Tuesday 26 December 2023

Traveling to Japan (Part 3)

 


Seperti biasa, pagi ini saya sarapan di hostel dengan menu roti panggang selai. Walaupun menunya sederhana tapi suasana hostel yang hangat dengan berbagai macam orang dari berbagai bangsa benar-benar menghibur saya. Dan rasa roti panggang menjadi lebih enak. Haha.. Selain strawberry yang biasa, disediakan pula selai marmalade, yang kalau ada di rumah males makannya, tapi di sini kayaknya enak banget. Hehe...

Hari ini acara saya adalah janjian dengan teman lama saya, Tini di Shinjuku Station. Turun di station Shinjuku yang luas, membuat saya menjadi bingung. Jadi yang mestinya janjian di pintu keluar utama, saya jadi keluar entah di pintu mana dan menunggu Tini disana. Stasiun Shinjuku adalah stasiun dengan pintu keluar paling banyak di dunia. Huu, pastilah saya salah pintu keluar kalo kayak gini. Males jalan lagi nyari pintu yang bener,  jadi saya nunggu berdiri dengan manis di trotoar yang luas sambil menikmati pemandangan sekitar dan foto-foto. Ada booth yang jual lotre, ada antrian panjang di depan bakery, pemandangan gedung-gedung yang megah dan orang-orang yang lewat dengan berbagai gaya. Dan akhirnya Tini muncul memanggil saya, kangen-kangenan dan Tini mau mengajak saya makan di resto yang berada di atas stasiun Shinjuku. Pokoknya saya ikut aja deh jadi kurang memperhatikan lagi dan setelah sampai di restonya saya segera pesan. Menu yang favorit disini adalah udon jadi saya pesan itu. Tini datang dengan anak-anaknya sepasang cewek cowok yang imut-imut dan gemesin. Jadi suasana ramai dengan mereka.








Setelah makan, kami menuju ke patung Hachiko yang terletak di depan Shibuya Crossing,  Jadi lumayan ada yang bantuin foto di sini. Ramai juga yang mau foto di patung ini, jadi kita harus gentian dan sabar menunggu. Sepertinya selalu banyak yang mau foto ini sehari-harinya. Ceritanya memang fenomenal sekali dan bikin terharu.



Sebelum berpisah, Tini menemani saya mengambil uang di ATM di salah satu mall di dekat Shibuya dan setelah itu kami berpisah

Saya meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki menyusuri jalan raya utama menuju ke Harajuku. Jaraknya hanya sekitar 1 km jadi lumayan dekat, sambil jalan kaki menyusuri jalan saya bisa melihat suasana sekitar.

Ada mobil iklan dengan lagu-lagu pop jepang, tiba2 lewat mobil pemadam kebakaran, ada antrian cewek-cewek Jepang yang ingin melihat acara K-pop, ada wawancara seorang artis jepang di radio yang berada di ruangan di samping jendela terbuka sehingga bisa dilihat orang-orang, sampai akhirnya sampailah saya di Takeshita Street yang ramai dan penuh dengan orang dengan beraneka macam rupa dan gaya.






Rasanya pengen duduk deh karena capai tapi di Jepang itu ternyata tidak boleh duduk sembarang di pinggir jalan.  Jadi ya harus cari taman atau mall atau stasiun kalau mau duduk.

Dari ujung Takeshita Street saya menuju ke Taman di Meiji Jingu Shrine, sekalian melihat kuilnya karena sudah ada disana, walaupun jalan menuju ke bangunan kuilnya jauh banget.

Kuil Meiji Jingu merupakan kuil yang didedikasikan untuk Kaisar Meiji yang berkuasa pada tahun 1867-1912 dan permaisurinya. Setelah Kaisar Meiji meninggal dunia, orang-orang Tokyo berkeinginan untuk membuat jingu yang didedikasikan untuk Kaisar Meiji. Pembangunannya membutuhkan waktu 5 tahun mulai dari tahun 1915 hingga 1920. Tanah yang dulunya terbengkalai ini ditanami pohon-pohon yang tidak hanya berasal dari Jepang, tetapi juga dari Semenanjung Korea dan Taiwan. Ada 365 jenis pohon dengan jumlah total sekitar 120 ribu batang pohon yang ditanam di sini oleh sekitar 110 ribu orang relawan. Penanaman pohon 100 tahun lalu yang bertujuan untuk membuat hutan, kini telah membuahkan hasil. Tempat ini dicintai banyak orang sebagai hutan yang memiliki keragaman ekosistem. (https://matcha-jp.com/id/1215)






Disini terdapat gerbang kuil kayu besar yang disebut torii dan yang juga terkenal dari Meiji Jingu Shrine ini adalah deretan tong-tong besar yang berisi sake.

Saya berada di sana sampai jam operasional kuil habis dan saya salah mengambil jalan menuju pintu keluar yang dekat ke stasiun, sehingga harus jalan memutar lagi dan jauh. huhu.. kaki rasanya sudah pegal sekali. 

Akhirnya saya menuju ke obyek wisata terakhir hari ini : Tokyo Metropolitan Goverment Building untuk melihat pemandangan kota Tokyo dari lantai 45  dengan Gratis. Jam buka : 9.30 – 21.30. Beruntung sekali, sampai di sana sunset masih agak lama dan saya bisa melihat detik-detik matahari tenggelam dengan indahnya di tengah kota Tokyo yang padat. Bahkan karena cuaca sangat cerah saya bisa melihat Gunung Fuji di kejauhan.




Oh iya, waktu saya mencari lift untuk menuju ke atas, saya sempat bertanya kepada petugas di sana dan mereka langsung mengarahkan ke lift yang berada di lantai bawah dengan ramah.

 

Pulangnya saya sempat kebingungan waktu berjalan menuju lokasi stasiun yang terdekat dengan gedung, supaya saya tidak perlu jalan kaki lagi ke stasiun Shinjuku. Untung ada mbak cantik yang membantu, menemani saya sampai menuju ke stasiun tersebut.

 

 

Monday 23 October 2023

Traveling to Japan (Part 2)

 




Pagi-pagi dingin banget ternyata, saya jalan-jalan ke kuil dekat penginapan, namanya Naritasan Sensoji dan ke taman disebelahnya Narita Park. Foto-foto di temple dan sempet masuk sebentar di taman yang karena musim dingin suasanya jadi muram dan semua serba kecoklatan. Puas menikmati suasana area Narita, saya segera kembali ke hostel dan duduk sebentar menghangatkan diri.

Saya kembali berjalan kaki menyusuri jalan kecil menuju stasiun untuk naik MRT menuju Asakusa.  Ternyata saya salah stasiun.  Banyaknya operator MRT di Jepang kadang bikin bingung. Setelah bertanya ke pegawai stasiun, saya diarahkan menuju stasiun yang benar. Di jalan saya juga bertanya ke ibu-ibu yang berjalan kaki bersama saya dan dengan senang hati beliau berjalan bersama saya ke stasiun. Setelah berganti kereta 2x akhirnya tiba juga saya di Asakusa.









Senang sekali akhirnya bisa tiba disini, di Asakusa, menikmati keramaian sambil makan onigiri yang saya beli di Family Mart. Banyak sekali orang-orang di jalan dan banyak sekali jajajan yang bertebaran di sepanjang jalan. Saya tidak berlama-lama berdiam diri  jadi saya melanjutkan perjalanan mencari Sakura Hostel Asakusa dengan panduan Google Map.

Tulisan Sakura Hostel pada bangunan berwarna merah tosca menyambut saya. Rasanya senang sekali waktu masuk ke dalam hostel karena langsung disambut dengan udara hangat. Saya diterima oleh resepsionis Perempuan ramah yang menanyakan bookingan saya dan setelah membayar dengan debit Jenius, saya diinfo mendapat room di lantai 2. Untunglah ada lift jadi gak perlu gotong koper.  



Saya memesan female dorm dengan 6 bed dan saya mendapat tempat tidur di bawah. Semua bed terisi penuh. Saya beres-beres sebentar dan segera keluar lagi untuk berjalan-jalan.  Berikut tempat-tempat yang saya kunjungi :

-          Kuil Sensoji Asakusa Kuil yang awalnya bernama Sensoji Kannon Temple ini berdiri pada tahun 645 Masehi dan didirikan oleh dua bersaudara Hinokuma Hanamari dan Hinokuma Takenari sebagai bentuk penghormatan untuk Dewi Kannon atau Dewi Welas Asih. Gerbang utama kuil ini bernama Kaminarimon Gate dan gerbang kedua bernama Hozomon Gate.




-         Nakamise Shopping Street

-          Sumida River

-          Tokyo Skytree, ternyata dari Asakusa Tokyo Skytree masih sekitar 1,5 km lagi jadi saya memutuskan tidak kesana dan hanya foto-foto dari Sumida River saja.




-        Kuil Imado Jinja – karena saya suka kucing. Ini kuil yang banyak ornamen kucing-kucingnya. Di sini saya hanya duduk dan menikmati suasana kuil yang sepi. Hanya beberapa orang yang datang untuk berdoa. Mereka membeli gift yang terbuat dari kayu lalu digantung di beberapa tempat di kuil tersebut. Ketika saya sedang bengong tiba-tiba ada kucing putih datang. Pasti ini maskot kuil Imado Jinja.  Herannya pengunjung yang sedang berada di sana tidak ada yang mengelusnya, mereka hanya melihat sambil berseru, kawaii berkali-kali. Dan memfoto kucing tersebut. Saya yang penasaran menunggu sampai orang-orang tersebut pergi dan baru mengelus-elus kucing tersebut. Mirip kucing domestik di Indonesia tetapi bulunya lebih tebal.

 







-          Dari kuil Imado Jinja saya berjalan kaki ke  Sumida River dan menikmati menikmati suasana malam dengan latar belakang Tokyo Skytree dan foto-foto di kuil Sensoji di malam hari.

 

Karena penginapan saya dekat dengan Sensoji Temple saya selalu lewat kuil ini kalau berangkat dan pulang dari jalan-jalan. Sampai bosan rasanya, tapi memang kuil ini selalu penuh. Pagi-pagi banyak murid sekolah yang berkunjung ke kuil ini. Di sini sebenarnya bisa mendapat ramalan tetapi kok saya gak kepikiran ya.

Monday 31 July 2023

Traveling to Japan (Part 1)

 


Setelah Jepang open border, tiba-tiba saja saya sudah pesan tiket ke Jepang.  Padahal bukan harga gledek, setelahnya nyesel sedikit, tapi karena pas harga gledek kebanyakan di bulan Feb-Maret, saya menghibur diri kalau saya memang pengen berangkat bulan Januari tepatnya 18-25 Januari 2023 dengan maskapai Philippine Airlines.

Sejak memesan tiket sekitar bulan September, saya mengumpulkan info sebanyak-banyaknya untuk menyusun itinerary. Untuk penginapan saya memilih 3 penginapan, hari pertama karena sampai di Tokyo pada malam hari saya memesan penginapan dorm di Narita, Narita Sando Guesthouse. Hari berikutnya saya pesan hostel di Asakusa, Sakura Hostel Asakusa 5 malam dan malam terakhir saya menginap di Ryokan, penginapan tradisional Jepang di Asakusa bernama,  Taito Ryokan.

Sehari sebelum keberangkatan saya mendapat pemberitahuan dari Traveloka kalau pesawat Phillipine Arlines Jakarta-Narita di reschedule menjadi transit di Manila selama 20 jam dari yang awalnya 8 jam. Saya yang awalnya rencana mau menunggu di airport saja karena takut gak bisa keluar akhirnya mencari info yang lebih lengkap untuk jalan-jalan ke Manila. Lumayan deg-degan juga karena cuma sendirian tapi ya sudahlah, nanti pas check in saya rencana mau complain ke mbaknya supaya dapat jalan keluar yang lebih baik.



Ketika saya sampai di airport terminal 3 dan menuju counter Phillipines Airlines ternyata antrian sudah lumayan panjang. Saya ikut antri sambil melihat orang-orang dalam antrian, banyak juga yang membawa koper besar-besar. Ketika giliran saya, langsung saja saya memberitahu mbaknya kalau saya mendapat info reschedule dengan transit yang lama sekali.  Mbaknya bilang kalau saat itu transit di Manila tidak bisa keluar dan akan diberi kamar hotel atau akan dipindah ke maskapai lain. Wah, jelas saja saya pilih dipindah ke maskapai lain dan saya diminta untuk menulis di daftar dan ternyata daftar tersebut untuk dipindah ke maskapai Japan Airlines. Asyiiiik… rejeki anak sholehah. Tapi karena pesawat baru berangkat jam 6.30 pagi, saya harus menunggu di airport sampai waktu check in tiba sekitar jam 3 pagi.  Dengan senang hati saya menunggu di kursi dekat counter JAL, duduk-duduk dan mencoba tidur sebentar.  Ketika counter sudah buka, saya segera antri dan akhirnya boarding pass sudah di tangan ditambah dengan voucher di Saphire Lounge untuk makan. Duh bener-bener rejeki tidak terduga. Seneng banget rasanya, nggak jadi transit berlama-lama dan  bisa terbang direct langsung ke Tokyo.

Ketika check in tadi saya meminta tempat duduk dekat jendela dan ternyata sebelah saya tidak ada penumpang, jadi bisa bebas duduk santai.  Pesawat dilengkapi dengan TV sehingga tidak membosankan, setelah tidur pada awal penerbangan saya menghabiskan waktu dengan menonton film. Lumayan banget ada film yang belum ditonton di bioskop.

Sampai di Narita, sore sekitar jam 16. Antrian imigrasi lancar, saya sudah daftar lebih dulu di visit japan web, sampai ada tulisan warna biru, Review Completed. Itu yang dilihat petugasnya. Untuk bea cukai saya isi form kertas yang dibagikan di pesawat. Petugas bea cukai sempat bertanya ke saya ada acara apa di Tokyo, saya jawab untuk liburan.

Lolos imigrasi dan bea cukai, saya mencari bagian informasi dan bertanya tempat beli kartu Suica. Lokasinya turun 1 lantai dan ada tulisan dengan jelas counter tempat beli suica crd tersebut. Suica Card saya isi sejumlah 5000 yen.  Saya cuma modal yen dari Jakarta sebesar 10000 yen, sisanya ambil di Jepang pakai Jenius.




·       Karena saya cuma keliling seputar Tokyo modal saya hanya Suica Card ini saja yang bisa dipakai disemua provider MRT. Sebenarnya ada jenis pass lain yang lebih murah jika dipakai 3 hari untuk keliling seputar Tokyo. Tetapi karena saya ingin praktis, saya hanya membeli Suica Card ini saja.

·        MRT di Jepang memang rumit. Tiap provider ada pintu masuknya sendiri-sendiri. Kalau googling tujuan kemana, biasanya keluar beberapa alternatif, biasanya saya pilih yang paling murah harganya kalau lagi santai. Kalau jaraknya dekat maksimal 1,5 km saya pilih jalan kaki.

      Malam ini saya menginap di Narita Sando Guesthouse yang dekat dengan Narita Airport. Karena jadwal awal dengan pesawat PAL malam hari baru tiba di Narita. Sudah terlanjur bayar juga adi tetap menginap di sini. Guesthouse nya di dorm dengan kunci elektronik yang kombinasinya diinfo by email setelah isi form. Jadi tidak ada resepsionisnya.  Tempatnya di jalan kecil kira-kira 800 meter dari Narita Station, tapi bagus dan bersih. Booking lewat Agoda.






Setelah meletakkan barang di kamar saya keluar lagi untuk berjalan-jalan dan membeli makan. Saya hanya pergi ke dekat stasiun dan membeli makan di kombini, sebutan untuk minimarket di Jepang. Saya mampir ke Family Mart dan membeli onigiri serta minuman teh di dalam botol seperti teh pucuk di sini. Ternyata teh yang saya pilih rasanya tawar. Huhu… salah pilih nih..  (setelahnya baru saya tau yang manis itu yang rasa lemon tea) saya juga membeli beberapa roti dan cemilan lain. Setelah itu saya duduk-duduk di depan family mart karena ada beberapa tempat duduk disana yang menghadap ke jalan yang berupa perempatan.  Ada gedung-gedung juga disana tetapi tidak terlalu tinggi. Di trotoar ada mesin yang menjual berbagai jenis minuman botol dan ada juga mesin yang menjual berbagai jenis rokok.  Udara yang dingin membuat saya tidak bisa berlama-lama duduk menikmati malam, jadi setelah makan dan foto-foto keadaan sekitar, saya segera kembali ke hostel. Wih, yang membuat saya senang adalah toiletnya yang hangat dan ada beberapa tombol yang tidak biasa. Seperti tombol untuk membasuh bagian depan ketika kita habis pipis, tombol untuk membasuh bagian belakag untuk setelah bab. Ada juga tombol bunyi-bunyian untuk menyamarkan ketika kita sedang bab. Ah, pokoknya seru.






Tempat saya tidur di hostel ini adalah dormitory yang di dalam 1 ruangan terdapat 4 tempat tidur berupa bunk bed yang saling berhadapan. Semuanya tertutup tirai sehingga privasi tetap terjaga. Kasurnya juga empuk dan selimutnya hangat.  Sehingga tidak terlalu lama saya segera terlelap.

 

Wednesday 29 March 2023

Madiun - Kediri Trip - Edisi Pulang Kampung

 




Sudah lama sekali saya tidak pergi pulang kampung ke Madiun, kota kelahiran ibu saya dan Kediri, kota kelahiran bapak saya. Ketika tante Ninik berpulang, saya dan saudara sepupu saya, Tasya, merencanakan  pergi bersama ke Madiun untuk menengok keluarga tante Ninik disana sekalian mampir ke Kediri untuk melihat kampung keluarga papa saya dan Tasya. Tanah papa saya mau dijual dan sudah ada pembeli yang berminat, jadi saya sekalian melihat situasi tanah tersebut. Padahal tujuan utamanya jalan-jalan. 

Kami berangkat dari Jakarta pada bulan Juni 2022 lalu, naik kereta api dari Stasiun Senen menuju Madiun. Perjalanan lancar dan sampai di Madiun dijemput Wiwin dan menginap di rumahnya.  Senangnya akhirnya bisa bertemu Kembali dan kami ngobrol sampai malam. Esok paginya kami sudah disiapkan sarapan Pecel Madiun yang lezat. Kami memanfaatkan kedatangan ke Madiun untuk beranjangsana ke rumah saudara yang lain dan setelah selesai semua urusan kami berangkat ke Kediri dengan menggunakan mobil diantar om Yoyok dan temannya.

Oh iya, Wiwin, saudara saya di Madiun ini mempunyai usaha Naura Catering yang cukup sukses dan sudah mempunyi produk khas yaitu bluder madu mongso. Kami dibawakan bekal bermacam-macam kue dan roti yang lezat.





Perjalanan ke Kediri berjalan dengan lancar walau ditemani hujan yang deras. Sekitar pukul 8 malam akhirnya kami sampai di Hotel Viva, di Jl S Parman, Kediri. Hotelnya kecil tapi cukup nyaman dan di bagian depannya ada spot foto instagramable juga.  Reviewnya memang bagus, jadi kami memutuskan menginap di sini.


Esok paginya, kami jalan pagi ke Tama
n Hutan Joyoboyo dan melewati stadion Brawijaya. Saya kira bisa lari di sana ternyata stadion ditutup. Saya juga sempat lari di Taman Tirtoyoso di sebelah stadion Brawijaya dan akhirnya beralih ke Taman Hutan Joyoboyo.  Tasya sempat main golf di Taman Tortoyoso selama saya berlari memutari taman hutan kota.  Saudara kami, mas Sony bergabung di sini yang datang dengan naik sepeda.  Setelah foto-foto di jembatan gantung yang ada di taman ini kami bertiga kembali ke hotel dan mampir untuk sarapan di Pecel Tumpang.  Pecel khas Kediri yaitu  nasi yang diberi potongan sawi, trancam, kemangi dan kecambah lalu diberi siraman bumbu kacang dan sambal tumpang (tempe busuk yang di haluskan, lalu diberi santan, cabe dan bumbu lainnya.  Rasanya enak banget, ges, bikin ketagihan, apalagi dimakan bersama rempeyek yang renyah.  Jadi pengen nambah, padahal udah kenyang.








Sampai di hotel, kami segera mandi dan siap-siap lagi untuk dijemput mas Soni dan keluarga. Siang ini kami akan berkunjung ke kampung halaman papa kami berdua di daerah Plosoklaten setelah sebelumnya makan siang dulu di sebuah rumah makan yang lupa namanya. :)) Di rumah eyang Uyut, kami nyekar ke makam dan berkeliling kompleks rumah melihat-lihat rumah di mana saya pernah kesana jaman dulu waktu saya kecil. Saya juga diceritakan sejarah rumah tersebut dimana eyang uyut kami ternyata adalah seorang tuan tanah dan mempunyai jabatan yang lumayan pada masanya. Bagian dalam rumah masih asli dengan foto-foto jadul eyang Soemo dan keluarga. Perabotan yang ada disana juga tergolong antik, ada radio dan mesin jahit jadul. Kamar-kamarnya juga masih jadul, gak kebayang dulu saya tidur disana. 








Kami juga foto-foto di sekeliling rumah yang masih asli sejak jaman dulu dan dikelilingi dengan halaman yang luas dan penuh rumput hijau.  Sebelum senja menjelang kami pulang dan mampir di Simpang Lima Gumul dimana disini terdapat monument yang mirip dengan Arc de Triomphe di Paris.  Sepertinya sore menjelang matahari terbenam adalah waktu yang paling tepat untuk foto-foto di sini karena nuansanya jadi lebih syahdu dengan nuansa senja dan kayaknya jadi lebih mirip dengan yang di Paris. Walaupun monument ini sudah lama sepertinya masih banyak penduduk lokal yang foto-foto di sini. Jadi ramee..  Supaya hasil foto lebih bagus dan jelas monumennya kami foto dari tengah jalan yang ada pembatasnya. Hehe..  Demi eksis di sosmed kalo ini sih ..

Satu malam lagi kami lewati di Kediri dan esok paginya kami dijemput Kembali oleh keluarga mas Soni, kali ini bersama anak-anaknya untuk jalan-jalan di Kediri.

Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Jembatan Brawijaya yang berada di sungai Brantas. Kami parkir di pinggir sungai, setelah itu jalan ke arah jembatan dan foto-foto disana sampai puas. Turis domestik to the max pokoknya.






Jembatan tempat kami foto-foto itu adalah jembatan baru yang selesai dibangun tahun 2019 dan menggantikan jembatan lama yang sudah ada sejak tahun 1869. Brug Over den Brantas te Kediri nama jembatan tersebut karena didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda dan merupakan jembatan dengan konstruksi besi pertama di pulau Jawa. Sejak dioperasikannya Jembatan Brawijaya, jembatan lama ini dijadikan cagar budaya.

Kami hanya melihat jembatan ini dari jembatan Brawijaya dan tidak melihat dari dekat, demikian pula dengan gereja merah yang merupakan Gereja Tertua peninggalan pemerintah Belanda sejak tahun 1904, kami hanya lewat dan foto saja dari dalam mobil.



Setelah itu kami menuju ke Bukit Klotok untuk melihat Gua Selomangleng. Gua ini merupakan tempat pertapaan dewi Kilisuci, putri mahkota Raja Airlangga. Di bagian dalam gua terdapat beberapa ruang pertapaan dan masih ada yang meletakkan bunga untuk persembahan disana. Suasananya cukup mistis karena remang-remang. Saya tidak terlalu lama berada di sana dan setelah foto-foto Kembali duduk-duduk di depan gua melihat orang-orang yang mulai berdatangan.








Dari tempat parkir menuju Gua tidak terlalu jauh dan pulangnya kami mampir ke Museum Airlangga kota Kediri dan makan sate bekicot yang banyak dijual disana. Rasanya kenyal dan agak asin.

Dari sana kami melanjutkan perjalanan untuk makan siang di resto yang terletak di atas bukit dengan pemandangan indah yaitu Kafe Pari. Lumayan lama juga kami  menghabiskan waktu makan-makan dan foto-foto dan setelah itu kami turun ke kota untuk sholat di Mesjid Agung Kediri.



Dalam perjalanan pulang kami melewati gua Pohsarang, tempat wisata religi umat Katolik yang terkenal itu yang ternyata berada di bukit Klotok ini.

Usai sholat, kami memutuskan untuk ngopi cantik di Kediri dan akhirnya diajak oleh anak-anak mas Soni ke kedai kopi Etanli (yang merupakan singkatan dari etan kali atau bagian timur sungai).  Kedai kopinya cukup banyak pengunjung karena sambil ngopi kita bisa menikmati view sungai Brantas dan ada tempat duduk dari rajutan tali gitu. Lucu. 







Oh iya, sebelum menuju kafe kami melewati pabrik Gudang Garam yang luassss banget dan foto-foto pabriknya dari dalam mobil. Berkat adanya pabrik ini perekonomian kota Kediri jadi terangkat dan menjadi kota dengan pendapatan daerah yang cukup besar. Bahkan kabarnya Gudang Garam akan membangun bandara di kota ini. 




Jangan lupa, sebelum pulang kami harus membeli oleh-oleh. Jadi kami mampir di toko oleh-oleh yang menjual tahu khas Kediri. Banyak sekali toko tahu berjajar di jalan itu dan akhirnya  kami memilih untuk membeli di Toko Tahu Bah Kacung yang legendaris. 



Akhirnya tiba saatnya harus pulang ke Jakarta, kami diantar sampai stasiun Kediri dan tidak menunggu lama kereta kami datang.  Perjalanan lancar dan sampai di Jakarta kembali dengan selamat.