Sewaktu membaca di facebook teman yang baru saja pulang dari
panjat tebing di Via Ferrata Gunung Parang, saya menganggap bahwa Via Ferrata
adalah nama EO yang men-arrange trip tersebut. Tetapi setelah saya akhirnya ikut trip ke gunung Parang barulah saya mengerti bahwa Via Ferrata mempunyai arti : tangga besi yang
"ditanam" di pinggir tebing. Dimana masing-masing tangga tersebut mempunyai jarak
tertentu.
Di Gunung Parang, via ferrata yang digunakan "ditanam" sedalam 20 cm dengan jarak antar tangga 30 cm. Satu batang anak tangga besi itu mampu menopang 22 kg newton atau 500 kg dan berstandar internasional.
Di Gunung Parang, via ferrata yang digunakan "ditanam" sedalam 20 cm dengan jarak antar tangga 30 cm. Satu batang anak tangga besi itu mampu menopang 22 kg newton atau 500 kg dan berstandar internasional.
Via Ferrata berasal dari bahasa Italia yaitu via (tangga) dan ferrata (besi). Jaman
dulu, via ferrata digunakan
oleh biarawan Italia untuk menuju kastil atau monastery yang terletak di atas bukit.
Setelah itu digunakan pada masa Perang Dunia I, untuk suplai logistik dari
perbatasan, dimana pasukan Italia harus bertempur melalui pegunungan Dolomites.
Tahun 1990 – 200an Via Ferrata mulai menjadi objek wisata pertama kali di
Pegunungan Alpen.
Negara pertama di Asia yang menggunakan Via Ferrata adalah
Malaysia yaitu di Gunung Kinabalu, yang kedua adalah Indonesia yaitu di Gunung
Parang ini. Via Ferrata di gunung Parang
baru mulai dibuatkan konsepnya tahun 2013
dan mulai dibuat dan dipopulerkan tahun
2015.
Dari bermacam-macam sumber yang saya kumpulkan ternyata ada
beberapa operator yang menyelenggarakan trip pemanjatan di Gunung Parang ini :
Badega Gunung Parang, adalah operator tertua yang dikelola
oleh masyarakat sekitar Gunung Parang. Saat ini Badega Gunung Parang pecah
kongsi menjadi Badega Cirangkong dan Cihuni.
Skywalker Via Ferrata, ini adalah operator yang saya pakai.
Paket yang ditawarkan sudah termasuk transportasi dan makan serta mendapat air
mineral, dokumentasi dan asuransi. Pemilik Skywalker
adalah Muhammad Rubini Kertapati atau Bibin salah satu penggiat olahraga panjat tebing di Indonesia.
Saya melakukan reservasi paket ini melalui mbak Mayawati Nur
Halim yang bisa di hubungi di 0811821006
Operator yang terakhir yang paling baru adalah Parang Via
Ferrata yang dikelola oleh Skygers. Menurut info yang saya dapat mereka akan
membuat Via Ferrata hingga ketinggian 700 meter.
Gunung Parang mempunyai 3 puncak yang berbeda, mungkin
masing-masing puncak dikelola oleh operator yang berbeda. Jadi silahkan
googling untuk mendapat info lebih lanjut.
- Setelah membaca info-info yang ada di internet, sepertinya masing-masing oerator menawarkan kelebihan masing-masing. Untuk Badega Gunung Parang mereka mempunyai paket terbaru Tyrolean traverse yaitu tali yang direntangkan di antara puncak gunung dan dengan menggunakan hammock kita bisa duduk-duduk di ketinggian diantara dua puncak tersebut.
- Untuk Skywalker Via Ferrata mereka menawarkan cara turun dengan menggunakan teknik rappelling atau menggunakan tali. Kalau operator lain cara turunnya dengan tangga besi yang sama.
Perjalanan saya ke Gunung Parang diawali dengan hujan cukup deras pada suatu hari Sabtu tanggal 18 Maret 2017. Beruntung tempat tinggal saya cukup dekat
dari tempat meeting point pagi itu di depan Dunkin Donut Plaza Semanggi. Jadi
saya tidak perlu bangun terlalu pagi dan dengan jalan kaki sekitar 15 menit
sudah sampai di TKP. Ketika saya datang, sudah ada beberapa orang peserta trip yang ada disana, termasuk teman saya Deedee. Tetapi tidak bisa segera
berangkat karena harus menunggu peserta yang lain. Kelemahan dari open trip
seperti ini adalah pasti ada saja peserta lain yang datang terlambat. Sehingga
keberangkatan menjadi molor. Total peserta trip hari itu adalah 15 orang,
termasuk 1 anak perempuan yang baru berusia 8 tahun.
Mobil yang dipakai untuk menuju lokasi Gunung Parang di
Purwakarta adalah sebuah elf. Saya memilik duduk di belakang dekat jendela
supaya bisa melihat pemandangan. Di
jalan saya sempat tertidur beberapa kali karena jalan yang macet menyebabkan
perjalanan menjadi lebih lama dari perkiraan. Hal ini terjadi karena jalan tol
Cipularang yaitu jembatan Cisomang yang
sedang diperbaiki, mengakibatkan truk
dialihkan melalui jalan raya Purwakarta dan menyebabkan macet luar biasa. Akhirnya
setelah beberapa kali berhenti di tengah jalan untuk ke toilet dan membeli
makanan kecil, akhirnya kami sampai juga di lokasi.
Dari estimasi awal jam 10 pagi, kami baru sampai sekitar jam 12.30.
Mobil diparkir di suatu lapangan kecil dan kami harus jalan
kaki menuju base camp Skywalker yang lokasinya berada di pinggir sawah dengan
pemandangan gunung Parang menjulang di depan mata. Melihat tebing batunya
saja rasanya gimana gitu. Udah mulai
deg-degan, tapi karena kita harus makan dulu deg-degannya bisa ditunda.
Base campnya sendiri ditata dengan sangat baik dengan meja
dan kursi untuk beristirahat, tempat sholat, dan kamar mandi dengan air bersih
yang berlimpah. Setelah menunggu
beberapa saat, akhirnya makan siang tersedia dan langsung diserbu oleh para
peserta yang kelaparan. Menunya khas sunda yang raos pisan, nasi putih, lalapan,
ayam goreng, teri serta tempe dan tahu goreng
serta sambal yang pedas. Menambah semangat kami semua untuk segera mulai memanjat.
Tapi sebelum mulai, kami
memakai peralatan memanjat lebih dahulu yang terdiri dari : Seat Harness
yaitu tali yang dipasang melingkari pinggang dan paha sebagai
penyangga berat badan, Carabiner yang digunakan
untuk mengaitkan tubuh pada kawat baja, Lanyard Arm yaitu
tali yang menghubungkan carabiner dengan Energy Absorber
yang berfungsi meredam tegangan tali (Lanyard arm) jika kita terjatuh, Helm
sebagai pelindung kepala kalau ada batu-batu yang jatuh dari
atas.
Setelah berdoa dan foto bersama kami mulai perjalanan menuju
titik start. Jalan yang dilalui mengingatkan saya akan jalan sewaktu trail run,
bawaannya jadi pengen lari aja biar
cepet nyampe. Hehe
Akhirnya sampai juga kami di titik start dimana di sini kami
sudah mulai melihat tangga-tangga besi yang berjajar ke atas. Saya sudah mulai
stress karena deg-degan luar biasa. Dinding tebing benar-benar tegak lurus!!
Dan untuk permulaan memanjat agak susah karena jarak tangga besinya masih
berjauhan sehingga dipasang tali sebagai bantuan pijakan
Oh iya, sewaktu
berada di titik start ini nyamuknya banyak dan ganas, sehingga autan sangat diperlukan. Karena saya
tidak membawa saya meminjam kepada salah satu peserta yang lantas dipanggil
miss Autan.
Setelah briefing yang dipimpin oleh kang Ajo, dimana kang Ajo juga akan menjadi pemimpin
pendakian, satu persatu dari kami mulai
memanjat. Mas Bondan akan menyusul di belakang.
Saya mengambil giliran no 5 dan mulai segera memanjat.
Memang agak susah di awal sewaktu kaki masih bertumpu pada tali dan sementara
itu tangan harus mengkaitkan carabiner ke besi yang tertancap di tebing atau
kawat baja yang berada di jalur pendakian. Karena tangan gemetar hebat saya
jadi agak susah membuka cincin carabiner. Selain gemeteran, keringat dingin
juga menjalari tangan saya. Penting sekali untuk selalu mengaitkan cincin ini ke tangga besi atau ke kawat baja disebelah jalur pendakian karena hanya itulah yang bisa menyelamatkan kita jika terjatuh.
Perlahan tapi pasti saya melangkah menaiki tangga-tangga besi yang berjajar ke atas dan akhirnya sudah tinggi juga saya naik. Selain tangan, kaki juga nggak kalah gemeternya. Apalagi sewaktu sedang terkatung-katung di tangga besi karena menunggu giliran naik, rasanya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Badan menempel di tebing dan nyawa bertumpu pada besi, carabiner dan lanyard, sementara panas menerpa dan angin bertiup disekeliling.
Perlahan tapi pasti saya melangkah menaiki tangga-tangga besi yang berjajar ke atas dan akhirnya sudah tinggi juga saya naik. Selain tangan, kaki juga nggak kalah gemeternya. Apalagi sewaktu sedang terkatung-katung di tangga besi karena menunggu giliran naik, rasanya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Badan menempel di tebing dan nyawa bertumpu pada besi, carabiner dan lanyard, sementara panas menerpa dan angin bertiup disekeliling.
Sebenarnya saya tidak terlalu takut dengan ketinggian tapi
kalau mesti memanjat tebing seperti itu keluar juga deh keluhan ketakutan yang berisik dan ternyata bikin stress temen saya Deedee yang susah
payah menahan keluhan ketakutannya Kalau saya sih udah nggak bisa ditahan jadinya ya gitu deh
mucul jeritan-jeritan manja minta dijitak. Hahaha..lebay deh..
Di ketinggian 100 meter dari atas tanah, ada spot yang bagus
untuk berfoto. Kang Ajo sudah siap dengan kameranya dan apabila peserta membawa
HP bisa minta tolong difoto oleh kang Ajo dengan gaya lepas tangan. Jadi hanya bertumpu
pada harness dan carabiner. Aduh saya masih nggak berani nii, jadi masih pose
dengan pegangan tangga besi.
Di sini saya juga sudah mulai santai dan jreng jreng begitu
melihat ke belakang, pemandangan waduk
jatiluhur dengan gunung-gunung yang membiru menyambut saya. Luar biasa.
Langsung lupa kalau saya saat itu dalam posisi tergantung di tangga besi,
menempel di dinding batu yang tegak nyaris 90 derajat.
Karena saya memanjat sambil memakai ransel saya akhirnya
memberanikan diri mengambil HP dan selfi di ketinggian. Dengan muka pucat saya berhasil selfi dengan
selamat dan setelah puas foto-foto saya melanjutkan pendakian yang masih
tersisa sebelum sampai ke sebuah celah yang bisa untuk istirahat.
Tetapi sebelum sampai ke celah tersebut ternyata letak besi-besi
yang menjadi tumpuan kaki menjadi semakin susah. Ada yang letaknya miring, ke
samping dan ada yang curam sekali. Aduh, tambah stress dan deg-degan deh. Untunglah akhirnya kami semua sampai juga di
shelter tersebut. Setelah beristirahat dan
foto-foto, kloter pertama mulai pindah ke sebuah gua dengan melalui tangga besi
yang menyamping, dan ini bikin deg-degan gila, karena berada di ketinggian 150
meter dan kalau melihat ke bawah yang ada hanya pepohonan lebat. Saat itu waktu sudah menunjukkan jam 5 sore
dan gerimis kecil mulai turun, udara dingin mulai terasa. Udara dingin menambah
dingin tangan saya dan saya hanya bisa pasrah karena tahap selanjutnya, saya
akan melakukan turun tebing dengan cara rappelling alias memakai tali. Jadi
tidak seperti naik yang memakai tangga, untuk turun kami dihela dengan tali
yang dipegang oleh kang Ajo dan saya hanya tinggal berpegangan pada tali dan
kaki menjejak ke dinding tebing serta melangkah mundur. Kang Ajo sebagai pemandu mengatakan bahwa tali
aman dan kami harus percaya kepada kang Ajo yang menghela tali tersebut dari
atas.
Sumpah mati, ini deg-degannya luar biasa. Tapi the show must
go on, dan sambil mengucapkan Bismillah ratusan kali, saya berpegangan tali dan
mulai turun. Untuk turun secara rappelling
ini ada 2 tahap. Karena panjang tali tidak mencukupi jadi nanti akan stop dulu
di suatu perhentian, dan nanti akan sambung lagi dengan tali berikutnya yang di
hela oleh mas Bondan.
Turun secara rapelling berjalan lancar, saya berusaha agar
badan tetap tegak dan kaki menjejak ke dinding mengikuti irama uluran tali.
Sampai akhirnya uluran tali berhenti dan saya tergantung. Otomatis saya
berteriak karena merasa akan jatuh. Ternyata shelter untuk perhentian pertama
letaknya agak ke kiri sedikit yang membutuhkan bantuan dari peserta sebelumnya untuk membantu menarik badan saya. Begitu badan saya ditarik dan
berhasil duduk saya merasa lega sekali. Jantung saya berdebar kencang dan saya
merasa lemas luar biasa. Tangan saya gemetaran sampai kesulitan melepas
carabiner tali yang akan ditarik lagi oleh Kang Ajo.
Setelah saya duduk untuk melepas ketegangan dan sedikit
beristirahat, teman saya Ela mulai turun. Dan saya menunggu teman setelah saya
supaya bisa menariknya ke shelter tersebut. Tetapi ketika Ado, teman saya
datang, saya masih deg-degan dan takut sehingga yang menariknya adalah mas
Bondan.
Akhirnya tiba giliran saya untuk turun karena Ela telah
sampai di bawah dengan selamat. Kali ini saya turun dari ketinggian 70 meter
tetapi rasa deg-degannya tetap sama. Saya sempat menjerit-jerit ketakutan karena
kaki saya sempat tidak menjejak dinding sehingga saya merasa seperti mau jatuh.
Karena sudah dekat, teman-teman yang dibawah memberi semangat sehingga saya
bisa menjejakkan kaki kembali ke dinding dan akhirnya tiba di tanah dengan
selamat.
Ya Allah, mau nangis rasaya karena lega akhirnya bisa
menjejakkan kaki lagi di tanah. Saya segera duduk dan minum untuk menenangkan
diri. Teman-teman yang lain masih terus
turun satu demi satu. Bapak penjaga yang
ada di base camp datang untuk membantu sehingga saya, Deedee dan Ela bisa
kembali ke basecamp. Teman yang lain ada yang masih menunggu peserta yang masih
turun.
Sampai di basecamp, sambil menunggu peserta lain, saya
memesan indomie rebus pake telor dan cabe rawit. Laper gila rasaya abis naik
turun tembing yang begitu terjal dengan segala jejeritan saya tadi. Sumpah,
masih takjub dengan keberanian saya akhirnya berhasil memanjat tebing tegak
lurus seperti itu. Jujur sewaktu saya
ingin mencoba naik Gunung Parang saya tidak menyangka bahwa tebingnya ekstrim seperti itu jadi saya tenang-tenang aja. Ternyata.. oh ternyata…
Akhirnya semua peserta berhasil turun dengan selamat, termasuk anak kecil berusia 8 tahun yan diajak orang tuanya. Pendakian melalui Via Ferrata di Gunung Parang ini memang bisa ditujukan untuk usia mulai dari 5-60 tahunan. Yang penting tidak mempunyai sakit jantung dan ketinggian.
Setelah selesai makan, kami mengumpulkan tips untuk para guide yang telah bekerja keras sore itu. Dan tepat jam 8 malam perjalanan kembali ke Jakarta dimulai. Perjalanan lancar, dan tiba kembali di Jakarta sekitar jam 12 malam. Alhamdulilah.
Setelah selesai makan, kami mengumpulkan tips untuk para guide yang telah bekerja keras sore itu. Dan tepat jam 8 malam perjalanan kembali ke Jakarta dimulai. Perjalanan lancar, dan tiba kembali di Jakarta sekitar jam 12 malam. Alhamdulilah.
Lega banget rasanya bisa kembali menikmati kasur empuk di
rumah. Sambil melihat-lihat foto saya merasakan kembali tangan saya dingin dan
berkeringat jika melihat betapa tingginya saya memanjat dan betapa berbahayanya
posisi saya saat itu. Jika jatuh ke bawah sudah pasti nyawa taruhannya.
Catatan :
- Untuk yang takut ketinggian dilarang keras mengikuti kegiatan ini. Kalau merasa takut tapi masih ingin mencoba naik, lebih baik minta giliran terakhir karena jika ingin turun tidak menganggu peserta lain di belakangnya.
- Kita masih bisa naik dengan memakai tas ransel kecil atau tas tas selempang yang tidak menganggu pergerakan sewaktu memanjat. Tas sangat penting dibawa karena untuk membawa air minum dan cemilan serta HP. Di shelter paling atas sebelum kita turun sinyal sangat kencang, kita bisa langsung upload foto ke sosmed atau melakukan video call atau live report dari ketinggian Gunung Parang.
- Karena cuaca yang bisa mendadak berubah, jangan lupa membawa jas hujan atau jaket di tas.
- Jangan lupa membawa obat-obatan pribadi, seperti obat pusing, tolak angina atau sejenisnya. Jangan lupa pula bawa autan.
- Dan yang paling penting, kondisi fisik mesti prima dan siap-siap untuk pegal-pegal enak setelahnya. Hehe..
No comments:
Post a Comment