Thursday 4 January 2018

Beautiful Labuan Bajo. Hari ke 3 : Pink Beach, Snorkling dan Desa Komodo




sunrise gili lawa


Subuh telah tiba. Suasana di kapal mulai sibuk dengan satu kegiatan, antri kamar mandi untuk membersihkan diri dan gosok gigi serta sholat. Yang belum kebagian giliran duduk menikmati udara pagi yang dingin sambil minum kopi dan makan roti yang sudah tersedia. Roti tawar dengan aneka selai disediakan untuk sekedar pengganjal perut sebelum kami memulai aktivitas pagi dengan mendaki bukit di Pulau Gili Lawa untuk menyaksikan sunrise. Kali ini kami mendaki bukit yang berbeda letaknya dengan kemarin.

Jalan menanjak yang kami lalui sepertinya lebih terjal dari kemarin tetapi akhirnya sampai juga kami di atas. Jangan lupa membawa minum karena tenaga lumayan terkuras sesampai di atas. Kejadian itu menimpa saya, ketika ubek-ubek tas, saya nggak nemu botol minum satupun. Terpaksa deh minta sedikit minum ke teman-teman.

Dengan takjub kami semua menikmati detik-detik matahari terbit dari atas bukit. Dari yang awalnya matahari bersinar malu-malu sampai akhirnya panas mulai menyengat, kami tetap menikmatinya sambil berfoto ria. Pemandangan di Gili Lawa ini  memang bagus dan tiada tara. Selain pemandangan laut, kami  foto-foto dengan pemandangan bukit dengan rumputnya yang berwarna coklat. Duh, pokoknya keren banget.







Setelah puas menikmati sunrise, kami  kembali ke kapal untuk menikmati sarapan nasi goreng dengan telur mata sapi yang sudah disiapkan. Nikmat banget makan nasi goreng setelah lelah mendaki. Pokoknya, selama perjalanan ini semua makanan yang dihidangkan selalu enak.

Sambil makan kapal kembali berlayar menuju Manta Point untuk melakukan snorkeling. Tetapi menurut tour guide kami karena saat ini arus bawah laut sangat kencang, maka pari manta sulit ditemukan, sehingga kami hanya berhenti sebentar di area Manta Point dan beberapa dari kami yang berminat bisa turun ke pulau Taka Makassar untuk foto-foto.


Taka Makassar ini  adalah pulau pasir yang menyembul ke daratan.  Di pulau ini kita bisa menghabiskan waktu dengan berenang dan snorkeling.  Saya termasuk rombongan yang menunggu di kapal karena destinasi berikutnya adalah Pink Beach, dimana kami akan snorkeling disana. Jadi setelah rombongan yang foto-foto di Taka Makassar kembali, kami semua menyiapkan diri untuk Pink Beach yang spektakuler itu.


taka makassar


Tiba di Pink Beach, bagi yang berminat bisa ikut snorkeling dan menikmati alam bawah laut sekitar pantai yang bagus. Tapi sayang karena arus deras maka ikan-ikan banyak yang menuju ke laut yang lebih dalam, sehingga kami gagal menikmati keindahan bawah laut pantai Pink ini. Kami hanya menikmati pantai dengan leyeh-leyeh dan mengagumi pasir pantai yang berwarna pink. Warna pink di pasir pantai berasal dari adanya hewan mikroskopik bernama foraminifera yang memproduksi warna merah atau pink terang pada terumbu karang. Tetapi ada juga yang menyebutnya berasal dari pecahan karang berwarna merah. Apapun itu semuanya membuat pantai ini unik dan merupakan salah satu dari 7 pantai di dunia yang pasirnya berwarna pink. Keren ya..


pink beach


Setelah puas menikmati pantai, kami kembali ke kapal untuk menikmati makan siang dan setelah itu tour guide membawa kami ke bagian laut yang masih di area dekat pink beach dengan pantainya yang bernama pantai Namo. Saya dan dua teman yang belum snorkeling di kesempatan pertama akhirnya bisa menikmati juga keindahan bawah laut taman nasional Komodo. Ikan-ikan berwarna warni dapat dinikmati dengan leluasa karena airnya sangat jernih. Terumbu karangnya juga beraneka ragam. Semuanya sungguh luar biasa indahnya yang membuat saya tidak putus mengucap syukur kepada Tuhan.

Setelah puas snorkeling kami berenang menuju pantai Namo untu beristirahat sejenak dan foto-foto.  Pasir di pantai ini  juga berwarna pink loh. Rasanya nggak mau balik ke kapal deh. Tetapi karena hari semakin sore akhirnya kami balik juga ke kapal. Di kapal saya segera mandi dan bersiap-siap karena kapal akan berlabuh di satu-satunya desa yang ada di Pulau Komodo yaitu Desa Komodo.

Desa Komodo merupakan salah satu desa yang terpencil lantaran letak wilayah geografisnya berada di pulau paling luar dari Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Desa yang berpenduduk 1500 jiwa itu memang satu-satunya desa yang ada di taman nasional Komodo dan berada di Pulau Komodo. Secara fisik, masyarakat Suku Komodo memang berbeda dari suku-suku lain seperti Manggarai, Flores, Bugis atau Bima. Kulit orang Suku Komodo terlihat lebih cerah ketimbang masyarakat Flores yang berkulit lebih gelap. Bahasa yang digunakan pun berbeda, baik dari sisi logat hingga perbendaharaan kata. Hal ini unik, karena secara teritorial mereka bermukim dalam satu wilayah administrasi yang sama. Di Desa Komodo, Suku Komodo menjadi suku mayoritas penghuni desa. Sementara itu, sisanya adalah peranakan Bugis atau Bima. Rata-rata penduduk di sini berprofesi sebagai nelayan. Ada pula yang bekerja sebagai pemahat dan perajin suvenir kayu khas Pulau Komodo. Desa Komodo hanya memiliki satu SD dan satu SMP. Jika ingin meneruskan sekolah, mereka harus melanjutkan pendidikan ke sekolah-sekolah yang ada di Labuan Bajo.

Desa Komodo








Kami berjalan kaki menyusuri desa dan berinteraksi dengan penduduk. Banyak anak-anak yang sedang bermain dan ketika bedug maghrib terdengar kami juga ikut sholat di masjid disana.
Hari sudah gelap ketika kami sampai di kapal dan tidak terlalu  lama  menunggu, makan malam sudah siap untuk dinikmati.


Satu malam lagi saya habiskan di laut. Rasanya tidak ingin liburan ini berakhir.



No comments:

Post a Comment