Tuesday, 28 April 2009

Weekend @ Samarinda – Balikpapan




Perjalanan ke Balikpapan di mulai dari Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, terminal yang baru beroperasi 3 hari sebelumnya. Air Asia dan Mandala yang pindah ke terminal baru ini. Desain bangunannya sendiri berbeda 180 derajat dari terminal sebelumnya. Ini lebih modern dan minimalis dengan kaca-kaca besar sehingga hemat energi. Sepintas mirip dengan bandara di Makassar, kalau dilihat dari bentuk tiang-tiangnya.
Karena baru beroperasi, otomatis pelayanan masih kurang, buktinya,jaringan komputer sempat tidak berfungsi sehingga proses check in berjalan lambat karena harus melalui proses manual. Ditulis satu satu dan dicocokkan dengan daftar. BT banget nggak sih, so selesai proses check in harus lari-lari menuju mobil yang membawa ke pesawat dan tidak menunggu lama pesawat langsung berangkat, terlambat 10 menit.
Penerbangan berjalan lancar dan setelah 2 jam sampailah dengan selamat di Bandara Sepinggan, Balikpapan yang mempunyai desain rumah adat Kalimantan. Sewaktu pesawat sudah mulai terbang di atas tanah kalimantan pemandangan sungai yang berkelok-kelok langsung terlihat. Sangat menakjubkan
Setelah makan pagi di bandara, dengan memakai mobil sewaan, kami langsung menuju ke Samarinda.
Jarak Balikpapan Samarinda kurang lebih 110 km, tetapi karena jalannya berbelok-belok dan naik turun maka perjalanan bisa memakan waktu 2,5-3 jam. Ditambah selama perjalanan terdapat longsor di dua tempat sehingga mobil harus jalan bergantian. Sepanjang jalan pemandangan berselang-seling antara rumah penduduk, hutan dan bukit menghijau di kejauhan, lembah-lembah dengan tanah bekas galian.
Kami tidak jadi melihat objek wisata jembatan canopy di Bukit Bangkiray di kawasan wisata Bukit Soeharto karena menurut supir jalan ke sana sangat rusak, apalagi kemarin di Balikpapan sering hujan. Berarti kami beruntung sewaktu datang cuaca sedang cerah.
Ketika melewati kawasan hutan bukit soeharto suasana mirip dengan hutan di jawa karena ada warung-warung tempat orang melepas lelah.
Sampai di Samarinda dan masuk ke kawasan kota kami disambut sungai Mahakam yang lebar. Aktivitas di sungai sudah seperti di laut saja ada pelabuhan dengan aktivitas bongkar muat barang dengan kapal-kapal besar. Luar biasa, akhirnya gw bisa menginjakkan kaki di tanah Kalimantan. Suasana kota dengan sungai sebagai pusat beraktivitas sangat berbeda dengan suasana di kota-kota lain.
Sungai Mahakam membelah kota Samarinda menjadi dua bagian dan masing-masing menamakan daerah di seberang sunga sebagai Samarinda Seberang. Di Samarinda penduduknya didominasi oleh perantau dari Jawa dan Sulawesi Selatan, tidak heran banyak banget rumah makan yang jual coto makassar.

Check in di Swiss Bell Hotel Samarinda, Jl Mulawarman. Sebenernya masih ada hotel lain tapi kelihatannya hotel ini yang relatif baru dan terletak di pusat kota dekat mall dan banyak tempat makan. Ditambah lagi merupakan jaringan hotel Swiss Bell. Kami mendapat kamar di lantai 6 dengan pemandangan suasana kota Samarinda. Kamar hotelnya standar aja, lumayan nyaman, tapi, sayang kamar mandinya hanya pakai shower. Penyesalan datang belakangan kenapa nggak sekalian nginap di Hotel Mesra Internasional karena ternyata Anggun konser di sana malam itu. Hotel Mesra adalah hotel lokal berbintang yang sudah terkenal di Samarinda.
Setelah istirahat sejenak, perjalanan dilanjutkan dengan mencari tempat makan siang dan tujuannya adalah RM Selera Acil Inun.
Sewaktu rumah makan tersebut buka di Jakarta, belum sempat nyoba makan di rumah makan ini, tetapi akhirnya rejeki nggak kemana, bisa juga mencoba rumah makan Acil Inun di kota asalnya.
Menu yang di pesan adalah menu yang paling khas yaitu nasi bekepor, yaitu nasi gurih yang diberi daun kemangi, cabai merah kecil dan potongan-potongan ikan asin, ikan haruan yang berbumbu pedas, dan sayur asam, yang ternyata adalah daging dengan kuah asam. Semuanya enak banget, apalagi dimakan pas lagi laper-lapernya. Soalnya sudah lewat jam makan, sekitar jam 2-an. Pada dinding resto penuh dengan tulisan-tulisan pesan dari artis dan pejabat yang pernah makan di sana. Kapan ya resto ini buka lagi di Jakarta.
Setelah makan, perjalanan dilanjutkan menuju kabupaten Tenggarong, untuk melihat jembatan Tenggarong dan musium Kutai Kartanegara. Jarak Samarinda ke Tenggarong sekitar 50 km, ditempuh sekitar 45 menit sampai 1 jam. Melewati jalan baru yang mulus dan berkelok-kelok dengan pemandangan tambang batu bara dan hutan di kejauhan. Setelah booming bisnis kayu di kalimantan telah lewat, bisnis yang sedang marak adalah pertambangan batu bara.
Sebenarnya, selain jembatan tenggarong yang dibangun menyerupai jembatan Golden Gate di San Fransisko dan musium Kutai Kertanegara, yang berisi sejarah kerajaan Kutai sebagai kerajaan tertua, ada obyek wisata lain yaitu Pulau Kumala, tetapi, sangat disayangkan, obyek wisata tersebut saat ini sudah sepi dan terlantar. Kereta gantung yang menghubungan pulau Kumala dengan kota Tenggarong pun sudah tidak berfungsi karena pernah terjadi kecelakaan di sana.
Jadi, setelah puas menikmati jembatan Kartanegara dari taman di sebelah sungai dan berfoto-foto di musium karena musiumnya sudah tutup, kami langsung kembali pulang ke Samarinda. Sebenarnya jembatan ini lebih bagus dinikmati kalau menjelang malam ketika lampu-lampu jembatan dinyalakan. Tetapi sudahlah, waktu memang tidak memungkinkan.
Rencana makan malam ke rumah makan tepi sungai juga batal diganti ke rumah makan dekat hotel saja, karena ada rumah makan sea food yang lumayan ramai, namanya Depot Mr Koki. Dan ternyata prinsip rumah makan yang enak, pengunjungnya pasti banyak terbukti di rumah makan ini. Makanannya memang enak. Kepiting saus singaporenya favorit di sana dan ditutup dengan pisang goreng saus karamel yang legit.

Minggu pagi, hari kedua di Kalimantan, cuaca cerah dan panas, dijemput di hotel jam 8 pagi oleh supir mobil sewaan. Supirnya beda dari yang kemaren, kali ini supir beneran yang janjian dengan gw sebelumnya, karena kemarin beliau sakit diganti orang lain yang ternyata agak pendiam, jadi kurang banyak memberi masukan dan informasi.
Menyusuri sungai Mahakam dengan ces atau longboat, dari pangkalan di depan Islamic center, selama 1 jam, biaya sewa kapal sebesar Rp. 100 ribu.
Pemandangan sepanjang sungai adalah rumah-rumah perkampungan warga beserta kapal di depannya, dan yang menakjubkan adalah kapal yang membawa hasil tambang batubara yang total harganya sampai 6 milyar rupiah. Kapal berjalan sangat perlahan karena beratnya batubara, pasti lama sekali baru sampai dan konon sepanjang perjalanan pembawa kapal berisi batubara tersebut harus bersiap menghadapi perampok. Setelah berputar di bawah jembatan kapal berubah menuju hulu eh atau hilir ya, dan lewat di pelabuhan Samarinda yang sibuk dengan aktivitas bongkar muat seperti di pelabuhan laut.
Setelah check out dari Hotel, perjalanan darat dimulai lagi, kali ini menuju Kampung Budaya Pampang. Beberapa hari sebelumnya ramai diberitakan kalau Samarinda mengalami banjir, dan memang kami melalui juga daerah banjir itu yang konon baru surut setelah 1 minggu. Tetapi yang tidak disangka, jalan menuju ke kampung budaya Pampang ini banjir serta rusak. Hampir saja mobil kami gagal melewati jalan yang rusak hampir setengahnya, tetapi pak supir sangat cekatan sehingga sampailah kami ke rumah panggung besar/lamin yang digunakan untuk menampilkan atraksi budaya dan menjual aneka ragam kerajinan dan cendera mata khas suku dayak.
Sewaktu sampai sekitar jam 1 siang sudah banyak anak-anak yang memakai baju adat dayak yang siap menampilkan atraksi kesenian. Sayang pertunjukan baru mulai jam 2 siang, yang berarti tidak cukup waktu untuk menonton karena harus mengejar perjalanan ke Balikpapan. Jadi, kami hanya berfoto bersama seorang nenek suku dayak yang bertelinga panjang kartena antingnya yang berat dan seorang kakek dengan baju adat perang. Sebelum berfoto kami harus membayar dahulu sebesar Rp 25 ribu dengan membeli karcis yang sudah disiapkan pengelola serta mengisi buku tamu. Pengelola tersebut juga rajin memberi pengumuman supaya tamu-tamu yang datang harus membeli karcis dahulu sebelum memotret. Kalau memotret suasana sekitar sih bebaas-bebas aja kok.
O iya, sekitar rumah adat ini juga masih banjir, jadi kami terpaksa membuka sandal dan berbasah-basah ria sebelum naik ke rumah panggung. Yah, udah di pedalaman Kalimantan masih aja kena banjir, kok nggak beda sama di Benhil ya... hehehe....

Dalam perjalanan kembali ke Samarinda, mampir dahulu ke kebun raya Samarinda. Bayangan seperti kebun raya Bogor lenyap sudah, karena ternyatadi dalam kebun raya ini ada taman bermain dengan danau buatan dan panggung hiburan! Ada kapal bebek di danau yang bisa dinaiki pengunjung.
Setelah istirahat dan makan siang dengan menu soto Banjar di salah satu kedai rumah makan di sini yang cukup bersih perjalanan di lanjutkan kembali. Tidak ada yang spesial di kebun raya ini, hanya jika ingin menikmati areal hutan yang lebih hijau bisa turun dan jalan di jalan setapak di areal hutan yang agak di sebelah atas.
Sesampai di Samarinda singgah dahulu ke areal pertokoan Citra Niaga tempat penjualan oleh-oleh khas Kalimantan dan setelah membeli oleh-oleh langsung menuju Balikpapan.
Ternyata dalam perjalanan ke Balikpapan kami melewati stadion baru yang dibangun sewaktu Kalimantan Timur menjadi tuan rumah PON XVII tahun 2008 lalu dan mampirlah ke sana untuk melihat stadion tersebut dan berfoto-foto disana.
Memasuki kota Balikpapan, hari sudah menjelang malam, sebelum menuju hotel, makan dulu di RM Kenari yang sudah sangat terkenal dengan kepitingnya. Nggak afdol kalau ke Balikpapan tidak makan di sini. Pesanan kepiting saos lada hitam dan saos asam manis, tumis kangkung dan udang goreng mentega licin tandas dalam sekejap.
Le Grandeur Hotel menjadi tujuan akhir tempat kami menginap malam itu. Hotel bintang 4 yang terletak di pinggir laut. Dibandingkan Swiss Bell Hotel Samarinda, kamar di hotel ini lebih bagus dan mewah, padahal room ratenya lebih murah.
Paginya sebelum check out ke Bandara dalam cuaca hujan rintik-rintik, sempat mampir ke pantai untuk foto-foto. Yah, lumayanlah...detik terakhir masih sempat melihat laut.

16 comments:

  1. hihi... mumpung masih bisa jalan2...

    ReplyDelete
  2. wisata kuliner nyampe samarinda
    ck ck ck ck ck ck

    ReplyDelete
  3. ayo ayo jalan terus. good on you, non...

    ReplyDelete
  4. ehh serius? Kenapa tu ceritanya? Padahal dulu pernah naik, kondisinya masih baru dan bagus lho... Jadi serem ngebayanginnya.

    ReplyDelete
  5. menurut driver yang mengantar saya, kereta gantung pernah macet sewaktu sedang beroperasi, mungkin ada penumpang yang stress dan panik. Dan karena ada kecelakaan itulah jd tidak beroperasi lagi sampai sekarang, mungkin tidak ada yang berani naik lagi, jd pengunjung semakin berkurang...

    ReplyDelete
  6. Keitingnya emang enakkkkk bangeetttt.... slruups....

    ReplyDelete
  7. Numpang lewat..salam kenal.
    Juga makasih banget infonya..pertengahan Juni ini mau kesana,sih.

    Regard,

    ReplyDelete
  8. Salam kenal juga...
    have a nice trip ya...

    ReplyDelete
  9. nginep di le grandeur tarifnya berapa yah? asik banget perjalanannya.. Gw aja yang lahir di balikpapan aja blm pernah wisata yang kyk gt... Love the post.! Salam kenal yah.. ( tukangminyak.blogspot.com )

    ReplyDelete
  10. hai salam kenal juga, kemarin tarif le grandeur sekitar 550 - 600 ribu semalam, saya agak lupa
    dan sebenernya masih banyak teempat wisata di balikpapan, sayang cuma sebentar.

    ReplyDelete
  11. Hi Mbak, salam kenal.. Teringatnya d samarinda ga ada airportnya ya? Apa mesti dari balikpapan? Huhuhu suami mau tugas dsana, jd hrs siap2 pindah.. :)

    ReplyDelete
  12. mbak, di samarinda ada airportnya kok, tapi krn kmrn pake air asia yg ada cuma ke Balikpapan, jadi ya ke Balikpapan dulu. selamat menikmati samarinda ya.. semoga betah :)

    ReplyDelete
  13. mbak, di samarinda ada airportnya kok, tapi krn kmrn pake air asia yg ada cuma ke Balikpapan, jadi ya ke Balikpapan dulu. selamat menikmati samarinda ya.. semoga betah :)

    ReplyDelete