Tuesday 2 July 2019

Trip To Banyuwangi, Day 2 : Kawah Ijen yang Memesona, Taman yang Teduh di Surabaya





Jam 12 malam saya sudah bangun dan bersiap-siap, lalu menuju mobil elf yang sudah ada di parkiran. Ngantuk dan excited campur menjadi satu membuat saya sulit tidur pada awal perjalanan. Tetapi karena perjalanan dari hotel lumayan jauh ke sana saya tetap tidur di mobil.

Akhirnya kami sampai juga di pos Paltuding tempat awal pendakian ke kawah Ijen. Disini semua peserta dipersilakan ke kamar mandi dulu untuk pipis karena pendakian memakan waktu sekitar 2 jam dan diatas tidak ada toilet. Iyalah, namanya juga di gunung ya bo. Udaranya dingin sekali, saya membeli kupluk dan tidak membeli sarung tangan yang akhirnya sangat saya sesali kemudian.









Setelah briefing dan berdoa bersama, masing-masing dibagi sebuah masker khusus untuk menahan bau belerang yang sangat menyengat saat kita berada dekat kawah. Kami juga dikenalkan dengan bapak guide yang akan mendampingi grup kami, salah satu dari mantan penambang belerang di kawah Ijen. Saya segera berjalan mendahului peserta lain, bukan maksud ingin duluan sih sebenernya, pengen juga bersama yang lain. Tetapi kaki ini kalau sudah jalan inginnya cepat jadinya saya termasuk peserta yang berada di depan. Bapak guide pun memberi saya lampu yang bisa dilingkarkan di kepala supaya bisa berjalan dengan leluasa. Jalurnya lumayan gelap dan cukup ramai orang yang mendaki. Di beberapa tempat tampak pemandangan lampu-lampu di kejauhan dan disanalah saya berhenti sebentar untuk beristirahat.

Karena saya biasa lari dan ngetrail (lari di pegunungan) dalam waktu 1,5 jam saya sudah sampai di puncak. Saya segera menuju arah kawah dan terdapat tanda batas aman untuk menuju kawah Ijen. Untuk sampai ke bibir kawah pendaki harus turun dengan kondisi jalan yang sangat curam. Ketika sedang duduk untuk mencoba melihat api biru di kawah, yang sepertinya memang tidak bisa terlihat kalau kita dari atas, saya bertemu dengan bapak guide beserta 2 pasangan peserta tur dari grup kami yang baru sampai di puncak. Mereka meggunakan taksi ijen, berupa gerobak roda dua yang ditarik pengemudi yang tak lain adalah mantan penambang belerang di kawah ijen. Para penambang belerang disini sudah terkenal dengan tenaganya yang sangat kuat, karena sekali jalan mereka membawa belerang sampai berkilo2. Melihat jalurnya yang terjal saya sangat salut dengan kekuatan mereka. Dengan keuntungan yang tidak seberapa, mereka tetap gigih menambang.  Karena hasil yang tidak seberapa itu, banyak dari mereka yang beralih menjadi penarik taksi Ijen, walaupun jika orderan taksi tidak banyak, mereka kembali menambang belerang.  Dengan taksi ijen ini para wisatawan tidak perlu capek mendaki dan cukup naik di gerobak yang didorong oleh para driver ini. Biaya yang harus dikeluarkan tentu tidak sedikit, untuk jalur mendaki harga yang dipatok adalah Rp. 800.000,-









Saya bergabung dengan rombongan grup saya tersebut untuk menuju ke tempat dimana kita bisa melihat sunrise. Awalnya ada satu pasangan yang nekat hendak ke bawah untuk melihat blue fire, tetapi karena jalan sangat terjal mereka akhirnya menyerah dan kembali lagi ke atas.

Lagipula jika kita nekat ke bawah, pasti akan susah mengejar sunrise dan pemandangan spektakulernya. 

Saat-saat menunggu sunrise  cuaca sangat dingin dan membuat tangan saya menjadi beku. Menyesal tidak membeli sarung tangan. Ketika masih di jalan dingin tidak terlalu terasa, ketika saya diam saja barulah udara dingin menusuk kulit. Akhirnya saya meminjam sarung tangan salah satu peserta di grup dan beruntung beliau mau memberi pinjaman. Tetapi dengan memakai sarung tangan agak sulit untuk memecet HP untuk selfi. 

Deik-detik sunrise merupakan saat-saat yang sangat menakjubkan, birunya air kawah perlahan-lahan menjadi jelas seiring dengan terbitnya matahari dan pemadangan indah terpampang di depan mata. Asap dari kawah belerang menyempurnakan pemandangan pagi itu. Saya sangat bersyukur bisa berada di sini.

Puas foto-foto dengan berbagai gaya dan di berbagai tempat, kami segera turun kembali karena sudah ada arahan dari tour guide kami yang saat itu sudah menuju ke bawah. Ada beberapa orang dari rombongan kami yang memang sudah berumur sehingga tidak kuat untuk menuju ke atas.
Untuk perjalanan pulang jika ingin memakai jasa taxi Ijen harganya lebih murah hanya sekitar Rp. 100.0000,- - Rp. 200.000,-
Saya sempat bercakap-cakap dengan bapak penambang yang menjadi guide kami dan beliau mengatakan bahwa dirinya adalah suku Osing, suku asli Banyuwangi. Beliau juga menceritakan tentang race Ijen Trail Run yang setiap tahun diadakan di sana. Ada juga festival Jazz yang membuat banyak orang datang ke Banyuwangi. Gubernur Banyuwangi memang sedang menggalakan pariwisata disana dengan membuat banyak acara. 



















Perjalanan pulang sangat lancar karena jalan menurun dan hanya dalam waktu 30 menit saya sudah sampai di pos Paltuding kembali dan mencari rombongan yang ternyata lagi asyik makan bakso. Saya kembali foto-foto di bawah untuk melengkapi dokumentasi.

Kawah Ijen di puncak gunung Ijen (2433 mdpl) memiliki danau kawah asam terluas 5466 ha dan fenomena api birunya dengan ketinggian 5m  terbesar di dunia. Di tepi danau terdapat solfatara yang selalu menghasilkan belerang murni. Gunung kawah Ijen adalah bagian dari kaldera Ijen purba yang berdiameter 15-16 km, yang dikelilingi sekitar 17 kerucut gunung api hasil dari letusan gunung besar kira-kira 50.000 tahun lalu. Proses pendinginan magma di bawah permukaan menjadikan kawah ini berair sangat asam.  Sistem alam di sekitar Ijen telah membentuk drainase alami yang mengalirkan air asam itu. :Proses alami kondensasi cepat pada gas sulfur yang keluar dan penambangan belerang mencegah terbentuknya gas-gas yang dapat menghalangi sinar matahari.

Akhirnya kami semua sudah berkumnpul di dalam mobil elf yang membawa ke hotel. Salam perpisahan diberikan oleh tour guide  dan setelah kami sampai di hotel usailah trip saya ke Banyuwangi dengan operator travel Yuk Banyuwangi. Saya segera ke kamar untuk mandi dan beres-beres dan kembali diantar ke terminal bus untuk menuju ke Surabaya dan dimulailah petualangan saya berikutnya.

Terminal bus tempat saya diturunkan kondisinya sangat sepi Hanya 1 bus yang berada di sana dan bus itu bukan menuju Surabaya melainkan Situbondo. Bus ke Surabaya pada saat siang hari hanya berangkat dari Situbondo. Jadi mau tidak mau saya akhirnya naik ke bus tersebut dan terpaksa menunggu sampai bus itu penuh penumpang.

Hal ini terjadi lebih karena miskomunikasi dengan pihak Travel Yuk Banyuwamngi yang memberi info jika ada bus dari Banyuwamgi menuju Surabaya. Tetapi bukan seperti yang saya bayangkan selama ini, bus tersebut akan selalu tersedia di terminal dan langsung menuju Surabaya. Tetapiiii... bisnya adalah bus ekonomi dan setelah sampai Situbondo saya berganti bus lain yang juga bus ekonomi tanpa ac dan kembali harus menunggu penumpang.

Dalam perjalanan menuju ke Situbondo yang ternyata lumayan jauh kami disuguhi pemandangan monyet-monyet liar yang berkeliaran di jalan. Pemandangan laut di sepanjang sisi jalan juga beberapa saat terlihat. Agak menghibur sih tapi sedikiiit. 

Kalau keadaannya seperti ini mestinya saya tadi nekat ikut peserta tur yang naik kereta dan berusaha naik kereta dengan naik di gerbong restorasi. Tapi nasi sudah menjadi bubur dan apa boleh buat tetap harus dijalani supaya bisa sampai di Surabaya.

Dari yang marah, sebal dan BT akhirnya hanya bisa pasrah dan menunggu saja bis berjalan dan berhenti di tiap-tiap tempat dimana penumpang akan naik dan berhenti pula di tiap-tiap terminal kota-kota yang dilewati dalam perjalanan ke Surabaya. Dari yang awal bis berjalan dengan penumpang terisi di tiap tempat duduk, sampai penuh penumpang dan saya tergencet karena saya duduk paling depan dekat pimtu, sampai akhirnya menjelang sore dan malam, penumpang bus sudah semakin berkurang.

Karena bis ini adalah bis ekonomi, lupakan tol menuju ke Surabaya dari Pasuruan karena bus ini lewat jalan biasa. Saya hanya menatap nanar tulisan menuju tol Pasuruan dan saya kembali pasrah mengikuti arah bis ini membawa saya.  Bus akhirnya masuk tol Sidoarjo menuju Surabaya dan masih memakan waktu agak lama sampai akhirnya bus sampai di terminal Bungurasih yang macet. Saya segera memesan Gojek untuk menuju hotel Alana Surabaya tempat saya menginap malam ini.

Rasanya ini adalah kamar hotel dan kasur paling empuk selama saya menginap di hotel. Badan yang pegal luarbiasa akhirnya bisa beristirahat. Bayangkan saja, sejak hari sabtu pagi akhirnya saya baru bisa istirahat yang sebenarnya pada minggu malam. Dan beruntungnya saya tetap sehat dan tidak ada tanda-tamda kalau habis sakit demam pada hari kamis malam. Tepuk-tepuk pundak sendiri. hihihi..

Sebelum tidur saya pesan makan melalui Gofood dan memilih lontong balap sebagai menu makanan saya malam ini. Tetapi karena terlalu excited berhasil melalui weekend yang menyenangkan saya jadi agak susah tidur dan gegulingan di kasur sambil nonton tv dan bengong sampai akhirnya tertidur.

Pagi harinya saya terbangun dan disambut dengan pemandangan kota Surabaya. Saya mendapat kamar di lantai 8 yang pemdangannya menghadap kota. Setelah sarapan dan gegoleran, saya mandi dan beres-beres serta check out dan menitipkan tas di hotel. Saya ingin makan siang dan jalan-jalan dulu menikmati taman di Surabaya.

Surabaya terkenal dengan taman-tamannya yang indah, rasanya rugi kalau tidak menyempatkan diri ke salah satu taman di sini.

Setelah browsing di Google saya menemukan taman terdekat yang berjarak sekitar 1 km dari hotel adalah Taman Pelangi. Sebenarnya taman ini lebih bagus dinikmati pada malam hari karena ada lampu warna warninya tetapi tidak ada taman lain yang dekat sehingga saya memutuskan untuk kesini saja.









Taman ini terletak di jalan Ahmad Yani, salah satu jalan besar yang ramai di Surabaya. Tetapi ketika saya menjejakkan kaki ke taman ini suasana langsung terasa teduh dengan rimbunnya pohon-pohon. Saya foto-foto di beberapa tempat dan akhirnya menuju rumah makan bebek Sinjay di Ruko Grand Ahmad Yani. Lumayan hanya beberapa ratus meter saya sudah sampai. Restonya masih cukup penuh tapi pelayanannya lumayan cepat sehingga dalam waktu tidak terlalu lama saya sudah bisa menikmati sepiring nasi dengan potongan bebek dengan bumbu khas bebek Sinjay. Duh, nggak terasa nasi 1 porsi habis.  Setelah kenyang saya segera jalan kaki menuju hotel lagi dengan melewati Taman Pelangi kembali.





Sesampai di hotel, ambil tas di tempat penitipan dan dengan Gojek menuju Bandara Juanda. Bandata Juanda bisa ditempuh dengan ojek motor sehingga dengan cepat saya sudah sampai  dan tidak ada hambatan dari pesawat Air Asia yang membawa saya ke Jakarta.

Dari bandara Soetta untuk pertama kalinya saya memilih kereta Bandara untuk pulang. Pas memesan tiket karena baru pertama kali saya sempat dibantu oleh penumpang di belakang saya. Kertas tiket keluar dari mesin dan saya langsung menuju kereta yang ternyata telah ada di jalur.

Seneng juga akhirnya bisa menutup traveling singkat saya di long weekend awal bulan ini dengan pengalaman yang berkesan.

Besoknya sudah ada pengalaman lain yang nenanti yaitu mencoba MRT untuk pertama kali. Yeaay..

Trip Organizer :
Yuk Banyuwangi
IG @yukbanyuwangi






No comments:

Post a Comment