Akhirnya hari yang ditunggu tiba juga. Kami semua bangun sekitar pukul 2.30 pagi dan
segera bersiap-siap. Sepertinya ini race
lari HM saya yang paling tidak siap. Karena sejak awal keputusan untuk
mengikuti race ini lumayan mepet. Ditambah lagi kurang latihan dan kondisi
lelah karena kebanyakan jalan-jalan dan kurang tidur.
Teman saya, Taxi, yang menyetir secara dia paling kuat
badannya. Saya dan Vee hanya tidur-tidur ayam di mobil. Baru setelah sampai di
lokasi kami meneruskan tidur karena jam start masih agak lama. Jam 6.30 race
baru dimulai.
Setelah sholat dan ke toilet kami berjalan menuju lokasi
start di halaman candi Borobudur. Pemanasan sudah, foto-foto juga sudah, dan
kami sibuk memperhatikan keadaan sekitar dimana tampak sekumpulan pelari
internasional yang berasal dari Kenya tampak berkumpul melakukan pemanasan
bersama-sama.
Kata sambutan dibawakan oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar
Pranowo, salah satu gubenur favorit
saya. Salah satu ikut ini biar bisa liat pak Ganjar juga sih. Hahaha…
Pertama kali start dilakukan untuk para peserta FM dan
peserta HM diminta bersiap-siap. Ketika kami sedang bersiap-siap tiba-tiba
tampak peserta FM menerobos antrian peserta yang sedang start.
Tadinya kami kira mereka adalah peserta FM yang terlambat
tetapi ternyata setelah acara usai saya mendapat berita kalau mereka salah
jalan dan malah kembali ke jalan arah start.
Ya ampun. Bener-bener deh panitianya gak profesional banget.
Tibalah giliran kami peserta HM melakukan start. Saya berlari
dengan santai untuk menghemat tenaga.
Tetapi baru sampai di km 2 kaki saya sudah sakit. Nggak tau kenapa.
Sakit di bagian betis belakang. Mungkin karena dari awal sudah disambut dengan
tanjakan panjang. Tetapi saya masih bisa berlari dan saya tetap paksakan untuk
berlari. Nggak mungkin di km awal saya sudah jalan kaki.
Pemandangan khas pedesaan di sekitar candi menjadi hiburan
demikian juga di sekitar km 10 ada serombongan para penari yang menari dengan
diiringi gamelan. Seru. It’s just like
Bali Marathon.
Kaki saya bertambah sakit sehingga jika ada medik saya selalu
berhenti minta di beri salep pain killer.
Di sini saya sudah dilewati oleh teman-teman yang saya kenal. Hiks… Dan
setelah berjalan dan berlari di 3 km terakhir saya finish, akhirnya.
Setelah finish saya segera menuju tempat mengambil medali
yang dijaga oleh beberapa orang polisi. Saya baru tau belakangan bahwa sebelum
itu ada insiden di tempat pengambilan medali dimana terjadi chaos diantara
finisher 10K yang tentunya sudah finish duluan. Mereka rebutan medali dan
penjaga tidak bisa mengantisipasi. Beruntung juga saya yang finish 3 jam lebih
jadi nggak perlu rebutan.
Karena kaki saya sakit sekali dan cuaca panas, saya melipir
ke tenda medik untuk minta pertolongan. Minimal dioles-oles sesuatu deh biar gak
terlalu sakit. Ternyata semua salep painkiller habis. Jadi saya hanya
duduk-duduk saja disana numpang ngadem. Nggak berapa lama ada kehebohan dimana
seorang pelari Kenya wanita dibawa ke tenda dalam kondisi nyaris pingsan. Dan
setelah itu ada seorang polisi yang dibawa ke tenda medik dengan kondisi
lemas. Ya ampun, pak.
Saya sempat bertemu dengan Riri teman dari Indorunner dan
ngobrol. HP saya mati keabisan batterai jadi saya harus charge dulu dengan
power bank. Jadilah saya belum bisa foto-foto. Saya berjalan keluar tenda medic
dan saya merasa agak mual dan tidak berapa lama sayapun muntah. Sepertinya saya
terlalu banyak minum isotonik. Saya segera menghampiri mobil PMI dan disana diberi
teh manis hangat. Setelah agak lebih segar, saya segera menuju lokasi parkir
mobil untuk bertemu dengan teman-teman. Sebel deh nggak sempat ke arah candi
Borobudur untuk foto-foto. Padahal sudah tinggal jalan 100 meter lagi.
Nyeselnya sampe sekarang. Jadinya foto
saya pakai medali malah dengan latar belakang kios-kios di pasar Borobudur,
bukan di depan candi. Next time lebih baik matikan saja HP yang sudah sekarat
baterainya selama race daripada setelah finish gak bisa foto-foto.
Teman-teman saya, Taxi dan Vee berencana untuk langsung
jalan-jalan. Tadinya saya kira mau ke candi Ratu Boko tempat syuting AADC 2.
Tetapi ternyata Taxi sudah ada rencana mau ke Pantai Timang. Lokasinya? Jauh
bo’ di daerah Gunung Kidul tempat
kemaren kita body rafting di gua Pindul. Kalau candi Ratu Boko itu bagusnya memang
dikunjungi sewaktu senja sih, kalau siang gini nanti hasil fotonya kurang
bagus.
Sebagai penumpang dadakan saya sih ikut saja apa kata bu
supir. Nggak boleh protes dan tinggal duduk manis. Apalagi tadi sudah makan
nasi pecel dan minum bergelas-gelas es teh manis. Saatnya untuk bobo cantik di jalan. Hahaha..
Setelah sekitar 2 jam perjalanan, perut kembali lapar. Kami mampir dulu di sebuah kios pinggir jalan
yang menjual mie ayam. Bingung juga makan
apa karena tidak banyak warung di sepanjang jalan ke pantai Timang. Sepertinya sih
dari tempat makan mie ayam ini, Pantai Timang sudah tidak jauh lagi, karena kami sudah melewati beberapa plang
bertuliskan pantai-pantai yang beada di Gunung Kidul. Terlihat dari papan
namanya tampak nama Pantai Siung dan pantai Pok Tunggal. Ternyata ada banyak
pantai di daerah Gunung Kidul, ketika saya browsing di internet, ada pantai Slili, pantai Ngrenehan dan pantai Sadeng. Pantai Krakal dan Pantai
Sadranan juga termasuk pantai di daerah Gunung Kidul. Yang sudah saya datangi
dan yang sudah terkenal dari dulu adalah pantai Baron, dimana terakhir saya
kesana jaman masih kuliah.
Jalan yang kami lalui semakin sempit yang akhirnya membawa
kami ke suatu tempat parkir dimana sudah banyak sepeda motor dengan abangnya.
Ooh, ternyata karena jalan curam dan licin kami harus memakai jasa ojek motor
untuk sampai ke pantai. Biaya untuk naik
ojek pp adalah sebesar Rp. 50 ribu. Jadi nanti kami ditunggu oleh mereka selama
berada di pantai.
Bener kan, perjalanan dengan motor ini adalah perjalanan
paling seru yang saya alami. Motor melalui jalan berbukit, naik turun dan
kadang melewati jalan tanah yang licin. Tukang ojek nya sudah sangat
berpengalaman sehingga bisa melewati jalan-jalan tersebut dengan mudah. Ketika
sampai di tempat yang tinggi tampak laut membiru di kejauhan.
Akhirnya setelah sekitar 15 menit ajrut-ajrutan dan deg-degan
di bangku belakang motor si abang, sampailah saya di suatu lapangan. Ternyata Pantai Timang bukan typikal pantai berpasir
tapi terletak di atas karang. Untuk
berfoto ria sudah disediakan tempat khusus dan harus membayar Rp. 5000,- Pemandangannya memang luar biasa cantik,
dengan warna laut biru gelap serta buih
ombak yang memecah. Membuat kami tidak habis-habisnya foto-foto.
Ternyata pantai Timang itu ada 2 lokasi, disebelah timur
merupakan pantai dengan pasir putih seperti pantai pada umumnya dan sebelah
barat yang berupa tebing batu. Dari sisi pantai yang bertebing, kita bisa menyeberang ke pulau karang yang
bernama Pulau Timang. Yang unik, kita
bisa menyeberang ke pulau yang berjarak 100 meter dengan menggunakan sky lift
manual yang dibuat dari kayu dan melewati rel yang terbuat dari tali tebal.
Daya dorongnya juga memakai tenaga manusia.
Bener-bener ngeri-ngeri sedap deh. Karena semuanya serba manual kita
hanya bisa pasrah saja. Kalau jatuh, laut yang dalam dengan batu-batuan yang
tajam siap menerima kita. Tapi sudah jauh-jauh ke sini nggak mungkin saya nggak
menyeberang. Dengan biaya Rp. 150 ribu per orang PP saya siap merasakan sky
lift manual yang hanya ada di Yogya!
Saya mendapat giliran ke 2 yang menyeberang dan dalam sekejap
saya sudah sampai di seberang. Sempat
lihat kebawah dan memang bikin deg-degan karena laut yang biru dengan karang-karang
tajam berada disana. Setelah puas
menikmati pemandangan dari pulau dan foto-foto kami segera pulang. Mendung
tebal tampak menggantung. Kami menyeberang balik dan kembali naik ke
masing-masing ojek yang membawa kami ke mobil. Walaupun sempat kehujanan akhirnya kami semua
tiba dengan selamat dan bergegas kembali ke kota Yogya.
Sebelum balik ke hotel kami akan singgah makan malam di Sate
Klatak Pak Pong. Alamatnya Jl Imogiri Timur km 7, Pleret, Bantul. Cukup jauh perjalanan ke sana, melewati jalan-jalan
yang gelap dan sepi. Seperti biasa google map jadi andalan. Hujan turun cukup deras ketika kami sampai, kombinasi yang pas antara lapar dan dingin
serta harus menunggu cukup lama untuk pesanan sate kambing kami malam itu. Sate kambing di sini unik karena ditusuk di
jeruji sepeda serta memakai kuah gulai.
Rasanya berkali lipat lebih enak pasti karena kami semua kelaparan dan
kedinginan.
Jam 10 malam kami tiba di hotel. Saya segera memesan gojek
untuk kembali ke rumah tante di Bausasran.
Hari terakhir di Yogya saya habiskan dengan berjalan kaki di
sekitar rumah untuk mencari sarapan nasi gudeg dan kue basah. Ada langganan
kue-kue basah yang super lengkap deket rumah.
Pulang dari sana saya pasti kalap dan membeli beraneka ragam kue.
Siangnya saya dijemput teman dan rencananya mau ngopi di
klinik kopi. Tetapi karena kedai kopi tersebut baru buka sore hari jadi batal
deh. Klinik kopi ini merupakan lokasi
syuting AADC 2 juga dan jadi hits sejak filmnya tayang. Batal minum kopi, saya diajak makan soto
ayam.
Untuk mengobati kecewa karena nggak jadi ngopi, dessert
gelato dari Ciao Gelato menjadi penutup hari itu. Gelato memang sedang jadi
tren di Yogyakarta. Dengan harga yang relative terjangkau kedai Gelato banyak
tersebar di Yogyakarta. Salah satunya yang saya datangi ini dekat dengan jl
Bausasran. Jadi nggak usah buru-buru
bisa langsung ambil tas dan langsung ke stasiun Lempuyangan yang juga dekat
sana.
Di tengah jalan baru deh saya merasa tidak enak badan, 4 hari
full jalan-jalan dan lari 21K membuat badan saya drop dan sakit flu berat
selama seminggu. Nggak apa-apa deh, yang
penting puas bisa jalan-jalan di Yogya.
Kapan ya bisa balik lagi secara masih banyak obyek wisata baru di Yogya
dan semuanya bagus-bagus pastinya.
No comments:
Post a Comment