Perjalanan
saya ke Singapore kali ini adalah dalam rangka menonton konser band lengend
asal Inggris, U2, yang baru pertama kalinya mengadakan show di Asia Tenggara
setelah band tersebut berdiri selama 42 tahun. The Joshua Tree tour akan
diselenggarakan di National Stadium Singapore tanggal 30 November dan 1 Desember
2019. Awalnya konser hanya
diselenggarakan pada tanggal 30 November tetapi karena peminat yang membludak
akhirnya konser ditambah 1 hari lagi.
Pada
suatu hari tiba-tiba teman saya mengajak untuk menonton U2 di Singapore dan
ketika saya mengajak suami dia juga tertarik dan akhirnya membelikan tiket
untuk tanggal 1 Desember kelas Festival. Jika dirupiahkan harga tiket tersebut
hampir 2 juta rupiah, tapi demi pengalaman sekali seumur hidup harga tersebut
menjadi tidak ternilai.
Kami
berangkat pada tanggal 30 Desember dengan menggunakan pesawat Batik Air dan
berhasil mendarat dengan mulus di Changi Airport. Sebelum menuju hotel kami
mampir dulu ke The Jewel, air terjun buatan yang sedang hits di Singapore
karena desainnya yang unik. Kerenlah
untuk pose yang Instagramable.
Setelah
puas menikmati The Jewel, kami akhirnya naik taxi menuju ke hotel, the Oasia
Downtown, hotel dengan arsitektur unik dan merupakan hotel dengan penghargaan Pencakar
Langit Terbaik Sejagat 2018 yang diadakan oleh Council on Tall Building and
Urban Habitat (CTBUH) Hotel ini mempunyai karakter tegas di antara sejumlah
gedung karena hampir seluruh eksterior gedung dilapis oleh tanaman berwarna merah dan hijau yang sesuai dengan ruang sekitarnya. Oleh perancangnya WOHA, hotel yang berdiri di atas lahan 1,94 ha itu,
didesain dengan pendekatan arsitektur tropis. Hal tersebut diwujudkan dengan
melapisi semua dinding luar gedung (lapisan kedua) dengan jala kokoh berbahan
alumunium. Ada sekitar 21 spesies tanaman yang menjalar di seluruh jala
tersebut, plus 33 spesies tumbuhan yang ditanam di taman-tamannya. Sesuai
pembagian jenis ruang-ruangnya (SOHO, hotel dan club rooms), pada beberapa
bagian lantainya ada yang dibuat terbuka menjadi area publik (sky garden) dan
fasilitas lain. Selain penghargaan itu, hotel
ini sempat menjadi finalis pada 2016 World Architecture Festival untuk kategori
Mixed-Use (Completed). Penghargaan yang pernah didapat antara lain 2017-18 ULI
Global Awards for Excellence (Urban Land Institute), 17th SIA Architectural
Design Awards 2017 sebagai “Building of
the Year” untuk kategori Commercial (Mixed Development), dan 2017 Green Good
Design Award dari The Chicago Athenaeum
and The European Centre for Architecture Art Design and Urban Studies.
Keren
banget ya hotel ini, beruntung banget saya bisa menginap di sini berkat misua.
Hehe..
Masuk
ke lobby bawah kami disambut oleh dekorasi pohon natal yang dibuat dari botol
minuman yang diisi air berwarna hijau dan ditumpuk seperti pohon natal. Unik.
Resepsionis
berada di lantai 5 dan kamipun menuju ke sana.
Oh
iya, sebelumnya dalam perjalanan menuju hotel kami sempat disambut dengan
kemacetan karena ada serangakaian acara yang bersamaan di Singapore sore itu.
Salah satunya adalah Standard Chartered Marathon yang start pada jam 6 sore dan
menutup beberapa jalan. Selain itu konser U2 hari pertama menambah kemacetan
hari itu. Selain itu ada acara juga di Gardens By The Bay.
Setelah
check in dan menuju kamar, kami tidak bisa berlama-lama menikmati kamar yang
nyaman karena perut yang lapar membuat kami berjalan keluar untuk makan malam.
Kami makan di sebuah mall kecil dekat hotel disebuah chinese resto dengan
makanannya yang lumayan enak.
Setelah
itu kami kembali ke hotel setelah mampir ke 711 dekat hotel untuk beli jajanan.
Esok
harinya setelah sarapan dengan menu yang beraneka ragam, kami bersiap-siap dan
dengan berjalan kaki menuju ke Chinatown yang tidak jauh dari hotel. Walaupun
cuaca panas kami lumayan menikmati jalan di area Singapore karena trotoarnya
yang cukup nyaman. Di sini kami berfoto di beberapa tempat dan melewati tukang
jual duren yang sedang sale tetapi saya tidak bisa makan karena misua tidak
suka. Hiks ☹ Akhirnya saya dihibur dengan difoto-foto di area Chinatown.
Dari
Chinatown dengan MRT kami menuju ke Bugis dan disana kami makan siang di Bugis
Junction. Setelah itu kami menuju ke Orchard untuk bertemu dengan teman saya, mbak Inez yang sedang ada tugas kerjaan di Lucky Plaza. Kami sempat belanja di salah satu mall di Orchard dan selesai belanja kami menuju hotel dan bersiap
untuk ke National Stadium untuk melihat konser yang sudah ditunggu-tunggu.
Ketika
kami datang keadaan masih belum terlalu ramai, kami membeli makanan kecil yang
bisa dimakan sambil duduk menunggu pertunjukkan dimulai. Karena berada di kelas
festival kami duduk lesehan di depan panggung sambil foto-foto. Suasana stadion
yang megah membuat saya merasa excited. Super
excited karena ini adalah pertama kali saya menonon konser band di luar negeri.
Waktu
tunggu akhirnya usai dan para personil U2 segera memulai pertunjukkan. Diiringi histeria penonton mereka menyanyikan lagu pembuka di panggung kecil di samping panggung utama. Membuat saya tidak bisa melihat
karena ketutupan orang banyak. Tetapi
setelah 2 lagu para pemain U2, Bono, The Edge, Adam Clayton, dan Larry Mullen,
Jr. menuju ke panggung utama dengan lagu-lagu hits mereka. Wallpaper raksasa
menayangkan gambar-gambar menyesuaikan dengan lirik lagu yang dimainkan.
Gambar-gambar tersebut sangat indah dan mempunyai visual efek yang sangat
hidup. Wah, saya sampai terharu dan sempat berkaca-kaca. Tidak menyangka
akhirnya bisa berada di depan panggung melihat aksi U2 dengan mata kepala
sendiri. Speechless. Walaupun sudah berumur performa Bono dan teman-teman masih prima, tenaga mereka masih ok untuk ukuran konser yang berlangsung selama 2 jam lebih.
Konser
ditutup dengan lagu legendaris The One yang dinyanyikan dengan diiringi lampu
handphone dari penonton di kelas festival, bak kunang-kunang di kegelapan
malam. Bikin merinding.
Ah,
akhirnya selesai juga konser yang ditunggu-tunggu oleh para penonton dari
Indonesia karena U2 memang tidak mungkin konser di sini.
Usai
konser saya janjian dengan teman saya, Sari untuk foto bersama dan setelah itu
bersama-sama menuju stasiun MRT untuk pulang ke hotel. Hampir semua penonton
diarahkan ke stasiun MRT dan naik kereta tersebut yang sudah dipersiapkan oleh
pemerintah. Hal ini untuk mengurangi kemacetan yang terjadi. Maklum deh yang
nonton kan ratusan ribu orang.
Sampai
di stasiun MRT dekat hotel kami mampir ke 711 untuk membeli makanan dan
akhirnya kembali ke hotel untuk beristirahat. What a day!
Esok
paginya saya sudah bersiap-siap untuk lari pagi
seputaran hotel. Sudah bawa sepatu dan baju lari kayaknya nggak sah
kalau belum lari. Seputaran hotel adalah area downtown yang ramai dengan gedung
pencakar langit tetapi juga diselingi dengan taman-taman yang cantik. Ada pula
tempat bersejarah yang saya lewati dan saya berlari sampai ke daerah
pelabuhan. Saya berlari sekitar 5K dan
kembali ke hotel setelah foto-foto di Teluk Ayer Park. Di dekat hotel memang banyak terdapat taman, membuat suasana sekitar menjadi adem.
Usai sarapan saya sempat pergi sebentar ke Bugis Street untuk membeli
oleh-oleh dan setelah selesai packing kami pindah menuju hotel The Four Points di 382 Havelock Rd, Singapura
169629 di daerah Robertson Quay.
Terletak
di samping singapore river, kami bisa melihat pemandangan sungai dari hotel dan
dengan melewati jembatan kami menuju ke cafe yang ada di seberang untuk makan
siang. Karena saat itu hujan deras kami kembali ke hotel dulu untuk
beristirahat dan setelah itu sore harinya kami pergi ke Marina Bay Sand untuk jalan-jalan, shopping dan makan malam. Pengennya nonton pertunjukan laser disana, tetapi karena hujan pertunjukkannya ditiadakan. Yah... penonton kecewa deh.
Setelah
itu kami pergi ke rumah teman saya Nino, di Kovan Residence. Puas ngobrol kami
pulang ke hotel.
Selama di Singapore kami menggunakan Grab sebagai transportasi karena lebih nyaman dan praktis. Selain itu mobilnya juga bagus-bagus. Jenis mobil yang gak ada di Jakarta. Kalo saya yang pergi sih cukup pakai MRT saja. Sekalian nyoba kartu Jenius untuk MRT di sini. Awalnya perlu di setting untuk perubahan mata uang menjadi SGD dan waktu mencoba langsung bisa dipakai dengan lancar. Praktis. Kursnya langsung menyesuaikan dengan kurs hari itu. Memang lebih mahal sedikit katanya, tetapi lebih praktis nggak usah beli kartu MRT lagi.
Selama di Singapore kami menggunakan Grab sebagai transportasi karena lebih nyaman dan praktis. Selain itu mobilnya juga bagus-bagus. Jenis mobil yang gak ada di Jakarta. Kalo saya yang pergi sih cukup pakai MRT saja. Sekalian nyoba kartu Jenius untuk MRT di sini. Awalnya perlu di setting untuk perubahan mata uang menjadi SGD dan waktu mencoba langsung bisa dipakai dengan lancar. Praktis. Kursnya langsung menyesuaikan dengan kurs hari itu. Memang lebih mahal sedikit katanya, tetapi lebih praktis nggak usah beli kartu MRT lagi.
Esok
paginya saya sempat berenang di hotel sebelum pulang dan bertemu dengan saudara
saya Cipit untuk memberikan titipan yang dibeli di Jakarta. Di Bandara saya
membeli burger Shake and Shac yang sedang hits, shopping dikit dan terbanglah
kami ke Jakarta dengan pesawat Garuda.
No comments:
Post a Comment