Tiba-tiba saya di sms suami, ada temennya yang ngajak malam tahun baru di Pulau Bidadari. Hmm...sebenernya sih agak ragu-ragu karena situasi cuaca yang selain hujan juga tingginya permukaan air laut. Liat aja di Muara Baru sana yang jadi banjir gara-gara pasang naik. Tapi karena ada jaminan dari pihak pulau bahwa keadaan aman ya sudah nurut aja lah, toh suami bertanggung jawab. Hehe…Lagian seru juga ada unsur petualangannya. Dan yang lebih penting lagi, sudah lama saya pengen ke salah satu pulau di kepulauan seribu ini. Suami saya juga kayaknya sudah hilang traumanya kejebak badai dikapal sewaktu ada tugas ke pulau Nunukan, Kalimantan.
Hari Senin tgl 31 Desember jam 10.30 pagi berangkatlah dengan naik boat dari Dermaga 17 Marina, Ancol. Ternyata kapal lumayan penuh juga. Dalam hari, banyak juga orang-orang yang nekat seperti kami. Saya, suami dan anak kami, Raiyan serta keluarga teman suami saya, Yadi, Tia dan anak mereka, Fio. Yadi ini memang sahabat dekat suami, jadi kalau malam tahun baru memang hampir selalu menghabiskan waktu bersama. Dari sejak single sampai sama-sama menikah.
Perjalanan berlangsung mendebarkan, karena ombak tinggi, kapal dibanting-banting ombak. Aduh, mendebarkan sekaligus seru… tapi dalam hati sih berdoa-doa juga. Kemungkinan terburuk paling, terjebak di pulau karena laut tidak dapat disebrangi kapal, yang gawat kalau persediaan makanan habis trus kelaparan. (hiperbola deh…).
Akhirnya setelah 20 menit perjalanan, sampailah kami di dermaga Pulau Bidadari, disambut dengan welcome drink warna merah, ternyata sirup cocopandan. Pasirnya bersih tapi air laut tidak terlalu jernih dan ombaknya itu besar sekali.
O iya, paket tahun baru ini sebesar 600 ribu rupiah per orang dengan fasilitas makan siang, makan malam, kambing guling dan makan pagi, termasuk acara malam tahun baru serta tour tiga pulau Pulau Khayangan, Onrust dan Kelor.
Untuk mengelilingi pulau bisa dengan menyewa sepeda sebesar Rp.15ribu per 1 jam dan perjam berikutnya Rp 5000,-, ada juga motor ATV dengan sewa Rp 30ribu per 10 menit bisa 2 kali keliling pulau. Trus yang lainnya ada juga banana boat dan jetski. Tapi karena situasi ombak besar gitu kayaknya nggak ada yang sewa deh.
Untuk kamarnya sendiri terdiri dari double bed yang berjajar, kamar mandi dan TV serta 1 lemari. Kamar mandinya pakai shower dengan air yang keluar langsung air hangat. Kamar pakai AC. Fasilitas lain, hanya kolam renang untuk anak-anak yang penuh dengan bola plastik warna warni jadi sambil main air sekaligus mandi bola.
Restaurannya dua lantai menghadap laut. Ada kolam ikan dengan ikan koi warna warni. Disediakan makanan ikan yang bisa dibeli.
Untuk makan siang, menunya standard, menu buffet, sop, ikan asam manis, ayam goreng, capcay, dll. Tapi lumayan kok rasanya.
Sekeliling pantai ada gubuk-gubuk tempat duduk-duduk melihat pemandangan pantai dan ada yang jual kelapa muda juga. Di tengah pulau ada bangunan benteng atau menara pengawas bekas pertahanan Belanda sewaktu Belanda masih berkuasa. Juga bekas-bekas meriam masih bisa dilihat di sekeliling pulau.
Jam 13.30 tour ke tiga pulau dimulai, ombak masih besar tapi kita enjoy saja, malah saya sempat ke belakang kapal untuk memotret pulau Kelor dengan bekas bangunan menara yang ada disana, karena ternyata kami hanya berhenti di Pulau Onrust untuk melihat sisa-sisa peninggalan jaman Belanda dan ada museum di sana. Kalau di pulau Khayangan ada bangunan bekas penjara. Sayang saya tidak sempat memotret dari dekat sewaktu kapal lewat. Waktu memotret pulau Kelor-pun, kalau tidak pintar-pintar jaga keseimbangan bisa kejebur ke laut.
Nama Onrust menurut bahasa Belanda artinya tanpa istirahat atau sibuk dalam bahasa Inggris (unrest). Penduduk setempat menyebutnya pulau kapal karena pada abad 17-18 pulau ini sangat sibuk disinggahi kapal-kapal VOC. Juga sebagai tempat perbaikan dan pembuatan kapal. Antara tahun 1803-1810 Pulau Onrust digempur oleh Inggris dan serangan terakhir tahun 1811 dipimpin oleh Admiral Edward Pellow menghancurkan sarana dan prasarana Pulau Onrust.
Tahun 1848, pulau Onrust dan sekitarnya mulai difungsikan oleh Belanda sebagai pangkalan angkatan laut namun lalu semuanya hancur oleh letusan Krakatau tahun 1883.
Kemudian tahun 1911-1933 pulau Onrust diubah fungsinya menjadi karantina haji. Pada awal masa kemerdekaan pulau Onrust dimanfaatkan sebagai RS Karantina bagi penderita penyakit menular di bawah pengawasan Dep Kes hingga awal tahun 1960. Sejak tahun 1960-1965 pulau ini dimanfaatkan untuk penampungan gelandangan dan pengemis serta latihan militer. Pada tahun 1968 terjadilah penjarahan besar-besaran di pulau Onrust sehingga bagunan bersejarah tinggal puing-puingnya saja.
Yang masih utuh adalah bagunan bekas rumah dokter yang difungsikan sebagai museum yang berisi sisa-sisa peninggalan penduduk di pulau ini, yaitu pecahan piring, mangkok dll. Terdapat juga bangunan bekas menara pengawas dan bangunan sekertariat jemaah haji jaman dahulu sewaktu masih dijadikan tempat penampungan jemaah haji. Sayang saya tidak sempat eksplore bangunan lain karena anak saya sibuk berlarian mengejar-ngejar ayam. Di brosur yang dibagikan ada gambar ruang bawah tanah dan makam Belanda.
Setelah balik lagi ke kamar setelah tour selesai, kami beristirahat di kamar. Anak-anak tidur dan saya main di pantai. Ombaknya besar sekali jadi saya hanya duduk-duduk saja di sambil main air. Di tengah laut banyak kapal nelayan yang sedang mencari ikan.
Makan malam diumumkan dimulai jam 7 malam, menunya lebih beragam dari pada makan siang, ada tambahan pudding dan kambing guling. Setelah makan malam, kami terpaksa kembali ke kamar karena turun hujan deras.
Hujan ternyata berhenti jam 10.30 malam dan terdengar panggilan dari panggung tempat acara malam tahun baru. Acaranya menyanyi, pembagian doorprize, dance dan ada tarian sajojo dari sekelompok pemuda dan anak-anak yang dihias seperti orang irian. Pembawa acaranya 3 orang waria yang super centil dan heboh. Untuk doorprize kami akhirnya mendapat tiket Atlantis dan hotel Sparks. TV, DVD dan minicompo lewat.
Countdown pergantian tahun diakhiri dengan penyalaan kembang api. Kami langsung berlarian ke tepi pantai, karena kalau di tempat kami duduk kembang api tidak terlihat tertutup pohon-pohon. Dari pantai pulau Bidadari terlihat di kejauhan kota Jakarta dengan ratusan kembang api yang menyala bersamaan. Indah sekali. Dari yang semula senang, lama-lama anak saya ketakutan akan suara kembang api yang keras. Dan setelah itu tidak lama anak saya minta balik ke kamar dan tidur.
Esok paginya, kami bangun jam 8 pagi, ternyata air laut sudah pasang naik tinggi sekali sampai ke halaman cottage kami. Tapi masih bisa berjalan menuju ke restaurant untuk sarapan nasi uduk. Menunya memang hanya nasi uduk saja dengan kopi dan teh.
Sehabis sarapan, kami menghabiskan waktu dengan keliling pulau naik ATV trus di kamar saja menunggu kapal berikutnya yang kembali ke Marina jam 14.30. Kami sengaja tidak makan siang di hotel, bosan-lah menunya itu-itu saja.
Perjalanan pulang relatif tenang, kapal tidak melawan ombak sehingga kami tidak dibanting-banting seperti waktu berangkat. Lega sekali rasanya bisa menjejakkan kaki di daratan Jakarta.
Untuk makan siang menjelang sore kami memilih makan di Bandar Jakarta. Suasana Ancol masih ramai sekali, tetapi masih ada tempat kosong di restaurant tersebut walau harus menunggu lama sampai makanan datang, minumnya juga lama, bahkan setelah datang piringnya belum datang. Tapi sebanding-lah dengan makanannya yang enak. Kami memesan udang asam manis, calamari, ikan kerapu serta tumis kangkung.
Kalau dipikir-pikir, seram juga sih karena di saat cuaca yang tidak bersahabat kami nekat bertahun baru di pulau, tapi justru itu yang menjadi pengalaman yang tidak terlupakan.
owh Mba E, ini toh anakmu ituw???
ReplyDelete