Tuesday, 20 July 2010

Kawah Kereta Api, Kawah Kamojang, Garut.




Ini adalah kawah kereta api di lokasi wisata Kawah Kamojang, Garut.
Tekanan uap yang kuat, asap panasnya menyembur dengan tekanan 2,5 bar dengan kapasitas 2-3 ton per jam, dibuat sedemikian rupa oleh bapak Guide seperti bunyi kereta api dengan menggunakan suatu besi panjang.

Tuesday, 13 July 2010

Explore Garut (2)




Ternyata kami semua bisa bangun pagi sesuai rencana, padahal badan sudah pegal-pegal setelah seharian kemarin jalan-jalan non stop. Mungkin berkat mandi berendam air panas dari sumber air panas alami, jadi otot-otot yang tegang bisa kembali lemas dan siap dipakai untuk bertualang lagi hari ini. Ditambah dengan udara yang cerah, menambah semangat kami hari itu, untuk memulai petualangan, dengan tujuan awal :

Kawah Papandayan

Setelah melalui jalan menanjak selama sekitar 30 menit sampailah kami di lokasi parkir untuk menuju ke kawasan gunung Papandayan. Dari tempat parkir ini kami masih harus berjalan kaki lagi melalui jalan yang berbatu-batu untuk menuju ke lokasi kawah papandayan. Gunung aktif yang terakhir meletus pada tanggal 12 November 2002 ini, mempunyai beberapa kawah yang bisa dinikmati pengunjung penyuka traveling. Kami tidak mendaki sampai ke salah satu kawah, hanya sampai ke salah satu aliran air panas tempat kami bisa berendam sambil berfoto-foto ria. Perjalanan menuju ke kawah gunung memang lumayan sulit, harus berhati-hati karena jalanan berbatu-batu dan cukup curam. Kalau mempunyai waktu banyak, disarankan untuk trekking sampai ke padang edelweiss atau malah lanjut saja sampai ke puncak. Untuk info tour guide bisa menanyakan di lokasi parkir. Karena sewaktu kami sedang menuju kawah ada 2 orang turis asing diantar seorang guide, mungkin akan mendaki sampai ke puncak.




Berkat informasi dari salah satu pengunjung kami menuju lokasi wisata selanjutnya yaitu

Curug Orog

Setelah menempuh perjalanan sekitar 1 jam dan melewati jalan masuk yang agak berbatu akhirnya kami sampai juga di air terjun Curug Orok, terletak di desa Cikandang kecamatan Cikajang Kabupaten Garut. Saya kira lokasi air terjun ini tidak terlalu jauh dari gunung papandayan, ternyata lumayan jauh juga. Air terjun ini dinamakan curug orok karena menurut cerita masyarakat setempat pada tahun 1968 ada seorang ibu yang membuang bayinya dari atas air terjun. Wah, tragis sekali ya …
Kami tidak terlalu lama di lokasi air terjun ini karena untuk menuju ke sana harus menuruni undakan lumayan jauh ke bawah. Sehingga kami hanya foto-foto dari jauh saja. Terdapat 3 air terjun, yang paling besar tingginya sekitar 30 meter dan 2 yang lain lebih kecil. Kalau bisa bermain air pasti lebih seru lagi. Sayang kami terburu-buru karena sudah jam 1 siang dan belum makan siang.
Late lunch kami siang itu sudah di rencanakan di :

Resto Mulih Ka Desa, alamatnya di Jl. Samarang, Garut.

Selain resto, mereka juga menyediakan penginapan berbentuk bungalow yang dindingnya terbuat dari bambu. Model restonya adalah khas sunda, dengan saung-saung di tengah empang dan selama makan kita ditemani iringan kecapi sunda. Wiih, mantap, apalagi kami sudah kelaparan karena jam makan yang telat. Makanannya juga enak-enak kok, tanda diolah dengan benar dan tidak sekedar menjual suasana saja.
Karena ditujukan untuk keluarga, permainan anak-anak cukup lengkap, malah anak-anak bisa merasakan naik kerbau. Sayang, toiletnya kurang bersih. 
Setelah kenyang, tujuan selanjutnya adalah mencari oleh-oleh apalagi kalau bukan dodol Garut. Di pusat kota kami mampir di salah satu toko oleh-oleh, dimana saya menenukan makanan bernama Chocodot alias Coklat dodol garut. Untuk rasanya? Hmm.. sok atuh ke Garut … biar ngerasain, soalnya sepertinya di Jakarta belum ada yang jual. Hehe…
Mampir ke sentra penjualan barang-barang dari kulit, lanjut ke hotel untuk mengambil baju ganti trus berendam lagi di Kampung Sumber Alam. Rasa capek langsung hilang dan tidur jadi nyenyak.
Esok pagi, setelah sarapan roti panggang, kami check out dari hotel dan pulang ke Jakarta. Kami tidak langsung pulang ke Jakara dan tidak mampir ke kota Bandung tetapi sepakat untuk mampir ke Pengalengan, sekaligus menghindari jalur Nagrek supaya tidak terjebak macet. Jalur yang kami tempuh ini melewati deretan pegunungan hijau yang cantik sehingga sayang kalau sampai tertidur. Dipuas-puasin melihat pemandangan hijau karena ini hari terakhir liburan.
Di Pengalengan, kami bingung makan di mana dan akhirnya memutuskan untuk mampir ke :

Situ Cileunca




Setelah beberapa kali menanyakan arah, akhirnya kami sampai juga ke Situ Cileunca, Desa Warnasari, Kecamatan Pangalengan, Jawa Barat.
Danau ini merupakan danau buatan yang dibangun pada jaman Belanda pada tahun 1918. Di dekat Situ Cileunca terdapat sungai Palayangan yang bisa digunakan untuk kegiatan rafting.

Sayang sekali, keindahan danau tidak ditunjang dengan fasilitas tempat makan yang memadai. Hanya ada rumah makan dengan kondisi yang seadanya dengan menu makanan yang seadanya pula. Dan sambil browsing di internet kami mendapat info bahwa rumah makan tersebut sangat tidak direkomendasikan karena memasang harga yang selangit dengan rasa yang menyedihkan.
Sungguh kontras dengan situasi saat itu dimana sedang diadakan kejuaraan pekan olah raga dan pertandingan olah raga mendayung tingkat daerah.
Melihat potensi yang ada, seharusnya pemerintah daerah bisa menata kawasan itu menjadi lebih baik lagi. Halo pak Dede Yusuf? Atau siapapun pemerintah daerah yang bertanggung jawab ..
Menurut info yang saya dapat (ini saya cari kemudian), memetik strawberry bisa dilakukan di seberang danau dengan menumpang perahu selain bisa berkunjung ke kebun arbei yang terletak di dekatnya.

Kami juga agak kesulitan mencari rumah makan di seputar Pengalengan, ternyata di sana tidak ada rumah makan keluarga yang cukup besar. Memang kesalahan kami juga, tidak mencari info lengkap terlebih dulu mengenai rumah makan di daerah ini. Karena berharap akan menemukan rumah makan di pinggir situ Cileunca.
Akhirnya kami singgah di rumah makan Asti yang tepat berada di ujung kelokan jalan, sebelum meninggalkan area Pengalengan. Tulisan di depannya, rumah makan ini menyediakan sop buntut.
Ah, akhirnya, ada juga rumah makan yang cukup baik. Dan setelah melihat menunya, selain sop buntut ada menu lain seperti ayam goreng dan gepuk. Gepuknya enak, gurih dan empuk. Sop Buntutnya juga lumayan.
Di sini juga menjual aneka ragam olahan dari susu untuk oleh-oleh, seperti kerupuk susu, permen susu, nougat susu dan dodol susu.

Setelah itu perjalanan ke Jakarta relatif lancar, dari Pengalengan kembali ke Banjaran dan lanjut menuju Bandung. Hanya sedikit macet di pasar sebelum masuk ke tol Cipularang melalui pintu tol Moch Toha dan sampai di Jakarta sekitar jam 7 malam.

Sunday, 11 July 2010

Explore Garut (1)




Hari Jumat, tepat jam 8 pagi dimulailah perjalanan menuju Garut. Lalu lintas lumayan lancar, selepas tol cipularang, balik arah, ambil jalan mengarah ke Garut lewat Nagrek. Di sini mulai ada sedikit tersendat, tetapi masih normal. Dan akhirnya sekitar jam 12 siang, sampai di obyek wisata yang paling awal dikunjungi yaitu :

Citu Cangkuang

Citu Cangkuang adalah sebuah danau kecil atau situ dimana dibagian tengah dari situ tersebut terdapat Candi yang bernama Candi Cangkuang. Untuk menuju ke candi tersebut kita harus naik rakit terlebih dahulu. Sewa rakit sebesar Rp 60 ribu rupiah pergi pulang. Jika berbarengan dengan pengunjung lain sebenarnya kita hanya membayar Rp. 3 ribu saja. Pemandangan danau cukup indah, air situ yang berwarna kehijauan dilatari dengan gunung dikejauhan membuat betah untuk berlama-lama. Apalagi udara cukup sejuk. Candi Cangkuang adalah sebuah candi Hindu yang ditemukan pertama kali pada Abad VIII dan dilakukan pemugaran pada tahun 1966. Di dekat candi terdapat museum dimana di sana terdapat naskah khutbah jumat paling panjang di Indonesia dan naskah Al Qur’an pada abad XVII. Sayang keadaan museum agak kotor dan kurang terawat walaupun ada satu orang penjaga di sana. Disamping Candi cangkuang terdapat sebuah pemukiman penduduk bernama Kampung Pulo. Kampung tersebut terdiri dari enam buah rumah dan kepala keluarga. Jumlah kepala keluarga di kampung ini memang harus 6 orang, apabila ada perkawinan sehingga menyebabkan kepala keluarga bertambah maka salah satu harus meninggalkan kampung adat ini. Pada awalnya penduduk kampung Pulo menganut agama Hindu tetapi setelah Embah Dalem Muhammad singgah di daerah ini, beliau mulai menyebarkan agama Islam kepada penduduk kampung Pulo sampai akhirnya beliau wafat dan dimakamkan di sini. Walaupun 100% masyarakat kampung Pulo beragama Islam tetapi mereka juga tetap melaksanakan sebagian upacara ritual Hindu.
Setelah puas menikmati keindahan Situ serta Candi Cangkuang, kami singgah makan siang di rumah makan yang terletak tidak jauh dari sana. Rumah makan Dapur Cobek, bergaya saung-saung ditengah danau buatan dengan pohon-pohon hijau menambah asyik suasana makan, apalagi perut sudah lapar berat. Untuk praktisnya, kami semua memesan paket nasi bakar yang sudah lengkap dengan tahu tempe dengan pilihan ayam goreng atau empal. Recommeded. Di rumah makan tersebut terdapat fasilitas ruang meeting, tempat memancing dan permainan anak-anak.



Tujuan wisata selanjutnya adalah :

Kawah Kamojang

Perjalanan ke kawah Kamojang diwarnai hujan dan kabut tebal, karena letaknya yang di di ketinggian sekitar 1.730 meter di atas permukaan laut.
Di tempat inilah untuk pertama kalinya dibangun pembangkit listrik tenaga panas bumi di Indonesia. Sebenarnya terdawat 23 kawah di areal PLTU Kamojang, tetapi kami hanya mengunjungi beberapa saja. Kawah yang berbentuk danau dengan asap yang mengepul dari permukaan airnya tersebar di beberapa tempat, satu diantaranya bernama kawah Manuk. Selain kawah berbentuk danau, ada pula Kawah Kereta Api yang sebenarnya adalah bekas sumur panas sedalam 60 meter yang dibuat oleh Belanda pada tahun 1928. Asap panasnya menyembur dengan tekanan 2,5 bar dengan kapasitas 2-3 ton per jam. Uap yang keluar dari sumur ini terdengar nyaring, menunjukkan betapa kuatnya tekanan dari perut Bumi. Bapak guide yang mengantar kami menunjukkan bagaimana dari tekanan uap tersebut dapat dibunyikan layaknya bunyi kereta api. Seruu… Apalagi kita dapat mandi uap istilah kerennya, sauna di alam terbuka dengan menggunakan uap dari kawah yang terdapat tidak jauh dari kawah kereta api tersebut. Selain sauna, pada kawah di dekatnya kita bisa merasakan akupuntur, percikan air kawah diarahkan oleh bapak guide ka arah badan kita yang berdiri membelakangi kawah, sehingga rasanya seperti ditusuk-tusuk jarum. Asyik banget.
Saran saya, untuk mengeksplore lebih jauh lokasi wisata Kawah Kamojang, memang lebih baik menggunakan jasa pemandu, selain kita lebih banyak mengetahui tentang lokasi-lokasi kawah juga untuk keamanan.



Check in penginapan kami selama explore Garut adalah Hotel Augusta, hotel ini berbeda dengan penginapan dengan fasilitas kolam rendam air panas yang berada di daerah Cipanas, Garut. Hotel Augusta sengaja dipilih karena kami akan lebih banyak jalan-jalan diluar dan hotel hanya sebagai tempat bermalam, jadi tidak perlu yang terlalu mewah. Cukup hanya kamar dengan fasilitas TV dan air panas, tetapi ternyata tidak memakai AC.

Jika ingin tempat menginap dan membawa keluarga bisa memilih : Kampung Sumber Alam, Hotel Sabda Alam, Tirtagangga atau Danau Dariza serta penginapan lain yang letaknya agak ke atas dengan pemandangan pengunungan seperti Bukit Alamanda atau yang ekslusif dengan danaunya seperti Kampung Sampireun dengan cottage di pinggir danaunya. Kami sempat mampir ke sana sepulang dari kawah Kamojang untuk berfoto-foto.

Malamnya, karena di hotel tidak ada tempat berendam air panas, kami menuju Kampung Sumber Alam untuk berendam di kamar rendam yang disewakan di sana.

Makan malam dilakukan di pasar Ceplak yang berada di tengah kota Garut, di sana terdapat bermacam-macam makanan ala warung kaki lima. Tinggal pilih sesuai selera, kami memilih makan ayam bakar Yogjo sesuai rekomendasi dari seorang tukang parkir dan memang warung tersebut terlihat paling ramai. Rasanya lumayan enak, tidak mengecewakanlah.
Jam 9 malam kami sudah sampai hotel lagi karena akan menonton pertandingan semi final World Cup antara Jerman – Argentina.

Thursday, 20 May 2010

Bali, I'm coming..




Asyik..asyik…akhirnya jadi juga ke Bali… senangnya..
Beberapa hari sebelumnya udah browsing cari-cari informasi. Maklum lah, dana terbatas, gara-gara bulan sebelumnya udah abis-abisan, dipake jalan-jalan ke Phuket.
Untuk hotel , karena kebetulan jalan sendiri (yang nemenin mendadak nggak bisa ikut ) udah booking online di Tune Hotel, Kuta. Murah meriah dengan fasilitas setara hotel berbintang. 2 malam Cuma Rp. 236 ribu rupiah.
Sewa mobil, udah ok dengan bantuan teman yang tinggal di Bali, dapet harga yang lumayan murah, mobil Katana dengan sopir. Dan ternyata setelah confirm dengan pemilik sewa mobil, sekalian di booking-in untuk rafting di Sungai Telaga Waja. Siiplah..
Sehari sebelum berangkat, telpon teman yang tinggal di Bali, ternyata dia bersedia menemani, no problemo berangkat sendiri. Selama masih di Indonesia.

Hari I
Pesawat Air Asia tiba dengan selamat di Bandara Ngurah Rai jam 5 sore, nawar taxi untuk ke hotel di daerah Kuta, langsung check in di Tune Hotel. Proses check in lumayan cepat, setelah memberikan print-an booking hotel, mengisi data-data lalu diberikan kartu untuk kunci kamar, dengan jaminan Rp. 15 ribu.
Walaupun termasuk low budget hotel, fasilitasnya lumayan lengkap, ada lift dan mini market di lobby hotel. Karena di kamar memang tidak disediakan fasilitas air minum. Hotelnya mirip dengan kost-kostan, dengan deretan kamar dan gang di depannya yang berhadapan dengan taman kecil Kamarnya kecil, tapi tempat tidur ukuran single-nya memakai kasur king koil, jadi cukup nyaman. Kipas angin terpasang di langit-langit kamar, apabila ingin memakai ac tarifnya Rp. 50 ribu selama 12 jam. Jadi cukup hemat. Kamar mandi memakai shower dengan air yang cukup deras, air dingin dan panas lengkap tersedia, pokoknya ok banget. Tetapi tidak ada handuk dan toiletries. Tidak ada TV dan Kulkas. Ada meja kecil yang bisa dilipat dan ada gantungan baju lengkap dengan beberapa hanger untuk menggantung baju.
Setelah meletakkan tas, tujuan berikut adalah : pantai Kuta, hanya berjalan selama 5 menit, sampailah di pantai yang sore itu rameee bangettt…karena ada rombongan bis-bis wisata. Maklum udah masuk libur sekolah.
Malamnya bersama teman makan malam di warung Mina, Denpasar, dengan menu of the day adalah gurami betutu. Cukup unik, yang biasanya menggunakan ayam kali ini adalah ikan. Tapi cukup enak kok, tidak mengecewakan.
Sampai di hotel langsung tidur, persiapan bangun pagi buat besok.

Hari 2
Pagi jam 8 udah duduk manis di lobby hotel, nunggu jemputan dari Pak Komang, driver mobil sewaan saya hari itu. Made, teman perjalananan saya datang bersamaan dengan Pak Komang, jadi bisa langsung berangkat. Halaman hotel yang kecil membuat tidak banyak mobil yang bisa parkir. Ternyata, tadi pak supir sempat salah jemput ke Tune Hotel yang satu lagi, di Legian. Ya jelas aja nggak ketemu. Menu sarapan pagi itu, yang dibawa oleh teman saya adalah nasi ayam betutu yang enak banget, sayang saya udah lupa dia beli di mana.
Mobil diarahkan ke daerah Karangasem, tempat sungai Telaga Waja berada. Yup, hari ini saya mau rafting! Finally, my dream come true, rafting di sungai Telaga Waja. Di Bali, terdapat dua sungai yang biasa dipakai untuk rafting, Sungai Ayung di daerah Badung dan Sungai Telaga Waja. Tetapi setelah bertanya ke teman, ternyata lebih menantang sungai Telaga Waja, selain itu airnya lebih jernih.
Tiba di lokasi, begitu pintu mobil dibuka, saya disapa dengan sapaan dalam bahasa Inggris dan ketika yang turun adalah saya mereka jadi bingung.. hehe…terlihat dari muka mereka yang tampak terpesona.
Maklum, semua peserta rafting hari itu adalah turis asing kecuali saya. Dan menurut informasi dari pengurus rafting, kebanyakan memang turis asing yang berminat rafting, turis lokal sedikit sekali.
Saya satu perahu dengan sepasang turis asal Korea, sehingga perintah dari skipper untuk mendayung maju atau mundur menggunakan bahasa Korea dan saya harus menyesuaikan dengan bahasa tersebut. Hehe… Sebenernya saya lagi rafting di Bali atau bukan ya?
Setelah menuruni tangga yang lumayan jauh akhirnya sampai juga di tepi sungai. Waah…air sungainya jerniiihhh dan dingin. Jeram-jeramnya panjang, membuat kita harus terus waspada untuk mendayung. Tidak ada jeram yang cukup ekstreme, tetapi kontur sungai yang berbatu-batu dan naik turun membuat jeram-jeramnya menjadi panjang dan cukup mengasyikkan, ditambah pemandangan pepohonan hijau di sepanjang sungai serta beberapa air terjun yang cukup deras membuat perjalanan selama 2,5 jam tidak terasa. Apalagi perhentian untuk kami beristirahat adalah di sebuah air terjun yang lumayan indah…asyiik banget..
Sebagai kejutan, untuk penutup rafting ternyata bukan hanya jeram yang ekstreme berupa pusaran air atau sebangsanya. Skipper tidak menjelaskan, kami diminta duduk di didasar perahu sambil berpegangan kencang pada tali yang tersedia dan ternyata….perahu terbang menuruni air terjun, ketika perahu melayang di udara dan mendarat lagi di sungai dengan mulus, jantung serasa berhenti berdetak tetapi.. itulah saat yang paling mengasyikkan dari rafting. Pokoknya, seru banget.
Setelah mandi dan makan siang dengan menu prasmanan yang telah disediakan, perjalanan kembali dilanjutkan menuju Tanjung Benoa.
Sekitar 2 jam barulah kami sampai di Tanjung Benoa, memang agak jauh letaknya karena harus memutar, melewati Denpasar dan Sanur. Begitu sampai di lokasi, disambut oleh para operator yang menawarkan aktivitas air di sini. Ada banana boat, parasailing, flying fish dan jet ski.
Saya langsung menawar harga untuk parasailing dan tanpa diberi kesempatan untuk berpikir lagi (awalnya agak ragu karena takut) saya langsung dipakaikan perlengkapan untuk parasailing tersebut. Sambil diberi instruksi, bahwa saya harus sedikit berlari sewaktu boat berjalan dan ketika hendak turun akan diberi tanda dengan bendera merah atau biru, dimana bendera biru berarti tangan kanan yang menarik tali dan sebaliknya.
Ternyata, hanya sekejap saja saya berlari dan dalam hitungan detik saya sudah ada di udara, ditarik oleh parasut yang mengembang. Senangnya bisa terbang seperti burung… pemandangan laut biru sejauh mata memandang dengan kapal-kapal di bawah yang semakin kecil bentuknya. Tapi ternyata satu putaran itu hanya sebentar sekali, tidak lama saya mendengar aba-aba dari toa bahwa saya harus menarik tali sebelah kanan, karena kalau tidak ditarik nanti parasut tidak akan turun. Ah, leganya bisa mendarat dengan selamat.

Hari 3

Hari terakhir. Pagi-pagi jalan ke Pantai Kuta, monumen Bom Bali, balik lagi ke pantai Kuta dan sewaktu sedang jalan-jalan di pantai, mendengar pengumuman bahwa akan dilakukan pelepasan penyu di pantai Kuta.
Wah, kebetulan nih, ada tontonan menarik. Karena pesawat jam 1 siang, saya memutuskan untuk balik dulu ke hotel untuk check-out (batas check out maksimal jam 10.30) dan langsung menuju pantai Kuta lagi untuk melihat pelepasan penyu-penyu yang semuanya berjumlah 70 ekor. Yang dilepas ini bukan tukik alias bayi penyu, tetapi penyu yang besar-besar. Belakangan saya baru tau kalau penyu-penyu itu adalah hasil sitaan dari kawanan penyelundup. Penyu-penyu tersebut didatangkan dari kawasan pantai Sulawesi dan akan dijual di Denpasar. Polisi menemukannya di sebuah gudang. Kasian sekali, penyu-penyu tersebut tampak menderita, dengan kaki depan yang terikat tali dan nampak kekeringan. Jadi sewaktu mereka di turunkan dari kendaraan langsung disiram menggunakan air. Dan ternyata, Karena penyu-penyu ini adalah hasil sitaan dari penyelundup, maka untuk acara pelepasan ke lautpun harus menunggu Kapolda Bali yang masih agak lama baru datang. kasian penyu-penyu itu harus kepanasan menunggu upacara seremonial, padahal laut hanya berjarak beberapa meter. *sigh*
Tetapi, akhirnya, pelepasan penyu berlangsung mulus, semua penyu berhasil dilepas ke laut lepas, bebas kembali ke habitatnya. Beruntung penyelundupan berhasil digagalkan, kalau tidak kasihan sekali nasib mereka harus berakhir di perut manusia.
Dari pantai Kuta, saya langsung naik taxi ke Bandara dan pesawat lepas landas dengan mulus walau telat 10 menit. Oh iya, dalam perjalanan ke bandara sempat mampir ke Nasi Pedas Bu Andika yang letaknya tepat di depan Joger, lumayan buat makan siang :)

Monday, 10 May 2010

Pentas Teater Tetas "Durna Rumangsa"

Hari      :  Minggu, 23 Mei 2010
Waktu  : 15.00 - 16.30
Tempat : Gedung Pewayangan Kautaman - TMII

Melihat kondisi bangsa yang semakin carut-marut, tata nilai semakin tumpang-tindih, manusia lebih menuruti naluri daripada nurani, Resi Durna mendadak bertanya-tanya, kalau-kalau ada perannya sebagai guru bangsa yang ikut melantarkan situasi tersebut. Ia pun mencoba mawas diri, merenungkan kembali perjalananan hidupnya. Mencoba menimbang dan menilik berbagai peristiwa yang telah dilaluinya.

Penggalan cerita itu merupakan bagian dari pertunjukan “Durna Rumangsa”, yang ditulis dan disutradarai oleh Ags. Arya Dipayana, yang akan dipentaskan oleh Teater Tetas di Gedung Pewayangan Kautaman, Taman Mini, Jakarta Timur. Pementasan tersebut akan dilaksanakan pada hari Minggu, tanggal 23 Mei 2010, jam 15.00.

Pentas Teater Tetas kali ini diprakarsai oleh Teater Wayang Indonesia, bekerjasama dengan Sena Wangi, Pepadhi, Gedung Pewayangan Kautaman, dengan dukungan dari Depbudpar. Di samping sebagai pentas rutin yang setiap bulan di Gedung Pewayangan, pertunjukan kali ini dimaksudkan pula sebagai cara lain dalam memperingati Hari Kebangkitan Nasional.

“Kita selalu bingung ketika berpikir tentang bagaimana harus memperbaiki negeri ini. Saya kira hal pertawa yang bisa kita lakukan adalah rumangsa,” kata Drs. Solichin, Ketua Umum Sena Wangi. Lebih jauh beliau mengharapkan bahwa pertunjukan ini dapat mengetuk hati para guru bangsa, yang segala perilakunya menjadi contoh bagi rakyatnya.

“Durna Rumangsa” akan dipentaskan dalam format semi kolosal dengan durasi 90 menit, didukung pemain-pemain Teater Tetas seperti Didi Hasyim, Meyke Vierna, Hari Prasetyo, Harris Syaus, Artasya Sudirman dan banyak lagi. Penata musik Nanang Hape mendukung pertunjukan ini dengan mengusung musik kontemporer berbasis karawitan Jawa.

Pentas ini terbuka untuk umum, dengan harga tanda masuk sebesar Rp. 100.000. Untuk pemesanan dan keterangan, dapat menghubungi sekretariat Teater Wayang Indonesia, di nomor 021-87799886.

Saturday, 8 May 2010

Puding Roti Kukus

Mudah dibuat, tinggal campur-campur bahan aja. Apalagi buat yang nggak punya oven.
Dimuat di tabloid Bintang Indonesia, tanggl 2 Mei 2010.

Tips :
untuk cetakan, karena saya tidak menyiapkan cetakan mangkuk aluminimum foil, adonan di jadikan satu saja.


Bahan :

5 lembar roti tawar, sobek-sobek
700 ml susu cair
2 butir telur ayam, kocok lepas
1/2 sdt vanili
125 gram gula pasir
100 gram margarin, cairkan
100 gram kismis
100 gram keju parut

Cara membuat :

1. Campur roti tawar, susu cair, telur, vanili, gula pasir, aduk rata hingga gula larut.
2. Tambahkan margarin cair, kismis dan 3/4 bagian keju parut, aduk rata kembali
3. Tuang adonan roti ke dalam cetakan mangkuk aluminium foil yang telah diolesi margarin, beri taburan keju parut, kukus hingga matang.