Thursday 7 June 2018

Mandiri Jogja Marathon : Race Day (Bagian 2)




Sekitar pukul 3 pagi saya akhirnya terbangun karena mati lampu yang mengharuskan semuanya bangun untuk bersiap-siap.  Perasaan campur aduk mewarnai hati ini, antara senang, cemas, takut, deg-degan dan lain-lain semua perasaan campur jadi satu. Setelah semua beres, saya, Andi dan teman satu lagi berjalan menuju garis start di area Candi Prambanan. Karena Andi telah ikut race yang sama tahun lalu membuat kami tidak kesulitan menuju lokasi start. Sekitar 1k kami berjalan, yah, hitung-hitung sebagai pemanasan dan setibanya di lokasi lomba saya sempatkan untuk ke toilet dan pemanasan lagi.   Bos saya di kantor Bu Wanda dan Pak Nico juga ikut serta dan sempat telpon-telponan walau tidak bisa ketemu. Saya sudah harus menuju garis start untuk bersiap-siap. 
Pemandangan candi Prambanan di waktu subuh tampak menakjubkan, terasa magis karena pendar lampunya di tengan gelapnya malam. Sayang saya tidak sempat foto di depannya karena harus mengejar waktu start FM jam 5 pagi.  Tetapi beruntung saya sempat foto candinya.







Akhirnya, setelah menyanyikan lagu Indonesia Raya dan berdoa serta sekedar kata sambutan dari perwakilan Bank Mandiri,  bendera startpun dikibarkan.
Dalam kegelapan subuh pagi itu saya berlari bersama dengan peserta lainnya. Saya berlari santai saja karena jalanan yang sempit dan masih ada puluhan km lagi yang harus ditempuh. Jalanan khas yang biasa ditemui di pedesaan jawa dengan pemandangan sawah dan rumah-rumah penduduk mewarnai km demi km menuju garis finish. Dimulai dari km 6 jalanan sudah mulai menanjak sehingga pace saya mulai melambat. Saya tidak bisa memenuhi target pace 7 yang saya targetkan untuk 21K pertama kurang dari 3 jam.  Disini saya sudah mulai putus asa.  Putus asa yang terlalu dini menurut saya. Entah kenapa saya selalu mengalami hal seperti ini jika berlari Full Marathon. 
Saya wa teman saya yang juga panitia, Bangko.  Yah, hanya sekedar menghubungi seseorang untuk berkeluh kesah supaya bisa menghibur hati dan ternyata  ditanggapi serius oleh teman saya (ikuti terus ceritanya sampai akhir ya..)

Setelah curhat di wa hati saya mulai agak tenang dan saya masih bisa melanjutkan langkah menuju km berikutnya. Sampai di sini saya teringat akan seseorang di Jakarta yang bisa membuat saya tetap melaju menuju garis finish. Saya bertekad akan langsung pulang ke Jakarta jika bisa menginjakkan kaki di garis finish sebelum waktu COT. Rencana saya untuk jalan-jalan dan pulang pada hari Rabu akan saya batalkan. Pokoknya saya harus langsung pulang ke Jakarta besok.
Dengan ketetapan hati seperti itu dengan semangat saya menuju garis finish. KM 21 telah saya lalui dalam 3 jam dan saya bertekad untuk mencapai km km berikutnya. Apalagi setelah km 21 jalan mulai menurun sehingga langkah kaki terasa lebih ringan. Di sini saya juga mampir ke warung untuk membeli teh pucuk. Yes, saya perlu asupan gula rupanya supaya lebih semangat.  Setelah sampai di km 25 saya semakin semangat untuk mencapai km 30.  Rute yang semula berada di jalan pedesaan sudah mulai memasuki jalan perkotaan yang bercampur dengan kendaraan besar dan sengatan panas matahari mulai terasa.  Dengan semangat yang masih tersisa saya tetap mengayunkan kaki selangkah demi selangkah menuju garis finish.

Untuk memberi semangat kepada para peserta panitia memberikan hiburan di sepanjang jalan yang sebelumnya sudah di informasikan kepada para peserta. Yaitu : Jathilan di 6,22,40. Badui di km 9,26, Karawitan di km 12, Hardroh di km 18, Reog di km 32, Keroncong di km 34, Gejog Lesung di km 35 dan Barongan di km 38.  Hmmm… tapi kok saya nggak merasakan semuanya yaa.. terlalu serius nih larinya. Atau pas saya lewat karena udah terlalu siang jadinya udah bubar. Hihihi.. tapi yang jelas sepanjang jalan saya masih merasakan anak-anak sekolah yang memberikan semangat kepada peserta dengan memberikan tos dan teriakan semangat dengan logat jawa yang khas. 



Menjelang km 35 saya melihat teman saya Mario di pinggir jalan, dia membawa kamera dan sedang foto-fotoin peserta. Ada Mario berarti ada sohib saya Harsi dong. Duh senangnya, langsung saya semangat lari sampai di ujung jalan. Km 35 itu sedang melalui jalan di tengah sawah yang panasss… jadi ketemu Harsi itu seperti ada oase di tengah gurun, teman untuk berbagi keluh kesah tepatnya.  Duh kayaknya 42 ini kok gak sampe-sampe sih… mau nangis rasanya.  Kapok deh gak mau lari FM lagi.

Saya dan Harsi sibuk foto-foto sambil lari dan setelah puas saya kembali meneruskan lomba, masih ada 7 km lagi menuju finish. Semangat.

Memasuki km 36 keadaan saya sudah semakin payah, ketika lari Garmin saya selalu memberi peringatan bahwa heart rate too high jadi saya hanya bisa jalan cepat dan lari bergantian, walaupun lebih banyak jalannya. 

Candi yang bertaburan di kompleks Prambanan mulai terlihat, saya tidak bisa foto-foto karena HP mati selain itu mesti memburu waktu karena COT semakin dekat.  Candi Plaosan Lor dan Kidul, Candi Sewu, Candi Bubrah,  Candi Lumbung hanya bisa saya lihat sekilas.  Sambil berkhayal bisa foto-foto di depan candi itu.





Menjelang finish saya kembali bertemu Harsi yang terus menemani sampai menjelang Finish.  Jauh banget finisnya.. hiks.. tetapi akhirnya dengan dukungan semangat akhirnya bisa lari lagi beberapa ratus meter menjelang finish dan akhirnya ..FINISH.  Saya berhasil melalui serombongan orang-orang yang masuk finish dengan lambat dan menguasai gerbang finish sendirian demi foto kece. Mudah-mudahan dapet foto kece di finish deh.


Setelah memasuki garis finish, mulai drama lagi dengan duduk di pinggir jalan membuat dua orang petugas kesehatan buru-buru mendatangi dan melakukan serangkaian pertolongan pertama.  Betis rasanya kaku banget dan seluruh badan sakit, biasa sih sepertinya tapi ditambah cuaca panas kayakya jadi tambah parah ..(lebay.. hihihi)..  Akhirnya saya berhasil memaksa diri untuk jalan ke tempat pengambilan medali, refreshmentnya dapet minuman hydro coco yang bisa diambil sepuasnya.  Ini surga banget karena Hydro coconya ada di bak isi es dingin. Sebenernya panitia menyediakan jajanan tradisional di area finish tetapi saya sudah terlalu capek untuk melihat-lihat.

Sesuai dengan tagline acara Mandiri Jogja Marathon  yang mengedepankan produksi dalam negeri, semua fasilitas dan sponsor pun meggunakan produksi dalam negeri. Mulai dari jersey race dan finisher, menggunakan produksi Indonesia, termasuk pisangnya hasil kebun penduduk dan  minuman isotoniknya juga produksi dalam negeri.
Sampai di bagian tempat runner istirahat saya bertemu dengan Andi yang dengan sabar mendengar segala keluh kesah saya yang kecapean berat. Di tempat ini panitia sudah menyediakan bed-bed untuk pelari yang membutuhkan stretching supaya otot tidak sakit setelah melakukan lari berjam-jam.
Saat di tempat ini lah saya meminta salah satu panitia memanggil Bangko teman saya. Dan ketika Bangko datang dia tampak lega setelah mengetahui bahwa saya baik-baik saja. Soalnya sewaktu saya menghubungi dia by wa, Bangko sempat menghubungi panitia di km 20 untuk membantu saya yang sepertinya mengalami masalah. Tetapi ketika di hubungi by HT panitianya malah bilang, wah orangnya sudah lewat, pak. Ihik.. jadi Bangko langsung beranggapan saya sudah baik-baik aja.  Nggak nyangka loh sampe di hubungi ke lapangan gitu.. jadi terharu.  Ini kan salah satu drama biar Marathonnya berkesan. Hahaha... Tapi serius waktu kejadian tuh emang menderita banget.. udah pengen nyerah aja, ngapain sih lari sampe puluhan km gitu.  Manjanya langsung keluar.
Setelah ngobrol panjang lebar dengan Bangko yang bercerita mengenai suka duka menjadi EO Jogmar, saya dan Andi pulang ke penginapan.  Beruntung sebelum pulang kami sempat bertemu dengan Harsi sehingga bisa mendapatkan beberapa spot foto kece dengan latar candi Prambanan. 

Sampai di penginapan, semua orang sudah sibuk check out. Saya sibuk mencharge HP yang mati total supaya bisa memberi kabar kepada  teman-teman. Setelah itu mandi dan beres-beres. Belum sempat untuk istirahat sama sekali, hanya duduk sebentar dan bercerita mengenai jalur FM yang panas.  Rencana saya sih habis ini langsung menuju ke rumah tante saya yang di Yogya karena sodara saya yang membawa kunci sudah datang dan saya bisa menginap di sana. Untuk transportasinya kalau tidak  bisa ikut mobil rombongan ya pesen gocar.


Akhirnya setelah di urusin sama mas Toton dan Andi, teman-teman Couchsurfing Runners saya bisa ikut mobil mereka menuju resto Warung Sawah di  Gito Gati, Dusun Gondanglegi, Sari Harjo, Ngaglik, Sariharjo, Kec. Sleman, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55581.  Sekalian alamat lengkapnya. :)

Pokoknya saya ikutan aja deh karena memang sehabis lari tidak ada acara dan tadinya mau langsung pulang. Tapi karena diajak untuk gabung dan masih ada tempat di mobil saya pasrah aja. Lagian saya lapar belum makan. 

Acara mereka sore itu adalah ketemuan sesama anggota Couchsurfing yang ada di Yogya.  Couchsurfing sendiri adalah komunitas traveler global yang anggotanya menyediakan tempat tinggal sementara secara gratis bagi traveler yang berkunjung ke suatu daerah dan berfokus pada cultural exchange dan juga membangun networking services bagi para anggotanya. Yang berminat untuk jadi anggota silahkan googling aja ya...
Saya juga daftar jadi anggota Couchsurfing karena mempunyai hobby traveling tapi bukan merupakan anggota yang aktif.  
Warung Sawah ini lokasinya asyik, bisa menikmati hijaunya sawah membentang sambil makan dan kongkow serta foto-foto. Pokoknya seneng bangett  bisa ikutan, happy karena akhirnya bisa finish FM yang ke 3 di Yogya sesuai target under COT dan terhibur dengan adanya temen-temen baru. 

Disini rencana saya juga berubah karena ternyata ada teman baru saya yang sudah booking hotel tapi tidak mau tidur sendirian, saya akhirnya diajak lagi untuk nemenin.  Nama temen baru saya ini  Fay, yang baru pertama kali lari-lari serta langsung ikut HM. Buset deh, nekat. Alhasil, kami berdua jadinya senasib, sama-sama jompo karena pegel. 


Kenyang makan, sekitar jam 5 sore, saya dan Fay menuju hotel dengan Go Car dan setelah sampai di kamar kami berdua tepar dan tidur sampai pagi. Hotelnya merupakan hotel jadul yang namanya agak unik yaitu OGH Doni tapi yang bikin lumayan walaupun hotel jadul tapi tetep dapet sarapan. 




Pagi hari saya bangun dengan keadaan yang lebih segar dan pegal sudah mulai hilang. Dari hotel saya menuju ke rumah untuk meletakkan tas dan langsung ke stasiun untuk menukar tiket.  Sekarang untuk proses tukar tiket lumayan cepat, mbak petugasnya langsung menghituang harga tiket setelah dikurangi denda dan langsung ditambahkan di harga kereta yang tersedia hari itu. Saya mendapat kereta Gajayana yang berangkat jam 8 malam. 



Setelah selesai urusan tiket saya menghubungi teman saya yang ternyata sedang ada di Malioboro, jadilah saya kesana dan ikut sarapan di kedai dekat pasar Klewer tapi setelah itu saya memisahkan diri dan nongkrong menghabiskan waktu di Kedai Kopi Mataram lalu balik ke rumah saya di Yogya setelah sebelumnya janjian dengan Putri teman kuliah dulu di Ciao Gelato deket rumah nanti jam 4 sore. 

Putri datang dianter misua dan anaknya yang berumur 5 tahun. Lucu banget. Kangen-kangenan membahas jaman kuliah dan pekerjaannya sekarang yang jadi guide wisata dan rental mobil membantu suaminya. Jika perlu rental mobil dan info wisata Yogya bisa menghubungi : jogjakartadriver.com/tours.html. 
Pulangnya saya diantar Putri dan keluarga ke rumah, sebelumnya mampir dulu ke toko HP untuk beli charger dan saya dibekelin cake talas yang tokonya ada di sebelah toko HP itu. Wah, senangnya... rejeki anak soleh nih.

Ciao Gelato


Akhirnya saatnya pulang pun tiba, yeaaay.. setelah menunggu sejenak di stasiun Tugu dan lumayan terhibur dengan adanya penyanyi jalanan yang mebawakan lagu-lagu jadul, saya akhirnya menempati kursi nyaman saya di KA Gajayana.  KA ini memang KA executive yang mewah karena memakai rangkaian kereta terbaru buatan INKA  tahun 2017. Selain model kursinya yang seperti kursi kelas bisnis di pesawat, setiap penumpang juga mendapat selimut dan bantal gratis. Dan karena di sebelah saya kosong jadinya lebih asyik lagi karena bisa selonjoran.  Benar-benar sepadan deh naik kereta super nyaman ini setelah kemarin lelah setelah lari-larian. 

Setiap lari Full  Marathon pasti punya ceritanya sendiri  dan kali ini saya mendapat banyak pengalaman yang tidak bakal saya lupakan dan menjadi pelajaran untuk mengikuti race FM berikutnya.  Tadi katanya kapok? iya siiih, kapok juga. Tapi masih pengen punya waktu yang agak bagusan dikit nih untuk FM, jadi kalau ada kesempatan lagi masih mau deh ikutan. 







6 comments: