tetapi hingga saat ini penduduk tidak ada yang bisa mencari peralatan makan tersebut karena konon ada “penunggunya”.
Di samping kolam ada rumah makan kecil dan sederhana yang menjual sambel wader. Wader adalah ikan kecil yang digoreng kering, disajikan dengan sambal dan diletakkan di cobek. Cara penyajiannya seperti pecel lele jadi kalau ini bisa disebut pecel wader.
Ikan wadernya gurih kriuk-kriuk dengan nasi panas dan sambal, wih enak banget deh..sayang, banyak lalat yang beterbangan. Mungkin karena letaknya dekat kolam.
Setelah makan, menuju Museum Trowulan, untuk melihat peninggalan-peninggalan yang masih tersisa dari bekas Kerajaan Majapahit. Seperti gerabah, senjata-senjata peninggalan kerajaan, peralatan yang terbuat dari logam dan terutama berbagai macam arca-arca yang jumlahnya lumayan banyak. Sebagian besar malah hanya diletakkan berjajar di halaman museum tetapi diberi atap supaya tidak kehujanan. Beberapa waktu yang lalu diberitakan akan dibangun gedung museum yang lebih besar untuk meletakkan peninggalan-peninggalan bersejarah jaman Majapahit yang masih belum tertata tetapi karena pembangunan tersebut ternyata mengganggu lokasi penemuan, untuk sementara pembangunan ditunda. Sewaktu saya ke sana kemarin, masih terus berlangsung kegiatan pada arkeolog yang melakukan pendataan atas peninggalan jaman Majapahit yang masih terus ditemukan.
Setelah puas melihat-lihat museum, perjalanan di lanjutkan dengan melihat lokasi candi yang terdekat dari museum, yaitu candi Brajang Ratu dan Candi Tikus. Selain dua buah candi ini, seperti yang saya lihat di peta yang terdapat di museum, masih banyak sekali peninggalan berupa candi dan situs-situs bersejarah yang letaknya berpencar di sekitar Trowulan, seperti Candi Brahu, Candi Kedaton, Gapura Wringin Lawang, Kolam Segaran, Pendopo Mojopahit (petilasan Gajahmada), Museum Trowulan, Makam Putri Cempa, Makam Troloyo (makam Syeikh Jumadil Qubro, kakek Wali Songo) tetapi letaknya memang terpencar-pencar dan memakan waktu yang lumayan lama untuk melihat semuanya. Karena waktu saya hanya sedikit jadi diputuskan untuk melihat ke dua candi tersebut saja.
Candi Brajang Ratu diduga sebagai pintu masuk ke sebuah bangunan suci untuk memperingati wafatnya Raja Jayanegara pada tahun Saka 1250 atau tahun 1328 Masehi. Bajangratu sendiri dalam bahasa jawa kuno berarti kecil, naik tahta menjadi raja waktu masih kecil, dan konon itu terjadi pada Raja Jayanegara. Pendirian Candi Bajangratu sendiri tidak diketahui dengan pasti, namun berdasarkan relief yang terdapat di bangunan, diperkirakan candi ini dibangun pada abad 13 – 14, dan selesai dipugar pada tahun 1992.
Lokasi berdirinya Candi Bajangratu ini letaknya relatif jauh (2 km) dari dari pusat kanal perairan Majapahit di sebelah timur,saat ini berada di dusun Kraton, desa Temon 0,7 km dekat dari candi Tikus.
Candi Tikus terletak di dukuh Dinuk Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Candi ini berukuran 29,5X28,25 meter dan tinggi keseluruhan 5,2 meter. Nama candi tikus diambil dari sejarah penemuannya yang ketika itu pertama kali ditemukan di sana ditemukan banyak sekali tikus, dan hama tikus ini menyerang pertanian desa di sekitarnya. Pertama kali ditemukan pada tahun 1914 kemudian baru dilakukan pemugaran pada tahun 1983-1986. Menurut beberapa sumber menyebutkan bahwa Candi Tikus merupakan replika atau lambang Mahameru.
Sewaktu berkunjung ke candi Tikus cuaca tidak memungkinkan saya berlama-lama karena angin kencang dan ternyata tidak lama kemudian hujan deras sekali.
Masuk kota Surabaya ternyata tidak hujan, dan setelah menelpon penerangan untuk bertanya jam buka Monumen Kapal Selam alias Monkasel, ternyata buka sampai jam 10 malam. So, lanjut ke sana deh, nggak nyangka juga kalo buka sampai malam. Biasanya museum jam 5 sore juga sudah tutup.
Monumen Kapal Selam disingkat Monkasel, adalah sebuah museum kapal selam, monumen ini sebenarnya merupakan kapal selam KRI Pasopati 410, salah satu armada Angkatan Laut Republik Indonesia buatan Uni Soviet tahun 1952. Kapal selam ini pernah dilibatkan dalam Pertempuran Laut Aru untuk membebaskan Irian Barat dari pendudukan Belanda.
Kapal Selam ini kemudian dibawa ke darat dan dijadikan monumen untuk memperingati keberanian pahlawan Indonesia. Monumen ini berada di Jalan Pemuda, tepat di sebelah Plasa Surabaya. Selain menikmati bagian dalam kapal selam kita juga bisa menikmati pertunjukan film mengenai perang laut Aru dan sejarah mengenai kapal selam ini. Sayang sewaktu kami datang pertunjukkan baru dimulai jam 7 malam, terlalu lama kalau harus menunggu lagi, sehingga terpaksa kami melewatkannya.

Hari terakhir di Surabaya diawali dengan kunjungan ke jembatan Suramadu. Lumayan jauh juga dari rumah tante yang terletak di daerah Medokan Ayu.
Jembatan Suramadu merupakan jembatan yang.menghubungkan pulau Jawa dan Madura dengan panjang kira-kira 5,4 km. Jembatan ini terdiri dari dua bagian, di tengah untuk mobil dan dengan dipisahkan pagar ada lajur khusus untuk motor. Tetapi apabila angin sedang kencang lajur untuk motor bisa ditutup dengan alasan keamanan. Hanya sekitar 5 menit melewati jembatan dan masih disambung lagi dengan jalan tol sampai di ujung jalan, arah ke kiri Bangkalan dan ke kanan arah Sampang (kalo nggak salah). Selepas jembatan banyak tenda-tenda orang berjualan makanan dan kaos yang bertulisan Suramadu.
Karena ingin makan siang dengan nasi bebek khas Madura, kami menuju Bangkalan. Dan tidak berapa lama, sampailah kami ke rumah makan bebek khas madura Sinjay. Rumah makan ini termasuk laris, karena lumayan ramai dengan orang yang silih berganti datang untuk makan. Nasi bebek datang dengan bebek yang dilumuri kremesan yang agak basah berwarna kuning. Sambalnya bukan sambal cabai merah yang biasa, tetapi sambal mangga yang rasanya asam segar dan tidak terlalu pedas. Bebeknya sendiri tidak terlalu besar tetapi lumayan empuk. Raiyan saja makan dengan lahap.
Setelah makan, kembali lagi melewati jembatan Suramadu yang bertarif Rp 30.000 dan tujuan selanjutnya adalah House of Sampoerna. Lokasinya dekat Jembatan Merah Plaza dan LP Kalisosok.
Bau tembakau yang tajam menyambut kedatangan kami karena ternyata pabrik rokok Sampoerna juga berada di sini yang terletak di belakang museum. Bagian teras museum disangga oleh pilar unik yang berbentuk batang rokok dan tanpa harus membayar alias gratis kami segera masuk ke dalam museum, biar cepet adem karena udara di Surabaya panas sekali. Museum berisi barang-barang kuno peninggalan pendiri pabrik rokok Sampoerna yaitu Liem Seeng Tee, yang harus memulai bisnis dari bawah sampai akhirnya meraih kesuksesan seperti sekarang. Terdapat barang-barang seperti alat cetak yang digunakan untuk mencetak bungkus rokok, jenis-jenis tembakau, seragam marching band Sampoerna dan berbagai jenis bungkus korek api jadul serta bermacam-macam desain bungkus rokok.
Di lantai dua museum ini terdapat ruangan khusus dimana kita bisa melihat proses pelintingan rokok kretek Dji Sam Soe yang dilakukan oleh wanita pekerja pabrik. Tangan mereka begitu lincah melinting sehingga seperti robot saja. Cepat sekali. Dari lantai 2 ini kita juga bisa melihat kesibukan ratusan pekerja di pabrik yang sedang melakukan proses pengemasan dan pelintingan. Sewaktu saya sedang asyik memoret, tiba-tba dihampiri oleh seorang petugas museum yang melarang saya mengambil gambar. Petugas tersebut terus mengawasi dengan meminta saya menghapus hasil foto saat itu juga. Maaf, pak, saya benar-benar tidak tahu.
Di sini juga terdapat counter souvenir dimana kita bisa membeli berbagai macam kaos serta gantungan kunci dan pin dengan gambar kota Surabaya jaman dulu.
Di sebelah museum terdapat Cafe Sampoerna yang menyajikan bermacam makanan dan minuman dengan harga masih masuk akal alias tidak terlalu mahal. Tapi karena masih kenyang setelah makan siang, kami hanya minum Ice cappucino dan mencicipi dessertnya saja.
Sebelum pulang sempat foto-foto di depan bis House of Sampoerna yang berdesain unik.


Tuesday 15 December 2009

Sang Pemimpi

Rating:★★★★
Category:Movies
Genre: Drama
Walaupun aktor favorit saya tidak ikutan main lagi di sekuel film dari Laskar Pelangi ini tidak menyurutkan niat untuk menontonnya pada hari pertama film edar di bioskop. Sang Pemimpi tayang serentak di bioskop pada tanggal 17 Desember 2009 dan seperti setahun lalu akhirnya bisa juga nonton pada hari pertama. Ikutan nonton bersama teman-teman dari Indonesia Bertindak, yang sudah membooking tiket satu studio sebanyak 128 tempat duduk, supaya bisa menonton bersama-sama, jadi nggak perlu repot mengantri. Beruntung sekali, sewaktu pengumuman nonton bareng ini ada di Face Book bisa cepet sms dan transfer, padahal saat itu sedang di luar kota. Memang kalau sudah rejeki nggak kemana. Bioskopnya juga sama dengan saat nonton bareng Laskar Pelangi dulu, di Blitz Megapleks Pasific Place.
Selain pemain lama yang melanjutkan peran sebelumnya, yaitu Mathias Muchus dan Rieke Diah Pitaloka, ada juga beberapa pemain baru, diantaranya yang mungkin ditunggu-tunggu para fansnya adalah Nugie dan Ariel Peter Pan. Kalo saya sih, favoritnya masih sama, tidak bisa pindah ke lain hati... hehe...

Film Sang Pemimpi merupakan lanjutan dari Film Laskar Pelangi yang keduanya merupakan adaptasi dari novel karangan Andrea Hirata. Tahun ini, film tersebut menjadi film pembuka Jiffest-Jakarta International Film Festival, merupakan kehormatan yang sangat besar karena pada Jiffest sebelumnya untuk film pembuka tidak pernah diberikan kepada film Indonesia.

Duo Riri Riza dan Mira Lesmana terlihat belajar banyak dari film yang terdahulu sehingga tidak tampak adanya tambahan tokoh yang tidak terlalu penting dan berusaha menterjemahkan cerita ke dalam bahasa gambar semirip mungkin dengan aslinya. Sehingga saya yang notabene sudah lama membaca novel tersebut, dengan mengikuti adegan per adegan dapat kembali mengingat cerita di dalam novelnya. Tampaknya duo tersebut tidak ingin mengecewakan pembaca setia novel Andrea Hirata.

Diawali dengan narasi yang diberikan Ikal dewasa (diperankan oleh Lukman Sardi), cerita mengalir dengan lancar dengan perpindahan antar adegan yang cukup baik.
Setelah ditinggal Lintang sebagai teman baik Ikal, di sini Ikal ditemani oleh Arai, saudaranya yang sudah yatim piatu dan Jimbron, anak yatim piatu yang hanya hidup dengan pamannya. Mereka bertiga melalui banyak kisah senang dan sedih sebagai murid SMP dan SMA di Manggar, Belitung. Mereka tidak putus asa dan pantang menyerah bekerja di luar jam sekolah untuk mengumpulkan uang demi mewujudkan mimpi-mimpi mereka. Kehidupan yang keras dan kondisi perekonomian yang pas-pasan, tidak menyurutkan niat mereka untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dengan mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi. Di sini akting Arai waktu remaja sangat menonjol, sebagai motivator dan pemberi semangat apabila ke dua sahabatnya mulai putus asa.
Pemandangan pantai Belitung yang indah dengan batu-batu kokohnya, masih tampak di film ini, walaupun sudah tidak terlalu sering muncul.
Peran guru bahasa dan sastra, Balian yang diperankan oleh Nugie, yang memberikan motivasi kepada Ikal dan Arai untuk menuntut ilmu sampai ke Sorborne, Perancis, cukup meyakinkan. Demikian juga dengan peran kepala sekolah, galak tapi tegas, Pak Mustar, yang diperankan oleh Landung Simatupang.
Lebih banyak adegan yang menghibur dibandingkan film sebelumnya, terutama adegan bang Zaitun yang menyanyikan lagu Melayu dengan iringan orkesnya dan ketika mengajarkan Arai menyanyi dan bermain gitar untuk memikat gadis pujaannya, Zakiah.
Nazriel Irham alias Ariel yang muncul di akhir film, tampaknya memang sudah ditunggu-tunggu oleh penonton, terbukti ketika wajahnya tampak di layar, terdengar seruan-seruan heboh. Ariel memerankan Arai ketika dewasa yang ketika lulus dari UI sempat meninggalkan Ikal ke Kalimantan untuk bekerja di sana dan akhirnya berdua dengan Ikal berhasil meraih mimpi-mimpi mereka sejak dari Belitung, mendapatka beasiswa ke Eropa.
Apakah novel selanjutnya, Edensor, akan difilmkan juga? Kita lihat saja nanti..


Friday 11 December 2009

New Moon

Rating:★★★
Category:Movies
Genre: Drama
Awalnya saya nggak tertarik untuk nonton film ini, bahkan novelnya juga belum baca. Karena dalam bayangan saya ini hanya film cinta-cintaan biasa. Cinta yang tidak kesampaian antara manusia dengan vampire. Bayangkan saja yang satu manusia berwujud perempuan cantik sedangkan yang satunya vampir yang tampan, trus jatuh cinta. Yah, standardlah ceritanya seperti apa. Hehe…
Tetapi setelah film lanjutannya mulai tayang di bioskop dan ajakan untuk nonton film ini mulai berdatangan, tergeraklah saya untuk menonton.
Dan ternyata setelah menonton film ini saya salah sangka. Filmnya cukup bagus, mudah diikuti walau tidak membaca novelnya terlebih dahulu. Efek khususnya juga keren, didukung dengan adanya cerita tentang manusia serigala. Kejadian sewaktu manusia berubah menjadi serigala cukup rapi dan adegan pertarungan antara vampire dan serigala juga cukup menarik. Membuat film tidak membosankan.
Wah, agaknya penggemar novel Stephanie Meyer bakal bertambah nih.. mau baca novelnya dulu ah, karena kabarnya novel ketiganya paling bagus. Kalau filmnya sendiri masih lama, masih tahun depan. Hu..udah nggak sabar nih..