Beruntung sekali, seharian ini, Jumat , tanggal 22 Januari 2010, cuaca sangat bersahabat walaupun mendung kadang masih tampak, maklum nanti malam saya akan berangkat ke Dieng dan rafting di sungai Serayu, Banjarnegara. Bersama dengan group jalan-jalan bernama Lareangon. Kalau misalnya nanti malam hujan, alamat bisa dilarang berangkat deh..tetapi syukurlah, sampai malam langit tetap cerah. Tampaknya Raiyan juga sudah rela melepas mamanya pergi karena ketika ditinggal tidak menangis, malah dadah-dadah dengan riang. Hehe…
Sekitar jam 22.00 malam, saya sudah sampai di tempat pemberangkatan di parkir timur Senayan, di sana sudah terlihat dua buah bis yang akan membawa kami semua bertualang melintasi setengah pulau Jawa. Berita terakhir , ada longsor di Wonosobo, jadi rute ke Dieng tidak bisa langsung, tetapi harus memutar lewat Banjarnegara. Jadi yang biasanya hanya 1 jam dari Wonosobo menuju Dieng, kalau lewat Banjarnegara otomatis waktu menjadi lebih lama. Tetapi mas Aji sebagai ketua rombongan meyakinkan bahwa tidak ada masalah, yang penting bisa sampai ke Dieng, karena Dieng-lah salah satu tujuan utama saya ikut trip ini, disamping kegiatan rafting di sungai Serayu. Biasanya saya rafting di sungai Citarik dan Cicatih di Sukabumi, kali ini boleh dong mencoba yang agak jauh.
Setelah menunggu salah satu peserta yang terlambat datang, akhirnya bis bergerak meninggalkan ibukota Jakarta sekitar pukul 23.40.. Dan setelah tidur bangun tidur bangun sepanjang malam, waktu subuh kami berhenti untuk sholat di sebuah masjid, di daerah Cirebon. Dan perjalanan dilanjutkan lagi sampai tiba waktu sarapan, berhenti di sebuah rumah makan di daerah Prupuk, Bumiayu. Di sini kami semua sarapan sambil bersih-bersih, cuci muka dan gosok gigi dan setelah itu apalagi kalau bukan foto-foto. Yah, tetap narsis-lah walau belum mandi…
Perjalanan dilanjutkan dan pemandangan sepanjang perjalanan sangat menyejukkan mata, deretan pegunungan membiru menjulang di kejauhan dengan hamparan sawah menghijau dan sungai berair jernih serta awan putih bergulung di langit. Alhamdulilah, cuaca cerah, berarti pertanda baik akan kelancaran trip kali ini. Tetapi ternyata, perjalanan masih sangat jauuh… dan baru sekitar jam 12.00 bis kami sampai di Kampung Kali Resto, Banjarnegara, tepat di pinggir sungai Serayu, tempat kami bermalam di tenda dan rafting besok pagi.Perjalanan diteruskan kembali dengan menumpang bis yang lebih kecil untuk menuju Dieng Plateu, bersama rombongan dari Yogya yang telah sampai lebih dulu.
Ternyata perjalanan yang harusnya bisa lebih singkat apabila lewat Wonosobo menjadi 2 kali lebih lama, melalui kabupaten Singomerto, Karang Kobar, dan Batur serta berakhir di Dieng. Jalannya berliku-liku dengan tanjakan yang terjal disertai kabut tebal , udara juga semakin dingin seiring kami memasuki kawasan Dieng Plateu.
Setelah makan siang dengan nasi kotak dan briefing serta acara seru-seruan mulailah kami memasuki museum Kaliasa, yang berisi sejarah Dieng, beserta candi-candi nya, budaya, upacara adat masyarakat Dieng dengan cerita mengenai anak rambut gimbal- sayang, sewaktu di sana, kami tidak bertemu dengan anak berambut gimbal ini.. serta menonton pemutaran film documenter mengenai sejarah Dieng Plateau dimana asal kata Dieng adalah di" yang berarti "tempat" atau "gunung" dan "Hyang" yang bermakna Dewa. Dieng Berada di kompleks gunung Sindoro dan Sumbing dengan ketinggian sekitar 2000 meter di atas permukaan laut. Di sini juga terdapat kompleks candi Hindu yang tertua dengan nama yang berkaitan dengan cerita atau tokoh-tokoh wayang Purwa dalam lakon Mahabarata, misalnya candi Arjuna, candi Gatotkaca, candi Dwarawati, candi Bima, candi Semar, candi Sembadra, candi Srikandi dan candi Puntadewa.Menurut penelitian belum diketahui siapa yang membangun candi-candi tersebut, yang dibangun pada abad 8-12 sebelum masehi tetapi dari bentuk bangunannya mirip dengan arsitektur bangunan di India Utara dan Selatan.
Setelah kunjungan ke museum, perjalanan dilanjutkan ke kompleks candi. Di tengah hujan, kami tetap semangat untuk melihat-lihat bangunan candi dengan tidak lupa foto-foto. Dan setelah pembagian door prize dan foto bersama seluruh peserta, perjalanan dilanjutkan ke kawah Sikidang Di tengah hujan yang semakin deras sebagian peserta masih semangat untuk berfoto-foto di pinggir kawah, walaupun waktu yang diberikan tidak terlalu lama karena menurut penjelasan dari salah seorang panitia, jika hujan lebat dapat memicu timbulnya gas beracun dari kawah belerang, hii..seram..
Hari sudah semakin sore, tetapi ternyata masih ada waktu untuk mampir ke Telaga Warna. Apabila siang hari air danau ini bisa memancarkan warna-warna yang memikat, tetapi karena hari sudah sore dan hujan pula, jadi pemandangan telaga tidak bisa dinikmati secara maksimal. Walau masih cukup ok untuk dijadikan latar untuk berfoto ria seperti biasa, sebelum hari semakin gelap dan udara semakin dingin dan kami harus segera kembali ke bis. Oh iya, di tempat parkir bis, saya sempat membeli oleh-oleh manisan carica, yang dijual di salah satu warung di sana. Carica adalah buah pepaya yang bentuknya kecil, hanya bisa ditemukan di Dieng. Menurut cerita, Pak Arifin dari dinas pariwisata Banjarnegara, buah pepaya yang ditanam di Dieng apabila tumbuh pasti buahnya kecil-kecil tetapi jika biji papaya ini ditanam di luar Dieng tidak bisa berbuah. Harga manisan carica ini adalah 10 ribu rupiah per botol ukuran botol selai. Selain itu ada pula purwaceng, tumbuhan yang mengandung zat tertentu untuk kesehatan alias penambah gairah *ehem* karena mempunyai khasiat seperti ginseng. Purwaceng ini dijual dalam bentuk daun-daunan yang bisa diseduh, berbentuk bubuk atau dicampur bubuk kopi, susu atau coklat di dalam sachet. Sama seperti pepaya carica, daun purwaceng ini pun hanya ditemukan di Dieng.
Akibat kejadian longsornya jalan di Wonosobo mengakibatkan mulurnya waktu tempuh perjalanan, sehingga terpaksa acara mandi di pemandian air panas kalianget ditiadakan dan kami langsung pulang menuju perkemahan. Perut sudah lapar dan rasanya ingin cepat-cepat sampai untuk mandi dan ganti baju serta makan trus tidur di sleeping bag. Lupakan dulu kasur empuk di rumah, kali ini acaranya kemping dan tidur di tenda. Thanks untuk Dhyan yang telah meminjamkan sleeping bagnya, sedangkan yang tidak punya sleeping bag bisa menyewa dari panitia dengan tarif 25 ribu rupiah saja.
Sesampai di perkemahan, dan memilih tenda, saya satu tenda dengan Najha dan Erlin, cepat-cepat mandi, karena kamar mandinya terbatas, hanya 10 ruangan (kalau tidak salah) dengan peserta sekitar 80 an orang. Kalau tidak cepat bakal masih lama dapet giliran mandi, sedangkan badan udah capek banget setelah berjam-jam duduk di bis.
Sehabis makan malam dengan lauk ikan nila lombok ijo dan minum teh serta air jahe hangat, hmmm sedaaaap… saya langsung masuk tenda dan tidurrrr… Sebenarnya masih ada acara pemutaran dokumentasi tayangan Program Jejak Petualang episode "Jeram Maut Serayu serta diskusi berupa penjelasan teknis mengenai .kegiatan rafting mulai dari perkenalan alat, cara mendayung, istilah arus, hingga teknik rescue dan skenario perjalanan besok. Tetapi apa daya saya sudah ngantuk dan capek berat, jadi biarlah semua itu terlewati, yang penting saya mau tidur dulu. Bergelung di sleeping bag yang hangat dengan ditemani sayup-sayup suara aliran sungai Serayu… good nite.
Bangun pagi, udara cerah, hari yang tepat untuk kegiatan rafting. Sesudah sarapan pagi dengan lauk tempe cabai hijau dan ayam goreng, seluruh peserta berkumpul dahulu untuk memakai perlengkapan rafting seperti life jacket dan helm serta tidak lupa memilih dayung masing-masing. Dan setelah pengarahan serta pemanasan dengan sedikit menggerak-gerakkan badan alias olahraga ringan, kami segera memilih perahu masing-masing. Saya satu perahu dengan Dhyan, Japro, Najha dan Nengsih serta satu orang pemandu, istilahnya skipper.
Waaahh… serunya..walau jeram-jeram sungai Serayu ini masih termasuk jinak tetapi di beberapa jeram cukup memacu adrenalin. Skipper di perahu kami cukup lincah menavigasi sehingga perahu meluncur dengan mulus di jeram-jeram yang cukup sulit dan pada lokasi yang berbatu-batu sehingga kami semua merasa aman. Pemandangan pepohonan rimbun menghijau menemani sepanjang perjalanan.
Setelah sekitar 1 jam pengarungan, perahu berhenti untuk memberi kesempatan kami beristirahat. Sudah tersedia tempe goreng tepung dan pisang goreng serta minum air putih, teh manis dan jahe hangat. Hmm..sedap.. Di sini juga diadakan acara pelepasan benih ikan ke sungai oleh para peserta, termasuk saya yang karena keasyikan foto-foto ternyata sudah dicari-cari oleh teman-teman satu perahu, untuk segera melanjutkan perjalanan.
Sekitar 30 menit kemudian , jeram terakhir yang lumayan mendebarkan sudah dilalui, tidak terlalu lama, perahu menepi di pemberhentian terakhir dan berakhirlah rafting hari itu. Sebenarnya, skipper kami akan melakukan permainan yang akhirnya berujung dengan jatuhnya kami ke sungai, tetapi karena saya menolak dengan keras, batal-lah permainan tersebut. Maaf ya teman-teman satu perahu, saya kan nggak terlalu bisa berenang.. hehehe.. .
Dengan naik angkot kami kembali menuju ke lokasi perkemahan untuk mandi dan makan siang. Pada hari terakhir ini, makan siang disajikan dengan lauk ikan nila goreng dan urap sebagai sayur. Pas banget dengan keadaan peserta yang sedang dalam kondisi capek, lapar, kedinginan sehabis dari sungai dan kepanasan sesudahnya.. yup, matahari bersinar dengan terik siang itu..
Acara selanjutnya setelah selesai makan siang dan beres-beres adalah briefing acara penutupan, pemberian kesan dan pesan dan foto-foto (lagi) dan akhirnya peserta pun naik ke bis masing-masing untuk melanjutkan perjalanan pulang ke Jakarta yang masih nun jauh di sana. Mampir ke Purwokerto untuk membeli oleh-oleh dilanjutkan makan malam di sebuah restaurant daerah Bumiayu dan setelah beberapa kali berhenti untuk beristirahat akhirnya tibalah akhir perjalanan kami dengan pos pemberhentian di seberang komdak pada pukul 4 pagi. Capeknyaaa duduk berjam-jam di bis…tapi bulan depan udah ada tawaran lagi buat rafting di sungai Progo, Magelang. Gimana ya..apa naik pesawat aja.. gaya benerrr…
airnya coklat ya
ReplyDeleteiya..
ReplyDeleteserayu selalu coklat jika hujan, agak jernih kalau musim kemarau tetapi arusnya jadi kecil.
ReplyDeleteervita, inget jalur main saya waktu kecil... mancing sepanjang sungai serayu mulai dari start 1, juga muter wonosobo, dieng banjarnegara. .... trima kasih sharingnya bikin kangen mudik ke wonosobo.... tks
kemarin ada longsor di wonosobo jadi tidak bisa lewat sana, sayang padahal mie ongkloknya enak banget ya...
ReplyDeletewah waaah... asyiknya....
ReplyDeleteada yang aku kenal nich....
ReplyDeleteseru banget, mbak.. :D
ReplyDeletedua-duanya kan? :)) foto lo ama gw juga ada tuh.. komen dong..
ReplyDeleteini mah sengaja dekat2 pak ketua .. biar kena jepretan kamera ...:))
ReplyDelete