Pada Hari Kedua setelah Lebaran, karena adikku akhirnya menyusul ke Makassar untuk liburan, sudah kewajiban membawanya keliling Makassar menikmati obyek wisata di sana.
Salah satu obyek wisata yang harus dikunjungi adalah Benteng Fort Rotterdam, yang letaknya tidak terlalu jauh dari pantai Losari, jadi masih termasuk di pusat kota. Di depan benteng ini terdapat pelabuhan penyeberangan kapal untuk menuju ke pulau-pulau yang tidak terlalu jauh dari pantai, seperti Khayangan, Lae-lae atau Samalona. Di depan benteng ini juga banyak terdapat penjual kelapa muda kaki lima, sehingga setelah puas berjalan-jalan memutari benteng di tengah cuaca Makassar yang terik diakhiri dengan minum es kelapa muda.
Untuk masuk ke dalam benteng tidak dikenakan tiket masuk, alias gratis, tetapi disarankan untuk memberi sumbangan sekadarnya. Di sini kita akan ditawarkan memakai jasa pemandu yang akan menemani kita berkeliling benteng. Ini adalah kunjungan ke dua bagiku, kunjungan pertama adalah tahun 2001, jadi sudah 8 tahun yang lalu.
Yang paling menarik dari tempat ini adalah ruang tahanan pangeran Diponegoro, yang konon menurut cerita dari pemandu, bisa sewaktu-waktu meninggalkan ruang tahanan secara gaib sehingga istri dan anak beliau dijadikan jaminan oleh Belanda, supaya pangeran Diponegoro kembali lagi.
Benteng ini juga dikenal angker, sehingga sempat menjadi salah satu tempat syuting Dunia Lain sewaktu acara tersebut sedang merajalela di televisi. Ternyata, tempat yang dipilih bukan yang terseram sehingga harus dibantu oleh sound effect sehingga terlihat lebih seram. Konon kabarnya lho, menurut cerita pemandunya.
Sayang, karena juru kunci museum sedang tidak di tempat, kami tidak bisa masuk ke dalam museum La Galigo, diambil dari nama I La Galigo yang merupakan karya sastra kebanggaan suku Bugis.
Di bagian depan dari benteng terdapat toko souvenir yang menjual segala pernak pernik dari kerang seperti gantungan kunci, asbak, kalung dan bros yang lucu.
Benteng Rotterdam ini dibangun tahun 1545 oleh raja Gowa ke X yakni Tunipallangga Ulaweng. Bahan baku awal benteng adalah tembok batu yang dicampur dengan tanah liat yang dibakar hingga kering. Bangunan didalamnya diisi oleh rumah panggung khas Gowa dimana raja dan keluarga menetap didalamnya. Ketika berpidnah pada masa raja Gowa ke XIV, tembok benteng lantas diganti dengan batu padas yang berwarna hitam keras.
Kehadiran Belanda yang menguasai area seputar banda dan maluku, lantas menjadikan Belanda memutuskan utk menaklukan Gowa agar armada dagang VOC dapat dengan mudah masuk dan merapat disini. Sejak tahun 1666 pecahlah perang pertama antara raja Gowa yang berkuasa didalam benteng tersebut dengan penguasa belanda Speelman. Setahun lebih benteng digempur oleh Belanda dibantu oleh pasukan sewaan dari Maluku, hingga akhirnya kekuasaan raja Gowa disana berakhir. Seisi benteng porak poranda, rumah raja didalamnya hancur dibakar oleh tentara musuh. Kekalahan ini membuat Belanda memaksa raja menandatangani "perjanjian Bongaya" pada 18 Nov 1667.
Dikemudian hari Speelman memutuskan utk menetap disana dengan membangun kembali dan menata bangunan disitu agar disesuaikan dengan kebutuhan dalam selera arsitektur Belanda. Bentuk awal yg mirip persegi panjang kotak dikelilingi oleh lima bastion, berubah mendapat tambahan satu bastion lagi di sisi barat. Nama benteng diubah pula menjadi Fort Rotterdam, tempat kelahiran Gub Jend Belanda Cornelis Speelman.Benteng Ujung Pandang ini berbentuk seperti seekor Penyu yang hendak merangkak turun ke lautan. dari segi Bentuknya sangat jelas filosofi Kerajaan Gowa, bahwa Penyu dapat hidup di darat maupun dilaut, Begitupun dengan kerajaan Gowa yang Berjaya di daratan maupun dilautan. (sumber : navigasi.net dan wikipedia)
No comments:
Post a Comment