Wednesday 21 November 2012

Semalam di Phnom Penh, Kambodia (Day 3)




Seperti biasa pasang alarm jam 6 dan jam 7 kami sudah sarapan dengan lauk roti dan omelete.  Jam 8 tepat kami dijemput oleh awak bus Sapaco dan dengan berjalan kaki sekitar 100 meter sudah sampai di terminal bus. Ternyata benar-benar strategis lokasi penginapan kami. Kemana-mana dekat. Bisnya berwarna merah dengan deretan kursi 2-2, tarif 12 US$. Sebelum berangkat kondektur bis sudah mengumpulkan paspor kami untuk proses di imigrasi Vietnam dan Kamboja. Ketika kami menanyakan untuk visa ternyata sang kondektur berkata bahwa it’s free. Asyiiik, menghemat 25 US$! 

Wat Phnom



sarapan hari ke 3

Di dalam bis menuju Phnom Penh


 
Kami melalui jalan ke arah yang sama dengan ke Cuchi tunnel kemarin sampai di akhirnya kami berhenti di perbatasan kantor imigrasi perbatasan Vietnam. Di sini kami diminta turun sambil membawa tas dan berdiri di depan loket imigrasi untuk menunggu. Ternyata paspor yang telah selesai dicap diberikan ke kondektur bus yang memanggil nama penumpang masing-masing.  Ketika memanggil nama saya logatnya lucu, hehe..
 Setelah penumpang mendapat paspor masing-masing, semua kembali ke dalam bus dan bus menuju imigrasi Kamboja yang berjarak hanya sekitar 500 meter. Kembali kami semua turun untuk pemeriksaan imigrasi lengkap dengan pemeriksaan finger print dan setelah itu paspor kami dperiksa sekali lagi. 

Imigrasi Vietnam



Imigrasi di Kambodia












Pemandangan yang ditemui selepas memasuki wilayah kamboja adalah adanya hotel dengan kasino yang besar dan megah. Wah ternyata maju juga ya perkasinoan di sini.  Setelah berjalan sekitar 5 menit bis berhenti di sebuah rumah makan dan kami dipersilakan turun untuk makan siang. Pengumuman di sampaikan oleh kondektur bus dalam bahasa vietnam dan Inggris. 

Kasino di Phnom Penh

 
 Suasana resto sangat ramai. Menu yang disajikan adalah seperti di warteg yaitu nasi dengan aneka lauk pauk, yang karena penuh orang berdiri di depannya saya tidak dapat melihat dengan jelas, tetapi ada cap cay dan telur kecap serta lauk lain yang tidak jelas. Yang membuat saya agak malas adalah bau dupa yang sangat menyengat sehingga membuat mual. Untung kami masih menyimpan cemilan jadi lumayan untuk mengganjal perut.

   

 


 
Makan siang hanya sekitar 30 menit dan perjalanan kembali dilanjutkan. Pemandangan sepanjang jalan adalah persawahan yang menghijau diseling dengan genangan air yang luas. Saat itu hujan turun lumayan deras sehingga mungkin genangan air karena banjir. Rumahnya ada yang bermodel rumah panggung dengan keadaan ekonomi yang masih di bawah keadaan di Vietnam.  
Kembali saya tertidur dan baru bangun ketika bis berhenti antri naik ke kapal feri untuk menyeberang melalui sungai Mekong. Penyeberangan hanya memakan waktu tidak kurang dari 10 menit. Cuaca masih hujan deras sehingga kami tidak bisa foto-foto. Perjalanan kembali dilanjutkan dengan pemandangan yang tidak berbeda sehingga saya lanjut tidur lagi. Menjelang pukul 14.30 sepertinya bis  telah memasuki kota Phnom Penh dengan semakin banyaknya bangunan berupa ruko dan toko selain rumah. Pekerjaan konstruksi bangunan juga tampak disana sini sebagai tanda kota yang sedang berkembang. Akhirnya sampai juga di counter bis Sapaco dan ternyata saya salah booking hostel. Karena sudah lapar kami memutuskan untuk mencari tempat makan dulu sambil membicarakan langkah selanjutnya. 

Kami tidak mendapatkan rumah makan yang cocok sehingga kami memutuskan mencari tuktuk dahulu sekalian mencari hotel dan kebetulan pula supir tuktuk yang kami dapat menawarkan brosur hotel Bolyna Palace Hotel dengan harga kamar paling murah US$ 15,-.  Ongkos tuktuknya sendiri adalah US$ 2,-. Mata uang kamboja adalah Riel dengan kurs 1 US$ adalah sekitar 4000 riel. Biasanya mereka menerima pembayaran dengan US$ tetapi mengembalikannya dengan uang Riel. 
Daerah turis backpacker dengan hostel-hostelnya yang murah meriah sebenarnya terletak di dekat istana Royal Palace di tepian sungai Mekong, tetapi karena hari sudah semakin sore dan hujan rintik-rintik masih turun kami akhirnya menginap di hotel ini. Hotelnya lumayan bagus dan bersih, bertingkat 5 dan kamar kami yang seharga US$ 15 tersebut cukup luas, lengkap dengan TV, kulkas, shower air panas dan free wifi tetapi tanpa sarapan.  Lokasinya juga lumayan strategis karena di depan hotel juga terdapat restaurant dengan menu yang jelas. Ah, leganya akhirnya bisa makan. Kami memesan nasi goreng ayam dan mie goreng udang.  Setelah perut kenyang, dengan semangat kami memutuskan untuk berjalan kaki menelusuri kota Phnom Penh. 

 


  
Sebenarnya tujuan kami adalah Royal Palace tetapi karena kejauhan jika berjalan kaki akhirnya kami sampai di Wat Phnom yang merupakan ikon kota Phnomp Penh. Kotanya sendiri tidak terlalu ramai dan asyiknya dihiasi banyak taman.  Tampak penjual nasi goreng mangkal di sana. Dikejauhan tampak beberapa gedung tinggi.  Ada pula hotel dengan gedung yang artistik dan kami ternyata melewati kedutaan Amerika yang luas.



 


































Obyek wisata dekat hotel yang kami datangi sore itu  bernama Wat Phnom yang berada 26 meter diatas permukaan laut. Di bawah bangunan tersebut terdapat Phnom Penh Art Museum yang tampak sepi.  Bangunan ini juga merupakan vihara untuk berdoa bagi penganut Budha.
Bagunan Wat Phnomp berwarna merah bata dengan ornamen-ornamen yang khas, merupakan simbol Kota Phnom Penh. Berawal dari legenda tentang Daun (dalam bahasa setempat yang berarti Ibu) Penh seorang janda kaya yang menemukan sebuah pohon besar di tepi sungai.  Ternyata di dalam batang pohon itu dia menemukan empat patung perunggu Buddha. Sehingga akhirnya dia mendirikan kuil kecil untuk melindungi patung-patung tersebut dan menjadi tujuan orang berdoa untuk memohon rejeki. Kisah lain dari tempat ini adalah lokasi yang dibangun oleh raja Ponhea Yat (1405-1467) sebagai tempat kudus pada waktu beliau memindahkan ibu kota Kamboja dari Angkor ke Phnom Penh. Tempat ini direnovasi setelah masa pemerintahan Pol Pot karena dampak yang ditimbulkan oleh pemerintahannya tidak  hanya pada bangunan ini saja, tetapi hampir pada bangunan di seluruh Kamboja.

 
 
 





















Berdasarkan pengalaman saya selama berjalan-jalan kemarin, orang Kamboja relatif lebih ramah dibanding dengan orang Vietnam yang agak cuek. Sewaktu sedang berada di Wat Phnom kami melihat ibu-ibu berjualan makanan yang mirp laksa tetapi dicampur sayuran, serta diatasnya ditaburi bubuk cabai. Karena kesulitan berkomunikasi, sampai saat ini saya tetap tidak tau nama makanan tersebut. Sebenarnya saat itu saya ingin membeli makanan tersebut tetapi karena masih kenyang ya tidak jadi, kami hanya memotretnya dan anak muda yang membeli makanan tersebut dengan senang hati memperlihatkan makanan yang hendak saya foto. Ibu penjualnya pun dengan ramah tersenyum. Begitu pula ketika teman saya hendak membeli rujak dimana kami bertemu dengan pembeli lainnya, mereka dengan ramah tersenyum dan berusaha berkomunikasi dengan bahasa isyarat dan akhirnya berfoto bersama. Ketika kami hendak menanyakan jalan, beberapa orang yang kami tanya selalu menjawab dengan ramah.




Jajanan mirip laksa


Setelah mampir ke minimarket untuk membeli minum teh di dalam botol dan membeli pop mie kami melanjutkan perjalanan kembali menuju hotel. Sayang peta dari hotel tidak jelas dan tulisannya kecil-kecil karena hanya berupa fotokopian sehingga kami hanya mengandalkan insting dan bertanya kepada penduduk sekitar.  Sempat beberapa kali salah jalan tetapi akhirnya kami berhasil juga sampai di hotel dengan selamat, langsung mandi dan istirahat.  Saya masih sibuk ber bbm ria dan update berita di twitter ketika  sekitar jam 11 malam, tiba-tiba lampu mati! Waduh, suara jeritan terdengar bersamaan dengan bel berdering dari orang yang terjebak di lift membuat saya hanya bisa bengong sambil berdoa. Mudah-mudahan tidak ada apa-apa dan listrik segera menyala.  Beruntung hanya sekitar 3 menit listrik menyala kembali. Alhamdulilah. Saya langsung tidur selimutan. Sekitar jam 2 saya terbangun karena suara hujan yang sangat deras. Aduuh, gimana nih kalau hujan terus, moga-moga besok pagi hujan sudah reda.

Foto bersama pemudi Phnom Penh










Sekolah di Phnom Penh


No comments:

Post a Comment