Jam 12 malam saya sudah bangun dan bersiap-siap, lalu menuju mobil elf yang sudah ada di parkiran. Ngantuk dan excited campur menjadi satu membuat saya sulit tidur pada awal perjalanan. Tetapi karena perjalanan dari hotel lumayan jauh ke sana saya tetap tidur di mobil.
Akhirnya kami sampai juga di pos Paltuding tempat awal
pendakian ke kawah Ijen. Disini semua peserta dipersilakan ke kamar mandi dulu
untuk pipis karena pendakian memakan waktu sekitar 2 jam dan diatas tidak ada
toilet. Iyalah, namanya juga di gunung ya bo. Udaranya dingin sekali, saya
membeli kupluk dan tidak membeli sarung tangan yang akhirnya sangat saya sesali
kemudian.
Setelah briefing dan berdoa bersama, masing-masing dibagi sebuah masker khusus untuk menahan bau belerang yang sangat menyengat saat kita berada dekat kawah.
Kami juga dikenalkan dengan bapak guide yang akan mendampingi grup kami, salah satu
dari mantan penambang belerang di kawah Ijen. Saya segera berjalan mendahului
peserta lain, bukan maksud ingin duluan sih sebenernya, pengen juga bersama
yang lain. Tetapi kaki ini kalau sudah jalan inginnya cepat jadinya saya
termasuk peserta yang berada di depan. Bapak guide pun memberi saya lampu yang
bisa dilingkarkan di kepala supaya bisa berjalan dengan leluasa. Jalurnya
lumayan gelap dan cukup ramai orang yang mendaki. Di beberapa tempat tampak
pemandangan lampu-lampu di kejauhan dan disanalah saya berhenti sebentar untuk
beristirahat.
Karena saya biasa lari dan ngetrail (lari di pegunungan) dalam waktu 1,5 jam saya
sudah sampai di puncak. Saya segera menuju arah kawah dan terdapat tanda batas
aman untuk menuju kawah Ijen. Untuk sampai ke bibir kawah pendaki harus turun dengan kondisi jalan yang sangat curam. Ketika sedang duduk untuk mencoba melihat api
biru di kawah, yang sepertinya memang tidak bisa terlihat kalau kita dari atas, saya
bertemu dengan bapak guide beserta 2 pasangan peserta tur dari grup kami yang
baru sampai di puncak. Mereka meggunakan taksi ijen, berupa gerobak roda dua
yang ditarik pengemudi yang tak lain adalah mantan penambang belerang di kawah
ijen. Para penambang belerang disini sudah terkenal dengan tenaganya yang sangat
kuat, karena sekali jalan mereka membawa belerang sampai berkilo2. Melihat
jalurnya yang terjal saya sangat salut dengan kekuatan mereka. Dengan keuntungan yang tidak seberapa, mereka tetap gigih menambang. Karena hasil yang tidak seberapa itu, banyak dari mereka yang beralih menjadi
penarik taksi Ijen, walaupun jika orderan taksi tidak banyak, mereka kembali
menambang belerang. Dengan taksi ijen
ini para wisatawan tidak perlu capek mendaki dan cukup naik di gerobak yang
didorong oleh para driver ini. Biaya yang harus dikeluarkan tentu tidak sedikit,
untuk jalur mendaki harga yang dipatok adalah Rp. 800.000,-
Saya bergabung dengan rombongan grup saya tersebut untuk menuju ke tempat dimana kita bisa melihat sunrise. Awalnya ada satu
pasangan yang nekat hendak ke bawah untuk melihat blue fire, tetapi karena
jalan sangat terjal mereka akhirnya menyerah dan kembali lagi ke atas.
Lagipula jika kita nekat ke bawah, pasti akan susah mengejar
sunrise dan pemandangan spektakulernya.
Saat-saat menunggu sunrise cuaca
sangat dingin dan membuat tangan saya menjadi beku. Menyesal tidak membeli sarung
tangan. Ketika masih di jalan dingin tidak terlalu terasa, ketika saya diam
saja barulah udara dingin menusuk kulit. Akhirnya saya meminjam sarung tangan
salah satu peserta di grup dan beruntung beliau mau memberi pinjaman. Tetapi dengan memakai sarung tangan agak sulit untuk memecet HP untuk selfi.
Deik-detik sunrise merupakan saat-saat yang sangat
menakjubkan, birunya air kawah perlahan-lahan menjadi jelas seiring dengan
terbitnya matahari dan pemadangan indah terpampang di depan mata. Asap dari
kawah belerang menyempurnakan pemandangan pagi itu. Saya sangat bersyukur bisa
berada di sini.
Puas foto-foto dengan berbagai gaya dan di berbagai tempat,
kami segera turun kembali karena sudah ada arahan dari tour guide kami yang
saat itu sudah menuju ke bawah. Ada beberapa orang dari rombongan kami yang
memang sudah berumur sehingga tidak kuat untuk menuju ke atas.
Untuk perjalanan pulang jika ingin memakai jasa taxi Ijen harganya lebih murah hanya sekitar Rp. 100.0000,- - Rp. 200.000,-
Saya sempat bercakap-cakap dengan bapak penambang yang menjadi guide kami dan beliau mengatakan bahwa dirinya adalah suku Osing, suku asli Banyuwangi. Beliau juga menceritakan tentang race Ijen Trail Run yang setiap tahun diadakan di sana. Ada juga festival Jazz yang membuat banyak orang datang ke Banyuwangi. Gubernur Banyuwangi memang sedang menggalakan pariwisata disana dengan membuat banyak acara.
Untuk perjalanan pulang jika ingin memakai jasa taxi Ijen harganya lebih murah hanya sekitar Rp. 100.0000,- - Rp. 200.000,-
Saya sempat bercakap-cakap dengan bapak penambang yang menjadi guide kami dan beliau mengatakan bahwa dirinya adalah suku Osing, suku asli Banyuwangi. Beliau juga menceritakan tentang race Ijen Trail Run yang setiap tahun diadakan di sana. Ada juga festival Jazz yang membuat banyak orang datang ke Banyuwangi. Gubernur Banyuwangi memang sedang menggalakan pariwisata disana dengan membuat banyak acara.
Perjalanan pulang sangat lancar karena jalan menurun dan
hanya dalam waktu 30 menit saya sudah sampai di pos Paltuding kembali dan
mencari rombongan yang ternyata lagi asyik makan bakso. Saya kembali foto-foto
di bawah untuk melengkapi dokumentasi.
Kawah Ijen di puncak gunung Ijen (2433 mdpl) memiliki danau
kawah asam terluas 5466 ha dan fenomena api birunya dengan ketinggian 5m terbesar di dunia. Di tepi danau terdapat
solfatara yang selalu menghasilkan belerang murni. Gunung kawah Ijen adalah
bagian dari kaldera Ijen purba yang berdiameter 15-16 km, yang dikelilingi
sekitar 17 kerucut gunung api hasil dari letusan gunung besar kira-kira 50.000
tahun lalu. Proses pendinginan magma di bawah permukaan menjadikan kawah ini
berair sangat asam. Sistem alam di
sekitar Ijen telah membentuk drainase alami yang mengalirkan air asam itu.
:Proses alami kondensasi cepat pada gas sulfur yang keluar dan penambangan
belerang mencegah terbentuknya gas-gas yang dapat menghalangi sinar matahari.
Akhirnya kami semua sudah berkumnpul di dalam mobil elf yang
membawa ke hotel. Salam perpisahan diberikan oleh tour guide dan setelah kami sampai di hotel usailah trip saya ke Banyuwangi dengan operator travel Yuk
Banyuwangi. Saya segera ke kamar untuk mandi dan beres-beres dan kembali
diantar ke terminal bus untuk menuju ke Surabaya dan dimulailah petualangan
saya berikutnya.
Terminal bus tempat saya diturunkan kondisinya sangat sepi
Hanya 1 bus yang berada di sana dan bus itu bukan menuju Surabaya melainkan
Situbondo. Bus ke Surabaya pada saat siang hari hanya berangkat dari Situbondo.
Jadi mau tidak mau saya akhirnya naik ke bus tersebut dan terpaksa menunggu
sampai bus itu penuh penumpang.
Hal ini terjadi lebih karena miskomunikasi dengan pihak
Travel Yuk Banyuwamngi yang memberi info jika ada bus dari Banyuwamgi menuju
Surabaya. Tetapi bukan seperti yang saya bayangkan selama ini, bus tersebut
akan selalu tersedia di terminal dan langsung menuju Surabaya. Tetapiiii...
bisnya adalah bus ekonomi dan setelah sampai Situbondo saya berganti bus lain
yang juga bus ekonomi tanpa ac dan kembali harus menunggu penumpang.
Dalam perjalanan menuju ke Situbondo yang ternyata lumayan jauh kami disuguhi pemandangan monyet-monyet liar yang berkeliaran di jalan. Pemandangan laut di sepanjang sisi jalan juga beberapa saat terlihat. Agak menghibur sih tapi sedikiiit.
Dalam perjalanan menuju ke Situbondo yang ternyata lumayan jauh kami disuguhi pemandangan monyet-monyet liar yang berkeliaran di jalan. Pemandangan laut di sepanjang sisi jalan juga beberapa saat terlihat. Agak menghibur sih tapi sedikiiit.
Kalau keadaannya seperti ini mestinya saya tadi nekat ikut peserta
tur yang naik kereta dan berusaha naik kereta dengan naik di gerbong restorasi.
Tapi nasi sudah menjadi bubur dan apa boleh buat tetap harus dijalani supaya
bisa sampai di Surabaya.
Dari yang marah, sebal dan BT akhirnya hanya bisa
pasrah dan menunggu saja bis berjalan dan berhenti di tiap-tiap tempat dimana
penumpang akan naik dan berhenti pula di tiap-tiap terminal kota-kota yang
dilewati dalam perjalanan ke Surabaya. Dari yang awal bis berjalan dengan
penumpang terisi di tiap tempat duduk, sampai penuh penumpang dan saya
tergencet karena saya duduk paling depan dekat pimtu, sampai akhirnya menjelang
sore dan malam, penumpang bus sudah semakin berkurang.
Karena bis ini adalah bis ekonomi, lupakan tol menuju ke
Surabaya dari Pasuruan karena bus ini lewat jalan biasa. Saya hanya menatap
nanar tulisan menuju tol Pasuruan dan saya kembali pasrah mengikuti arah bis
ini membawa saya. Bus akhirnya masuk tol
Sidoarjo menuju Surabaya dan masih memakan waktu agak lama sampai akhirnya bus
sampai di terminal Bungurasih yang macet. Saya segera memesan Gojek untuk
menuju hotel Alana Surabaya tempat saya menginap malam ini.
Rasanya ini adalah kamar hotel dan kasur paling empuk selama
saya menginap di hotel. Badan yang pegal luarbiasa akhirnya bisa beristirahat.
Bayangkan saja, sejak hari sabtu pagi akhirnya saya baru bisa istirahat yang
sebenarnya pada minggu malam. Dan beruntungnya saya tetap sehat dan tidak ada
tanda-tamda kalau habis sakit demam pada hari kamis malam. Tepuk-tepuk pundak
sendiri. hihihi..
Sebelum tidur saya pesan makan melalui Gofood dan memilih
lontong balap sebagai menu makanan saya malam ini. Tetapi karena terlalu
excited berhasil melalui weekend yang menyenangkan saya jadi agak susah tidur
dan gegulingan di kasur sambil nonton tv dan bengong sampai akhirnya tertidur.
Pagi harinya saya terbangun dan disambut dengan pemandangan
kota Surabaya. Saya mendapat kamar di lantai 8 yang pemdangannya menghadap
kota. Setelah sarapan dan gegoleran, saya mandi dan beres-beres serta check out
dan menitipkan tas di hotel. Saya ingin makan siang dan jalan-jalan dulu
menikmati taman di Surabaya.
Surabaya terkenal dengan taman-tamannya yang indah, rasanya
rugi kalau tidak menyempatkan diri ke salah satu taman di sini.
Setelah browsing di Google saya menemukan taman terdekat
yang berjarak sekitar 1 km dari hotel adalah Taman Pelangi. Sebenarnya taman
ini lebih bagus dinikmati pada malam hari karena ada lampu warna warninya
tetapi tidak ada taman lain yang dekat sehingga saya memutuskan untuk kesini
saja.
Taman ini terletak di jalan Ahmad Yani, salah satu jalan
besar yang ramai di Surabaya. Tetapi ketika saya menjejakkan kaki ke taman ini
suasana langsung terasa teduh dengan rimbunnya pohon-pohon. Saya foto-foto di
beberapa tempat dan akhirnya menuju rumah makan bebek Sinjay di Ruko Grand
Ahmad Yani. Lumayan hanya beberapa ratus meter saya sudah sampai. Restonya
masih cukup penuh tapi pelayanannya lumayan cepat sehingga dalam waktu tidak
terlalu lama saya sudah bisa menikmati sepiring nasi dengan potongan bebek
dengan bumbu khas bebek Sinjay. Duh, nggak terasa nasi 1 porsi habis. Setelah kenyang saya segera jalan kaki menuju
hotel lagi dengan melewati Taman Pelangi kembali.
Sesampai di hotel, ambil tas di tempat penitipan dan dengan
Gojek menuju Bandara Juanda. Bandata Juanda bisa ditempuh dengan ojek motor
sehingga dengan cepat saya sudah sampai
dan tidak ada hambatan dari pesawat Air Asia yang membawa saya ke
Jakarta.
Dari bandara Soetta untuk pertama kalinya saya memilih
kereta Bandara untuk pulang. Pas memesan tiket karena baru pertama kali saya
sempat dibantu oleh penumpang di belakang saya. Kertas tiket keluar dari mesin
dan saya langsung menuju kereta yang ternyata telah ada di jalur.
Seneng juga akhirnya bisa menutup traveling singkat saya di
long weekend awal bulan ini dengan pengalaman yang berkesan.
Besoknya sudah ada pengalaman lain yang nenanti yaitu
mencoba MRT untuk pertama kali. Yeaay..
Trip Organizer :
Yuk Banyuwangi
IG @yukbanyuwangi
Yuk Banyuwangi
IG @yukbanyuwangi
No comments:
Post a Comment