Sunday, 11 July 2010

Explore Garut (1)




Hari Jumat, tepat jam 8 pagi dimulailah perjalanan menuju Garut. Lalu lintas lumayan lancar, selepas tol cipularang, balik arah, ambil jalan mengarah ke Garut lewat Nagrek. Di sini mulai ada sedikit tersendat, tetapi masih normal. Dan akhirnya sekitar jam 12 siang, sampai di obyek wisata yang paling awal dikunjungi yaitu :

Citu Cangkuang

Citu Cangkuang adalah sebuah danau kecil atau situ dimana dibagian tengah dari situ tersebut terdapat Candi yang bernama Candi Cangkuang. Untuk menuju ke candi tersebut kita harus naik rakit terlebih dahulu. Sewa rakit sebesar Rp 60 ribu rupiah pergi pulang. Jika berbarengan dengan pengunjung lain sebenarnya kita hanya membayar Rp. 3 ribu saja. Pemandangan danau cukup indah, air situ yang berwarna kehijauan dilatari dengan gunung dikejauhan membuat betah untuk berlama-lama. Apalagi udara cukup sejuk. Candi Cangkuang adalah sebuah candi Hindu yang ditemukan pertama kali pada Abad VIII dan dilakukan pemugaran pada tahun 1966. Di dekat candi terdapat museum dimana di sana terdapat naskah khutbah jumat paling panjang di Indonesia dan naskah Al Qur’an pada abad XVII. Sayang keadaan museum agak kotor dan kurang terawat walaupun ada satu orang penjaga di sana. Disamping Candi cangkuang terdapat sebuah pemukiman penduduk bernama Kampung Pulo. Kampung tersebut terdiri dari enam buah rumah dan kepala keluarga. Jumlah kepala keluarga di kampung ini memang harus 6 orang, apabila ada perkawinan sehingga menyebabkan kepala keluarga bertambah maka salah satu harus meninggalkan kampung adat ini. Pada awalnya penduduk kampung Pulo menganut agama Hindu tetapi setelah Embah Dalem Muhammad singgah di daerah ini, beliau mulai menyebarkan agama Islam kepada penduduk kampung Pulo sampai akhirnya beliau wafat dan dimakamkan di sini. Walaupun 100% masyarakat kampung Pulo beragama Islam tetapi mereka juga tetap melaksanakan sebagian upacara ritual Hindu.
Setelah puas menikmati keindahan Situ serta Candi Cangkuang, kami singgah makan siang di rumah makan yang terletak tidak jauh dari sana. Rumah makan Dapur Cobek, bergaya saung-saung ditengah danau buatan dengan pohon-pohon hijau menambah asyik suasana makan, apalagi perut sudah lapar berat. Untuk praktisnya, kami semua memesan paket nasi bakar yang sudah lengkap dengan tahu tempe dengan pilihan ayam goreng atau empal. Recommeded. Di rumah makan tersebut terdapat fasilitas ruang meeting, tempat memancing dan permainan anak-anak.



Tujuan wisata selanjutnya adalah :

Kawah Kamojang

Perjalanan ke kawah Kamojang diwarnai hujan dan kabut tebal, karena letaknya yang di di ketinggian sekitar 1.730 meter di atas permukaan laut.
Di tempat inilah untuk pertama kalinya dibangun pembangkit listrik tenaga panas bumi di Indonesia. Sebenarnya terdawat 23 kawah di areal PLTU Kamojang, tetapi kami hanya mengunjungi beberapa saja. Kawah yang berbentuk danau dengan asap yang mengepul dari permukaan airnya tersebar di beberapa tempat, satu diantaranya bernama kawah Manuk. Selain kawah berbentuk danau, ada pula Kawah Kereta Api yang sebenarnya adalah bekas sumur panas sedalam 60 meter yang dibuat oleh Belanda pada tahun 1928. Asap panasnya menyembur dengan tekanan 2,5 bar dengan kapasitas 2-3 ton per jam. Uap yang keluar dari sumur ini terdengar nyaring, menunjukkan betapa kuatnya tekanan dari perut Bumi. Bapak guide yang mengantar kami menunjukkan bagaimana dari tekanan uap tersebut dapat dibunyikan layaknya bunyi kereta api. Seruu… Apalagi kita dapat mandi uap istilah kerennya, sauna di alam terbuka dengan menggunakan uap dari kawah yang terdapat tidak jauh dari kawah kereta api tersebut. Selain sauna, pada kawah di dekatnya kita bisa merasakan akupuntur, percikan air kawah diarahkan oleh bapak guide ka arah badan kita yang berdiri membelakangi kawah, sehingga rasanya seperti ditusuk-tusuk jarum. Asyik banget.
Saran saya, untuk mengeksplore lebih jauh lokasi wisata Kawah Kamojang, memang lebih baik menggunakan jasa pemandu, selain kita lebih banyak mengetahui tentang lokasi-lokasi kawah juga untuk keamanan.



Check in penginapan kami selama explore Garut adalah Hotel Augusta, hotel ini berbeda dengan penginapan dengan fasilitas kolam rendam air panas yang berada di daerah Cipanas, Garut. Hotel Augusta sengaja dipilih karena kami akan lebih banyak jalan-jalan diluar dan hotel hanya sebagai tempat bermalam, jadi tidak perlu yang terlalu mewah. Cukup hanya kamar dengan fasilitas TV dan air panas, tetapi ternyata tidak memakai AC.

Jika ingin tempat menginap dan membawa keluarga bisa memilih : Kampung Sumber Alam, Hotel Sabda Alam, Tirtagangga atau Danau Dariza serta penginapan lain yang letaknya agak ke atas dengan pemandangan pengunungan seperti Bukit Alamanda atau yang ekslusif dengan danaunya seperti Kampung Sampireun dengan cottage di pinggir danaunya. Kami sempat mampir ke sana sepulang dari kawah Kamojang untuk berfoto-foto.

Malamnya, karena di hotel tidak ada tempat berendam air panas, kami menuju Kampung Sumber Alam untuk berendam di kamar rendam yang disewakan di sana.

Makan malam dilakukan di pasar Ceplak yang berada di tengah kota Garut, di sana terdapat bermacam-macam makanan ala warung kaki lima. Tinggal pilih sesuai selera, kami memilih makan ayam bakar Yogjo sesuai rekomendasi dari seorang tukang parkir dan memang warung tersebut terlihat paling ramai. Rasanya lumayan enak, tidak mengecewakanlah.
Jam 9 malam kami sudah sampai hotel lagi karena akan menonton pertandingan semi final World Cup antara Jerman – Argentina.

4 comments: