Thursday, 2 March 2017

Traveling to Yogya - Borobudur Marathon (2)



Akhirnya hari yang ditunggu tiba juga.  Kami semua bangun sekitar pukul 2.30 pagi dan segera bersiap-siap.  Sepertinya ini race lari HM saya yang paling tidak siap. Karena sejak awal keputusan untuk mengikuti race ini lumayan mepet. Ditambah lagi kurang latihan dan kondisi lelah karena kebanyakan jalan-jalan dan kurang tidur. 

Teman saya, Taxi, yang menyetir secara dia paling kuat badannya. Saya dan Vee hanya tidur-tidur ayam di mobil. Baru setelah sampai di lokasi kami meneruskan tidur karena jam start masih agak lama. Jam 6.30 race baru dimulai.
Setelah sholat dan ke toilet kami berjalan menuju lokasi start di halaman candi Borobudur. Pemanasan sudah, foto-foto juga sudah, dan kami sibuk memperhatikan keadaan sekitar dimana tampak sekumpulan pelari internasional yang berasal dari Kenya tampak berkumpul melakukan pemanasan bersama-sama.
Kata sambutan dibawakan oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, salah satu gubenur  favorit saya. Salah satu ikut ini biar bisa liat pak Ganjar juga sih. Hahaha…




Pertama kali start dilakukan untuk para peserta FM dan peserta HM diminta bersiap-siap. Ketika kami sedang bersiap-siap tiba-tiba tampak peserta FM menerobos antrian peserta yang sedang start.
Tadinya kami kira mereka adalah peserta FM yang terlambat tetapi ternyata setelah acara usai saya mendapat berita kalau mereka salah jalan dan malah kembali ke jalan arah start.  Ya ampun. Bener-bener deh panitianya gak profesional banget.
Tibalah giliran kami peserta HM melakukan start. Saya berlari dengan santai untuk menghemat tenaga.  Tetapi baru sampai di km 2 kaki saya sudah sakit. Nggak tau kenapa. Sakit di bagian betis belakang. Mungkin karena dari awal sudah disambut dengan tanjakan panjang. Tetapi saya masih bisa berlari dan saya tetap paksakan untuk berlari. Nggak mungkin di km awal saya sudah jalan kaki. 


Pemandangan khas pedesaan di sekitar candi menjadi hiburan demikian juga di sekitar km 10 ada serombongan para penari yang menari dengan diiringi gamelan. Seru.  It’s just like Bali Marathon.
Kaki saya bertambah sakit sehingga jika ada medik saya selalu berhenti minta di beri salep pain killer.  Di sini saya sudah dilewati oleh teman-teman yang saya kenal. Hiks… Dan setelah berjalan dan berlari di 3 km terakhir saya finish, akhirnya.
Setelah finish saya segera menuju tempat mengambil medali yang dijaga oleh beberapa orang polisi. Saya baru tau belakangan bahwa sebelum itu ada insiden di tempat pengambilan medali dimana terjadi chaos diantara finisher 10K yang tentunya sudah finish duluan. Mereka rebutan medali dan penjaga tidak bisa mengantisipasi. Beruntung juga saya yang finish 3 jam lebih jadi nggak perlu rebutan.
Karena kaki saya sakit sekali dan cuaca panas, saya melipir ke tenda medik untuk minta pertolongan. Minimal dioles-oles sesuatu deh biar gak terlalu sakit. Ternyata semua salep painkiller habis. Jadi saya hanya duduk-duduk saja disana numpang ngadem. Nggak berapa lama ada kehebohan dimana seorang pelari Kenya wanita dibawa ke tenda dalam kondisi nyaris pingsan. Dan setelah itu ada seorang polisi yang dibawa ke tenda medik dengan kondisi lemas.  Ya ampun, pak.
Saya sempat bertemu dengan Riri teman dari Indorunner dan ngobrol. HP saya mati keabisan batterai jadi saya harus charge dulu dengan power bank. Jadilah saya belum bisa foto-foto. Saya berjalan keluar tenda medic dan saya merasa agak mual dan tidak berapa lama sayapun muntah. Sepertinya saya terlalu banyak minum isotonik. Saya segera menghampiri mobil PMI dan disana diberi teh manis hangat. Setelah agak lebih segar, saya segera menuju lokasi parkir mobil untuk bertemu dengan teman-teman. Sebel deh nggak sempat ke arah candi Borobudur untuk foto-foto. Padahal sudah tinggal jalan 100 meter lagi. Nyeselnya sampe sekarang.  Jadinya foto saya pakai medali malah dengan latar belakang kios-kios di pasar Borobudur, bukan di depan candi. Next time lebih baik matikan saja HP yang sudah sekarat baterainya selama race daripada setelah finish gak bisa foto-foto.  







Teman-teman saya, Taxi dan Vee berencana untuk langsung jalan-jalan. Tadinya saya kira mau ke candi Ratu Boko tempat syuting AADC 2. Tetapi ternyata Taxi sudah ada rencana mau ke Pantai Timang. Lokasinya? Jauh bo’  di daerah Gunung Kidul tempat kemaren kita body rafting di gua Pindul. Kalau candi Ratu Boko itu bagusnya memang dikunjungi sewaktu senja sih, kalau siang gini nanti hasil fotonya kurang bagus.
Sebagai penumpang dadakan saya sih ikut saja apa kata bu supir. Nggak boleh protes dan tinggal duduk manis. Apalagi tadi sudah makan nasi pecel dan minum bergelas-gelas es teh manis.  Saatnya untuk bobo cantik di jalan. Hahaha.. 

Setelah sekitar 2 jam perjalanan, perut kembali lapar.  Kami mampir dulu di sebuah kios pinggir jalan yang menjual mie ayam.  Bingung juga makan apa karena tidak banyak warung di sepanjang jalan ke pantai Timang. Sepertinya sih dari tempat makan mie ayam ini, Pantai Timang sudah tidak jauh lagi,  karena kami sudah melewati beberapa plang bertuliskan pantai-pantai yang beada di Gunung Kidul. Terlihat dari papan namanya tampak nama Pantai Siung dan pantai Pok Tunggal. Ternyata ada banyak pantai di daerah Gunung Kidul, ketika saya browsing di internet,  ada  pantai Slili, pantai Ngrenehan dan  pantai Sadeng. Pantai Krakal dan Pantai Sadranan juga termasuk pantai di daerah Gunung Kidul. Yang sudah saya datangi dan yang sudah terkenal dari dulu adalah pantai Baron, dimana terakhir saya kesana jaman masih kuliah. 
Jalan yang kami lalui semakin sempit yang akhirnya membawa kami ke suatu tempat parkir dimana sudah banyak sepeda motor dengan abangnya. Ooh, ternyata karena jalan curam dan licin kami harus memakai jasa ojek motor untuk sampai ke pantai.  Biaya untuk naik ojek pp adalah sebesar Rp. 50 ribu. Jadi nanti kami ditunggu oleh mereka selama berada di pantai. 

Bener kan, perjalanan dengan motor ini adalah perjalanan paling seru yang saya alami. Motor melalui jalan berbukit, naik turun dan kadang melewati jalan tanah yang licin. Tukang ojek nya sudah sangat berpengalaman sehingga bisa melewati jalan-jalan tersebut dengan mudah. Ketika sampai di tempat yang tinggi tampak laut membiru di kejauhan. 

Akhirnya setelah sekitar 15 menit ajrut-ajrutan dan deg-degan di bangku belakang motor si abang, sampailah saya di suatu lapangan. Ternyata  Pantai Timang bukan typikal pantai berpasir tapi terletak di atas karang.  Untuk berfoto ria sudah disediakan tempat khusus dan harus membayar Rp. 5000,-   Pemandangannya memang luar biasa cantik, dengan warna laut  biru gelap serta buih ombak yang memecah. Membuat kami tidak habis-habisnya foto-foto.







Ternyata pantai Timang itu ada 2 lokasi, disebelah timur merupakan pantai dengan pasir putih seperti pantai pada umumnya dan sebelah barat yang berupa tebing batu. Dari sisi pantai yang bertebing,  kita bisa menyeberang ke pulau karang yang bernama Pulau Timang.  Yang unik, kita bisa menyeberang ke pulau yang berjarak 100 meter dengan menggunakan sky lift manual yang dibuat dari kayu dan melewati rel yang terbuat dari tali tebal. Daya dorongnya juga memakai tenaga manusia.  Bener-bener ngeri-ngeri sedap deh. Karena semuanya serba manual kita hanya bisa pasrah saja. Kalau jatuh, laut yang dalam dengan batu-batuan yang tajam siap menerima kita. Tapi sudah jauh-jauh ke sini nggak mungkin saya nggak menyeberang. Dengan biaya Rp. 150 ribu per orang PP saya siap merasakan sky lift manual yang hanya ada di Yogya!  






Saya mendapat giliran ke 2 yang menyeberang dan dalam sekejap  saya sudah sampai di seberang. Sempat lihat kebawah dan memang bikin deg-degan karena laut yang biru dengan karang-karang tajam berada disana.  Setelah puas menikmati pemandangan dari pulau dan foto-foto kami segera pulang. Mendung tebal tampak menggantung. Kami menyeberang balik dan kembali naik ke masing-masing ojek yang membawa kami ke mobil.  Walaupun sempat kehujanan akhirnya kami semua tiba dengan selamat dan bergegas kembali ke kota Yogya.
Sebelum balik ke hotel kami akan singgah makan malam di Sate Klatak Pak Pong. Alamatnya Jl Imogiri Timur km 7, Pleret, Bantul.  Cukup jauh perjalanan ke sana, melewati jalan-jalan yang gelap dan sepi. Seperti biasa google map jadi andalan.  Hujan turun cukup deras  ketika kami sampai,  kombinasi yang pas antara lapar dan dingin serta harus menunggu cukup lama untuk pesanan sate kambing kami malam itu.  Sate kambing di sini unik karena ditusuk di jeruji sepeda serta memakai kuah gulai.  Rasanya berkali lipat lebih enak pasti karena kami semua kelaparan dan kedinginan. 



Jam 10 malam kami tiba di hotel. Saya segera memesan gojek untuk kembali ke rumah tante di Bausasran.

Hari terakhir di Yogya saya habiskan dengan berjalan kaki di sekitar rumah untuk mencari sarapan nasi gudeg dan kue basah. Ada langganan kue-kue basah yang super lengkap deket rumah.  Pulang dari sana saya pasti kalap dan membeli beraneka ragam kue. 


Siangnya saya dijemput teman dan rencananya mau ngopi di klinik kopi. Tetapi karena kedai kopi tersebut baru buka sore hari jadi batal deh.  Klinik kopi ini merupakan lokasi syuting AADC 2 juga dan jadi hits sejak filmnya tayang.  Batal minum kopi, saya diajak makan soto ayam. 


Untuk mengobati kecewa karena nggak jadi ngopi, dessert gelato dari Ciao Gelato menjadi penutup hari itu. Gelato memang sedang jadi tren di Yogyakarta. Dengan harga yang relative terjangkau kedai Gelato banyak tersebar di Yogyakarta. Salah satunya yang saya datangi ini dekat dengan jl Bausasran.  Jadi nggak usah buru-buru bisa langsung ambil tas dan langsung ke stasiun Lempuyangan yang juga dekat sana. 

Di tengah jalan baru deh saya merasa tidak enak badan, 4 hari full jalan-jalan dan lari 21K membuat badan saya drop dan sakit flu berat selama seminggu.  Nggak apa-apa deh, yang penting puas bisa jalan-jalan di Yogya.  Kapan ya bisa balik lagi secara masih banyak obyek wisata baru di Yogya dan semuanya bagus-bagus pastinya.

No comments:

Post a Comment