Wednesday 29 March 2017

Traveling to Belitung (1)



Sejak film Laskar Pelangi tayang di bioskop tahun 2009 udah pengen banget pergi kesini. Karena sejak itu pula pulau Belitung langsung booming. Sepertinya hampir semua orang sudah kesana kecuali saya. Sibuk berkegiatan macam-macam dan akhirnya baru tahun 2016 lalu kesampaian.  Adik saya yang mengajak, karena dia pergi bersama keluarga dan ikut paket dari travel, supaya lebih murah harus menambah 2 orang lagi. Sayalah yang paling available untuk diajak ditambah satu lagi sohib akrab  yang juga tak kalah availablenya, Titi. 

Semuanya tinggal terima beres termasuk booking tiket pesawat dan setelahnya menerima tagihan biaya paket tour dan tiket pesawat.
Travel yang dipakai oleh adik saya adalah :Simphor Travel. Alasannya karena untuk anak-anak dibawah 5 tahun hanya bayar 50%. Untuk penerbangan kami memakai Sriwijaya Air. Bulan Desember lalu ada tanggal merah pada hari Senin, sehingga cukup lumayan untuk mengurangi cuti. ‘

Setiap perjalanan pasti punya cerita sendiri dimana hal tersebut terjadi sejak awal booking tiket Ketika saya membuka email yang berisi tiket pesawat yang sudah confirm saya baru sadar jika nama saya salah tulis. Seharusnya Ervita Widyastuti menjadi Ervita Widyanggari. Widyanggari adalah nama adik saya. Mungkin karena terburu-buru, adik saya salah tulis nama. 

Saya langsung menghubungi adik saya dan complain berat karena kesalahan tersebut. Dia kan sudah sering booking tiket masak iya bisa salah. Dia berjanji untuk menelpon Sriwijaya Air untuk menanyakan hal tersebut dan beberapa hari kemudian memberi kabar jika ingin melakukan penggantian nama harus melakukan pembayaran yang jumlahnya cukup besar. Aduh males banget nggak sih.  Akhirnya adik saya menenangkan jika pasti kami berhasil lolos karena perbedaannya tidak terlalu besar. Biasanya pemeriksaan tersebut dilakukan secara sambil lalu. Apalagi kami sudah mencetak boarding pass terlebih dulu.

Waktu berlalu dan akhirnya saat yang ditunggu pun tiba. Sepertinya saya tidak terlalu excited karena kepikiran masalah beda nama di tiket itu, jadinya saya hanya bisa pasrah takut nggak jadi berangkat. Tetapi ternyata, ketakutan tersebut tidak beralasan. Seperti kata adik saya, karena sudah cetak boarding pass terlebih dahulu, pemeriksaan menjadi tidak terlalu ketat dan saya berhasil lolos. Alhamdulilah. Mudah-mudahan liburan berjalan lancar.
Karena cuaca buruk di Belitung, pesawat mengalami penundaan keberangkatan sehingga kamipun terlambat tiba di Belitung.



Kami dijemput oleh tour guide merangkap driver di bandara yang sudah membawa karton nama bertuliskan "Welcome Eravany dan keluarga" Setelah bersalaman, Tour guide tersebut memperkenalkan dirinya, “Nama saya Wawan.” Dan setelah itu banyak sekali cerita mengenai Belitung yang dibagikannya kepada kami.

Perjalanan dari Bandara HAS Hananjoedin ke pusat kota memakan waktu sekitar 30 menit. Melewati jalan raya yang sepi dan di pohon-pohon yang cukup lebat menghiasi kiri dan kanan jalan.  Rumah-rumah penduduk juga jarang. Baru ketika akhirnya sampai ke kota Tanjung Pandan suasana mulai terasa ramai. 




Saat melewati suatu bundaran kami berhenti sejenak untuk melihat tugu Batu Satam yang merupakan ikon kota Tanjung Pandan.  Batu Satam adalah batuan khas Indonesia yang ditemukan di pulau Belitung Timur dan termasuk ke dalam batuan langka. Batu ini terbentuk dari hasil proses alam atas reaksi tabrakan meteor dengan lapisan bumi yang mengandung timah tinggi jutaan tahun lalu. Serpihan batu meteor itu tersebar keseluruh pelosok dunia seperti Australia, Cekoslovakia, Arab, dan di Indonesia tepatnya di pulau Belitung. Saat jatuh diatas tanah pulau Belitung, meteor ini bereaksi dengan kandungan timah yang sangat banyak yang terdapat dipulau Belitung, sehingga membentuk batu hitam yang kemudian dinamakan Batu Satam.  Karena proses inilah Batu Satam hanya terdapat di Indonesia dan menjadi batuan langka yang diburu para kolektor batu diseluruh dunia. Di Belitung sendiri batu satam ini di jadikan sebagai ikon dari ibu kota Belitung yaitu Tanjung Pandan.  Batu satam menjadi kebanggan Pulau Belitung.  Dan saat ini produksi Batu Satam digunakan sebagai cindera mata khas pulau Belitung, seperti, perhiasan terutama untuk dipakai wanita berupa cincin, giwang, atau liontin.   Dibuat pula tongkat yang bermata batu satam, cincin pria, dan sebagainya. Selain sebagai cindera mata, beberapa orang mempercayai bahwa batu satam memiliki kekuatan tersendiri, yaitu sebagai penangkal racun, penolak jin, dan setan.






Pemberhentian pertama kami sarapan mie Belitung di suatu resto yang sudah ditentukan oleh pihak Travel.  Sebenarnya untuk mie Belitung yang terkenal adalah Mie Belitung Atep. Tetapi karena pihak travel telah mempunyai langganan khusus jadilah kami dibawa kesana. Nggak masalah kok, karena nanti jika kita ingin makan mie Belitung Atep tersebut bisa minta singgah ke sana. Simphor Travel cukup fleksibel untuk urusan itinerary.
Menu kami di resto tersebut adalah Mie Belitung dengan minumannya Es Jeruk Kunci yang adalah es jeruk nipis yang rasanya enak, seger tidak terlalu kecut. Tetapi karena disana jual es kopi Belitung saya memilih minum es kopi saja.
Mie Belitungnya juga cukup enak. Merupakan mie kuning kenyal dengan kuah kari udang dengan dicampur dengan  tauge, irisan tahu goreng, emping dan cabe rawit tumbuk khas Belitung yang harum. 


Setelah kenyang kami melanjutkan perjalanan ke objek wisata berikutnya. Kami menuju ke daerah Gantung, dimana terdapat replika sekolah SD Muhammadiyah tempat syuting Laskar Pelangi. 
Sebelum menuju ke gedung SD tersebut, kami mampir dahulu ke Dermaga Kirana, yang merupakan danau bekas tambang yang di bagian depannya dibuat bangunan dari rotan yang unik. Dibuat dengan bentuk yang khas sehingga bagus untuk foto-foto. Barulah di belakangnya terdapat dermaga dari kayu dan ada beberapa kapal yang tersedia. Mungkin bisa disewa untuk keliling danau tetapi  saat itu tidak ada yang berperahu disana. 








Setelah itu kami menuju ke lokasi syuting film Laskar Pelangi. Suasana cukup ramai dengan para wisatawan lokal jadi kami harus bergantian tempat untuk foto.
Sambil mengingat-ingat film Laskar Pelangi saya duduk di kursi ruang kelas tempat anak-anak di film tersebut bersekolah. Saya sangat suka film tersebut jadi sebenernya pengen bisa berlama-lama menikmati ruang kelas tersebut. Tetapi mana bisa karena suasana yang cukup ramai. Apalagi kami ikut tour sehingga waktu dibatasi karena harus menuju ke objek wisata berikutnya.









Dari replika sekolah Laskar Pelangi kami menuju ke Museum Kata Andrea Hirata.
Jujur, saya tidak membaca itinerary yang dikirimkan pihak travel, sehingga saya tidak tau mengenai keberadaan museum ini. Terkadang saya ingin suatu kejutan dalam traveling sehingga saya browsing ketika saya sudah pulang dan hendak menulis cerita. 





















Museum Kata didirikan oleh Andrea Hirata penulis novel Laskar Pelangi yang difilmkan itu.
Waktu awal novelnya tebit saya termasuk fans berat Andrea Hirata karena membeli semua buku-bukunya. Waktu itu situs blog Multiply masih eksis dan saya masih rajin menulis. Sehingga review saya mengenai novel dan filmnya membuat saya mempunyai banyak teman baru. Ah, sayang sekali website Multiply sudah ditutup.
Yang pertama menarik perhatian saya adalah museumnya sangat Instagramable. Penuh dengan warna warni yang cerah ceria dimana-mana. Ada sudut yang dibuat seperti ruang di suatu rumah jaman dulu, ada sudut dengan sepeda ontel, ada bangku kayu dengan latar belakang tulisan-tulisan menarik. Setiap sudut dan ruangan bercerita dengan kekhasannya masing-masing. Ada ruangan yang penuh dengan puisi-puisi karangan Andrea. Ada ruangan yang penuh berisi dialog-dialog dalam film Laskar Pelangi. Malah ada juga bagian rumah yang terletak di belakang sehingga harus melewati halaman rumput yang cukup luas. Ruangan-ruangan tersebut juga diberi tema nama-nama tokoh dalam Laskar Pelangi. Ada ruangan Ikal, Lintang dan Mahar.  Museum ini membuat pengunjung seperti saya pusing karena maunya foto-foto terus.
Setelah puas menikmati segala sudut museum kami menuju mobil yang telah menunggu dan di pintu keluar kami mendapat souvenir cuplikan salah satu bab dalam novel Laskar Pelangi dalam bentuk buku kecil. 
Berikutnya, asdalah tujuan yang sudah saya tunggu-tunggu  yaitu : mampir ke kampung Ahok. Yeeay.. gubernur DKI yang sangat saya cintai itu memang berasal dari Belitung dan sempat menjadi Bupati di Belitung Timur.  Sepak terjangnya seabagai pribadi yang baik sudah sangat terkenal sejak beliau kecil dan akhirnya mengantarkan beliau menjadi orang nomor 1 di DKI Jakarta. 







Rumah Ahok tidak jauh letaknya dari Museum Kata sehingga dalam beberapa menit kami sudah sampai.  Rumah keluarga Ahok yang masih ditempati keluarganya merupakan bangunan yang cukup besar dan bertingkat dengan cat warna coklat muda. Di depan rumah tersebut terdapat bangunan rumah panggung dari kayu yang menjual berbagai macam souvenir khas Belitung. Saya hanya masuk untuk melihat sekilas dan berfoto di depan tulisan Kampung Ahok di depan rumah tersebut.  Di belakang rumah keluarga ahok terdapat kuda poni yang merupakan hewan peliharaan keluarga Ahok. Keponakan saya, Amira foto-foto juga disana. 
Untuk makan siang hari pertama, kami dibawa ke sebuah restoran yang paling besar di daerah Belitung Timur yaitu Restoran Fega. Hampir semua rombongan tour makan disana. Menunya aneka sea food, gangan - sop ikan khas Belitung, ini enak banget, tumis kangkung, serta nasi putih dan es teh manis. 

Tujuan selanjutnya adalah Wihara Dewi Kwan Im yang terletak di atas bukit. Wihara ini merupakan wihara yang terbesar dan tertua di pulau Belitung, berdiri sejak tahun 1747.  
Karena lokasinya di atas bukit, saya harus naik tangga yang jumlahnya 86 anak tangga sehingga dari atas wihara  saya bisa melihat laut dari kejauhan. Wihara ini memiliki tiga tempat sembahyang. Pertama, Shimunyo yang berada di dekat anak tangga. Naik lebih ke atas, ada lagi tempat sembahyang bernama Sitiyamuni  dan yang terakhir adalah   tempat sembahyang yang paling besar yaitu Kon Im.
Kata tour guidenya saya bisa minta diramal oleh orang yang ada disana, tapi ketika ditanyakan ternyata hanya ada ketika Imlek saja.  Yaah. 




Kami menuju bagian belakang kuil dimana sedang dibangun patung dewi Kwan Im yang cukup besar.  Saat itu masih dalam tahap peyelesaian sehingga banyak batu-batu berserakan. 



 Dari sini kami menuju Pantai Burung Mandi yang tidak terlalu jauh dari kuil. Pantainya tenang tidak berombak dan tidak terlalu ramai. Disini kami istirahat sambil menikmati es kelapa muda.  


Setelah itu kami kembali ke kota untuk beristirahat di hotel dan makan malam di sebuah restoran yang telah ditentukan oleh pihak travel.  
Selama di Belitung kami selalu makan di retoran yang berbeda tetapi dengan menu yang sama yaitu seafood. Biasanya ada udang, cumi dan ikan serta sayuran. Semuanya enak dan segar karena bahan-bahannya yang berkualitas baik.

No comments:

Post a Comment