Tuesday, 30 January 2018

Mengenal Jakarta Lebih Dekat : Kampung Tugu, Kampung Portugis di Jakarta



Sebenarnya sudah sejak lama Ira Lathief, pendiri Jakarta Food Traveler, organizer yang mengelola tour seputar Jakarta, mengajak saya untuk ikut di salah satu tournya.  Apalagi teman-teman di beberapa grup WA juga sudah share rute-rute walking tour dari Jakarta Food Traveler. Ada berbagai macam rute yang bisa dipilih sesuai keinginan kita dengan berbagai macam obyek wisata yang (sebenarnya) dengan mudah bisa kita  datangi sendiri.  Hal ini yang membuat saya ragu untuk ikut. Menurut Ira,  awal mula tercetus ide walking tour seputar Jakarta, adalah saat Gubernur DKI masih dijabat oleh pak Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok. Ada rute tour naik bus tingkat wisata yang bisa membawa kita ke Kalijodo setelah berkunjung ke Balaikota. Dimulai dari rute tersebut,  Ira mulai membuat rute-rute lain, seperti ke Glodok, Cilincing, Pasar Baru, Kota Tua, Mangga Besar dan lain-lain. Rutenya lumayan banyak dan beragam. 

Bagi saya pribadi, rute-rute yang dibuat Ira beberapa ada yang sudah pernah saya datangi dan sudah tidak spesial lagi bagi saya.  Jadi saya memilih rute yang benar-benar lain dari pada yang lain dan tidak akan bisa saya kunjungi jika tidak ikut walking tour Jakarta Food Traveler.  
Setelah berkali-kali janji dan selalu berakhir dengan php akhirnya saya berhasil ikut tour ke Kampung Portugis di Tugu, Jakarta Utara, pada hari Minggu tanggal 21 Januari 2018. Sebelum saya membaca dengan seksama awalnya saya beranggapan Tugu ini lokasinya di Depok. Hehehe.. ternyata Tugu ini adalah sebuah kampung yang letaknya di daerah Semper, Jakarta Utara. Lokasi yang benar-benar asing dan seumur hidup belum pernah saya menginjakkan kaki disana.

Saya menuju ke sana dengan menggunakan bus Transjakarta dari halte LIPI dekat rumah, transit di UKI Cawang dan meneruskan perjalanan dengan Transjakarta tujuan Tanjung Priok dan turun di halte Plumpang. Dengan gojek saya meneruskan perjalanan ke meeting point di Gereja Tugu.  Saya termasuk peserta yang datang terlambat karena paginya saya ada olahraga lari dulu di CFD, terpaksa karena mau ikut race jadi pagi harinya saya ada jadwal lari. Saya terlambat hampir 30 menit dan dengan muka bersalah saya menuju ke bagian pendaftaran untuk menyerahkan uang sebesar Rp. 100.000,- ( Rp. 60.000,- untuk biaya tour dan Rp. 40.000,- untuk makanan yang dipesan)

Dengan muka sumringah Ira menyambut saya dan dua lagi peserta yang terlambat dan tourpun segera dimulai (karena sudah telat 30 menit dari jadwal jam 9) dengan kata sambutan dari mbak Ira dan teman yang akan memandu perjalanan kita kali ini.

Ikut walking tour jika wisata ke luar negeri sudah bukan hal yang aneh, tetapi ikut walking tour di Jakartapun sebenarnya bukan pengalaman pertama bagi saya. Karena jaman dulu saya pernah ikut tour di kota tua oleh Sahabat Museum, ke Museum Gajah dan ke Istana Presiden. Tetapi itu sudah lamaaa sekali dan baru kali ini bisa ikutan lagi.

Sebenernya pagi menjelang siang cuaca mendung, tetapi semakin lama matahari semakin terik ditambah daerah Jakarta Utara memang kering jadilah siap-siap berdebu dan lepek. Harus siap dengan kacamata hitam atau payung untuk yang gak tahan panas dan niat yang cukup besar untuk ikut tour ini.

Kampung Tugu terletak di daerah Semper dimana di kampong ini hampir 90% penduduknya menganut agama Kristen Protestan dan sebagian dihuni oleh keturunan Portugis. Sebenarnya sudah tinggal sedikit yang benar-benar keturunan asli Portugis karena mereka sudah membaur dengan penduduk lokal dan sebagian ada pula yang pindah ke luar kota atau keluar negeri. Asal muasalnya adalah pada jaman Belanda ketika banyak tawanan orang Portugis yang dibuang ke Batavia sebagai tawanan perang yang akhirnya dibebaskan ketika mereka bersedia menganut agama Kristen. Nama kampung Tugu sendiri berasal dari kata PorTUGUies atau dari prasasti Tugu yang ditemukan tidak jauh dari sana. Di sini juga asal mula dari musik kroncong Tugu yang melegenda dan sudah dimainkan dimana-mana. Para pemusik kroncong Tugupun masih menetap disana dan menerima panggilan untuk bermain musik di acara-acara tertentu dan bahkan diundang sampai ke manca negara. Budaya kampong Tugu inipun masih berusaha dilestarikan oleh penduduknya dengan rutin menggelar acara budaya yang dinamakan Mandi-mandi untuk menyambut Tahun Baru. Dimana mereka akan mengoleskan bedak dingin ke muka dan acara Rabo-rabo yang berupa kunjungan keluarga dimana salah satu anggota harus ikut berkunjung sambung menyambung sampai tiba di rumah saudara yang terakhir yang tertua dan akhirnya ditutup dengan makan besar. Sewaktu acara Mandi-mandi tahun lalu, mantan PM Timor Leste bahkan hadir untuk ikut memeriahkan acara karean ikatan persaudaraan yang kuat sesama keturunan Portugis.




Karena masih ada kebaktian di Gereja Tugu terlebih dulu kami mampir ke Makam keturunan Portugis di belakang gereja. Dengan melihat nisan di makam ini kita jelas terlihat keturunan Portugis yang asli itu memakai nama keluarga Salomons, Abrahams, Quiko dan Michiels.
Dari makam, kami menuju ke arah belakang menuju perkampungan dengan melewati sebuah jembatan dengan besi berwarna merah melewati sungai dengan air yang keruh. Kami menuju rumah Oma Deni yang menceritakan mengenai keadaan di kampong Tugu dari saat beliau menetap disana, dimana kampong tersebut masih berupa hutan dan banyak binatang yang bisa diburu.







Setelah itu melewati jalan-jalan kecil di perkampungan kami menuju rumah Ketua Perkumpulan Kampung Tugu tetapi ternyata beliau sedang tidak ada di rumah. Sehingga perjalanan kembali diteruskan ke rumah Ibu Ena yang memasak makanan khas kampong Tugu yang akan kami nikmati di sini.




Oh iya, ternyata tur ke Kampung Tugu ini diliput oleh Kompas TV dan ada beberapa momen-momen yang kami lakukan khusus untuk diliput. Asyik, aye masuk tipi nih mak.. hahahaha…
Di rumah ibu Ena ini terdapat bale-bale dimana diletakkan alat-alat musik yang dipakai untuk bermain keroncong dan disanalah kami makan kue-kue khas kampung Tugu. Yang paling spesial adalah kue yang bernama Pisang Udang. Walaupun ada kata pisang kue ini tidak mengandung pisang sama sekali, pisang hanya nama untuk daun pembungkusnya saja. Kue ini semacam kue nagasari tetapi dengan isian papaya muda, udang, bawang goreng, sedikit parutan kelapa dan gula merah. Jadi rasanya unik, ada asin dan manis bercampur jadi satu.  Selain itu ada ketan dengan parutan kelapa dan gula merah serta kue apem yang dimakan dengan kinca gula merah yang harum pandan. Dan yang paling spesial adalah Portugis Egg Tart dimana egg tart ini berbeda dengan egg tart yang ada di mall-mall karena kulitnya terbuat dari bahan mirip sagu. Pokoknya unik deh rasanya dan cukup enak.



Makanan lainnya yang dicicipi adalah Pindang Serani. Kata serani berasal dari Nasrani yang merupakan agama yang dianut oleh warga Kampung Tugu. Berbeda dengan pindang umumnya, meski sama-sama menggunakan ikan bandeng, warna kuahnya cenderung hitam. Ini karena bumbu-bumbu seperti asam, serai, jahe, kunyit, cabe, bawang merah dibakar terlebih dahulu (bukan ditumis) sehingga menghasilkan aroma dan rasa yang khas. Selain itu ada Gado-gado siram yang sama dengan gado-gado siram pada umumnya.





Perut kenyang dan kami siap menuju tujuan berikutnya yaitu rumah salah satu anggota orkestra Keroncong Tugu, Arthur James Michiels. Nah, disini saya diminta presenter Kompas TV untuk masuk ke rumah dan membuat liputan mengenai keadaan rumah pak Arthur yang sudah berusia 250 tahun. Kondisi rumah saat itu sedang banjir karena air rembesan dari lantai. Beberapa foto-foto tua dipajang di dinding dan ada yang berlatar belakang gereja Tugu.  Saya diwawancara oleh Kompas TV dan ditanya pendapatnya kenapa tertarik ikutan tur ini. Beberapa kali take ulang karena saya kepanjangan kasih jawaban dan grogi juga ya bok.



Saya tidak sempat mengikuti penjelasan pak Arthur mengenai keroncong tugu sehingga saya kutipkan dari blognya salah seorang peserta tour yang bernama Deny. Silahkan berkunjung  kesini ya…   

Kedatangan bangsa Portugis ke Kampung Tugu menyisakan peninggalan sejarah dan budaya turun temurun. Salah satunya adalah musik keroncong. Dahulu, keroncong dinyanyikan sebagai hiburan untuk melepas lelah setelah pulang bekerja. Dengan alat musik seperti ukulele, masyarakat tugu memainkan keroncong dengan lagu-lagu berbahasa Portugis. Kata keroncong sendiri berasal dari bunyi “crong, crong” dari ukulele yang kemudian dilafalkan menjadi keroncong.

Pak Arthur juga memainkan alat musiknya yang saya dengar lamat-lamat dari dalam rumah. Setelah syuting selesai saya segera bergabung dengan peserta lain dan foto bersama pak Arthur yang masih keliatan bulenya. Tinggi, besar dan ganteng. Hahaha…

Setelah foto-foto kami kembali meneruskan perjalanan melewati jalan utama yang panas dan berdebu menuju Gereja Tugu. Sebelum menuju ke rumah bu Ena kami sempat mampir di tulisan di depan gereja yang menunjukkan bahwa Gereja Tugu ini adalah bangunan cagar budaya. Berbeda dengan gereja protestan yang dibangun oleh Belanda dengan arsitektur kubah, gereja ini dibangun dengan gaya Portugis dengan atap berbentuk kerucut. Gereja Tugu menjadi rumah ibadah kaum mardijkers yang diresmikan pada tahun 1748 dan masih digunakan sampai saat ini. Di samping bangunan gereja juga ada sebuah lonceng. Namun lonceng yang asli kini disimpan di rumah bergaya betawi di depan gereja yang menjadi tempat tinggal pendeta.









Setelah kami berfoto bersama di Gereja Tugu usailah walking tour bersama Jakarta Food Traveler hari ini. Senang akhirnya bisa ikutan gabung, senang mendapat pengetahuan baru, tempat-tempat baru dan bonusnya bisa masuk TV. Hehehe..

Jika teman-teman ingin mengetahui jadwal tour dari Jakarta Food Traveler bisa melihat di akun social media : IG @jakartafoodtraveler FB Jakarta Food Traveler dan website di http://www.wisatakreatifjakarta.com/
Bagi kita yang tinggal di Jakarta, tempat-tempat tersebut bisa didatangi sendiri tanpa ikut tour, tetapi jangan salah, menurut cerita Ira,  peminat tour ini banyak juga dari warga Jakarta dan dari luar kota Jakarta. Bahkan tour warisan Ahok yang menurut saya biasa aja itupun banyak peminatnya.  Jadi, jika kalian ingin jalan-jalan mengenal Jakarta lebih dekat, silahkan pilih rute yang ditawarkan Jakarta Food Traveler ini dan nikmati keseruannya. Siapa tau bisa masuk TV J
Mulai bulan February, ada tour di Bogor dan Bandung juga. Asyik kan.Semakin banyak pilihan.

Note : foto-foto sebagian diambil dari peserta tour dan ada video acara tersebut dari Kompas TV





2 comments: