Wednesday 29 April 2015

My First Trail Run to Gunung Gede





 
Ketika membaca pengumuman tentang lomba Trail Run di Gunung Gede Pangrango (Gepang) saya tertarik untuk mendaftar. Sekalian sebagai ajang latihan untuk race Bromo Marathon bulan September.  Sebagai pencinta olahraga lari dengan track record yang lumayan ..ciee.. trail di Gepang sepertinya track wajib yang tidak boleh dilewatkan. Melihat sebagian teman-teman sudah mencobanya, rasa penasaran saya untuk trail run ke gunung ini semakin besar.

Akhirnya saya mendaftar untuk jarak 21K tapi tidak langsung membayar. Batas akhir masa pembayaran masih agak lama dan waktu tersebut saya gunakan untuk mengumpulkan informasi mengenai jalur lomba serta waktu berlangsungnya lomba dan transportasi kesana. 

Dalam lomba ini, batas cut off time (COT)  untuk 21 K adalah 7 jam, jadi peserta harus finish paling lama 7 jam jika ingin mendapatkan finisher medal. Hmm, sepertinya berat ya.. karena saya termasuk lemah di tanjakan. Nanjak di sentul aja udah setengah mati, ini di gunung pula dan dalam suatu perlombaan.  Sudah pasti tidak bisa santai karena dikejar waktu. Beberapa teman memberi semangat bahwa saya pasti bisa menyelesaikan lomba, tetapi karena saya yang mengetahui kondisi saya sendiri, jika ada  COT pasti tidak bisa.  Kalau untuk sekedar finish pasti bisa.

Setelah membatalkan keikutsertaan saya dalam race ini, saya mendapat  info  dari  teman mengenai acara trail ke Gepang untuk  pengenalan medan sebelum race. Acara ini di organisir oleh grup Sembur (Sentul Pemburu) yang merupakan salah satu grup trail run yang sering latihan di sana. Saya juga menjadi anggota sih walaupun freelance.  Sewaktu saya daftar katanya sih kuota sudah full tapi berkat pertolongan mbak Iin dan Pak Lexy saya akhirnya berhasil menjadi salah satu peserta. Asyiik..
Beberapa hari sebelum acara saya diberi informasi mengenai detail keberangkatan ke Gepang  tanggal 18 April 2015, termasuk barang-barang yang wajib dibawa : hydrobag,  sepatu trail, jas hujan, headlamp, sarung tangan, survival blanket, jaket, energy bar, madu, coklat, air minum, pakaian ganti dan obat-obatan.  
Semua perlengkapan telah saya bawa kecuali headlamp yang saya ganti dengan lampu di power bank dan survival blanket, dan sarung tangan.

Bis yang telah dicarter untuk membawa kami, para peserta yang berjumlah 32 orang akan menunggu di UKI Cawang. Menurut info panitia, bis akan berangkat tepat pukul 3.15 pagi. Jadi semua peserta harus sudah berkumpul sekitar jam 3 pagi.
Demi trail run Gepang, hari jumat malam saya sudah berusaha tidur sejak jam 8 malam dengan minum pil Lelap, terbangun sebentar jam 9 malam dan tidur lagi jam 11 dan akhirnya terbangun oleh alarm jam 1.30 pagi. Saya janjian dengan mbak Iin di depan jalan masuk dekat rumah saya dan bersama-sama naik taxi ke UKI Cawang.  This is crazy, bangun jam 1.30 pagi dan berangkat ke puncak demi untuk naik gunung Gede. Oh My God.  Ini lebih pagi dari pada sewaktu saya akan race FM di Bali.

Saya membawa bekal nasi dan telur ceplok yang saya makan di dalam bis selama menunggu para peserta lain datang. Ko Wijaya selaku panitia telah membawakan bekal 2 botol air minum dan 2 roti serta 1 sachet madu untuk dibawa sebagai bekal. Termasuk roti gambang Tan Ek Tjoan.
Selama perjalanan, saya melanjutkan tidur yang tertunda dan baru bangun ketika bis memasuki daerah Taman Nasional Gede Pangrango. Jam menunjukkan pukul 5 pagi ketika bis memasuki area parkir. Kami semua bergegas turun dan bersiap-siap membawa hydrobag masing-masing. Sambil menunggu peserta lain yang tidak ikut dengan bis, saya dan teman-teman berkumpul di warung untuk minum segelas teh hangat. Lumayan untuk menghangatkan badan.
Tepat jam 6.30 briefing dilaksanakan oleh Pak Lexy selaku koordinator dan pemanasan oleh salah satu peserta yang kebetulan instruktur di sebuah gym. Dan jam 7 pagi, kami semua mulai bergerak menuju puncak. Peserta yang akan mendaki puncak Pangrango berjalan lebih dulu, diikuti peserta lain.
Bersyukur banget pagi ini cuaca cerah. Karena saya tidak membawa survival blanket yang sebenarnya item yang sangat penting untuk di bawa. Cuaca di gunung tidak dapat diprediksi dan hujan bisa turun tiba-tiba. Jika hujan sudah turun, suhu udara bisa drop mendadak dan jika kedinginan tubuh bisa terkena hypothermia. Survival blanket berguna untuk membungkus badan agar panas tubuh tetap terjaga dan kita tidak kedinginan.

Selepas pos yang berada di gerbang masuk tempat titik awal pendakian, kami disambut oleh jalan setapak berbatu di tengah hutan lebat.  Jalan berbatu berganti menjadi jembatan kayu setelah sekitar 2 km.  Walaupun tidak terlalu curam, jalanan terus menanjak.  Sehingga saya hanya bisa berjalan cepat dan tidak bisa berlari. Jalan datar hanya sedikit sekali.

Ketika sampai di jembatan kayu, karena cuaca cerah  pemandangan gunung Pangrango di kejauhan –tampak jelas. Kami sempat foto-foto di sini, sebelum melanjutkan pendakian lagi melalui jalur berbatu-batu yang terus menanjak.  Untuk mengejar waktu saya berusaha selalu di belakang Alia, teman saya yang sudah senior supaya bisa tetap bersama-sama, oh iya, ber 3  bersama dengan 1 orang teman Alia, yang bernama Ari. Ari ini perempuan. Jadi kita ber 3 bergabung bersama, cewek-cewek.  Memang disarankan untuk bersama teman supaya bisa saling memberi semangat dan menolong jika ada apa-apa.

Karena taman nasional GunungGede Pangrango baru dibuka bulan Maret ini, maka hari itu jalur pendakian sangat ramai dengan para pendaki gunung yang membawa ransel besar-besar dan berjalan beriringan. Itulah bedanya para pendaki tersebut dengan kami, para trail runner yang hanya membawa hydrobag (tas ransel kecil) sehingga bisa berjalan lebih cepat.  Karena membawa beban yang berat, pendaki akan berjalan lebih lama dan santai. Beberapa kali kami minta permisi supaya bisa mendahului. Karena mereka bisa tiba-tiba berhenti untuk beristirahat dan ada pula yang sampai tertidur di pinggir jalan.  Yang nongkrong gak jelas lebih banyak lagi sih.  Hehehe.. jadi jangan membayangkan gunung Gede itu sepi ya, yang ada kebalikannya, rame banget. Area yang paling ramai adalah pos Kandang Badak, sudah seperti pasar.




Setelah melalui jembatan kayu, jalur pendakian masih berupa undakan tanah yang berbatu. Di beberapa bagian cukup curam. Sehingga saya harus berhenti dahulu beberapa saat karena jantung saya berdetak sangat cepat.  Di sini saya akhirnya tertinggal karena kaki saya mendadak keram. Sudah hampir memanggil teman yang lain tetapi tidak jadi karena mereka sudah terlanjur mendaki ke atas. Kaki saya yang keram adalah kaki sebelah kanan dekat ujung jari kelingking. Saya buka sepatu dan coba saya luruskan dan akhirnya  keramnya hilang.  Saya bergegas jalan lagi  untuk mengejar teman-teman saya.  Di tengah jalan saya akhirnya membuat minuman pocari sweat dari pocari bubuk yang saya bawa. Sepertinya kaki saya keram karena kurang garam, jadi minuman isotonik sangat membantu.

Tidak berapa lama saya bertemu dengan 2 orang teman yang lain dan mereka memberi saya salt stick untuk mencegah keram ketika saya ceritakan kalau kaki saya keram.  Akhirnya kami bersama-sama meneruskan pendakian dan saya akhirnya tertinggal lagi. 
Sendirian saya meneruskan pendakian sampai bertemu dengan air terjun. Dan setelah itu dengan jalan yang masih terus menanjak, saya melewati pos Batu Kukus. Di sini saya tidak menemukan teman-teman saya jadi saya lanjut terus dan bergabung bersama dua orang pendaki gunung  yang sempat mengajak saya ngobrol. Mungkin karena dilihat saya sendirian.  Bersama mereka saya melewati area air panas.  Area ini adalah lereng curam dengan aliran air yang sangat panas sehingga kami dikelilingi asap putih yang mengepul.  Area ini dikelilingi tali tebal yang berfungsi sebagai tempat berpegangan karena memang berbahaya sekali. Selain airnya sangat panas, jalan yang dilalui juga sangat sempit dan berbatu. Sehingga harus bergantian dengan arah sebaliknya. Untungnya ada penjaga yang selalu mengawasi dan mengarahkan orang yang akan lewat.  

Ketika saya menanyakan jarak menuju puncak ke para pendaki tersebut mereka mengatakan jika masih jauh. Masih ada Kandang Badak yang menjadi pos terakhir para pendaki beristirahat guna menyiapkan tenaga untuk menuju puncak.  Mudah-mudahan masih bisa bertemu teman-teman disana.
Setelah air panas,  pos Kandang Badak sudah tidak terlalu jauh lagi dan finally sampai juga di sini. Lega sekali berhasil sampai di Kandang Badak. Dan akhirnya saya menemukan teman-teman saya sedang menikmati teh hangat di salah satu tenda penjual makanan disana. Alhamdulilah. Saya segera bergabung dan menceritakan kalau saya sempat keram sehingga di sini kaki saya dibalur minyak tawon dan saya juga minum teh panas serta makan coklat untuk menambah tenaga. Sempat minum tolak angin juga untuk menghangatkan badan. Udara sudah mulai terasa dingin karena pos Kandang Badak berada di ketinggian 2395 mdpl, saya segera memakai jaket.  
Waktu tempuh Kandang Badak – Puncak Gede sekitar 2 jam.  Jalur pendakian mulai sulit karena lebih curam dari sebelumnya dan terdapat jalur sangat terjal yang bernama Tanjakan Setan. Tanjakan ini berupa dinding batu yang nyaris tegak lurus dan harus memakai tali yang tersedia untuk menaikinya. Kami memakai jalur alternatif yang berada di sebelahnya karena tidak ingin berlama-lama.  Kami mengejar waktu supaya sampai puncak sebelum jam 12 siang, sehingga bisa segera turun dan sampai di Cibodas lagi sebelum gelap.

Dengan langkah satu-satu karena curamnya jalur pendakian, nafas mulai cepat tersengal karena oksigen mulai menipis. Di sini saya berdua dengan Alia agat tertinggal dengan dua teman lain, karena Alia agak pusing. Beberapa kali kami berhenti untuk minum madu dan makan coklat untuk menambah tenaga. Sebagai hiburan kami juga foto-foto.  Semakin ke atas pepohonan semakin jarang sehingga langit sudah terlihat. Hal ini menjadi tanda kalau puncak sudah semakin dekat. Beberapa kali bunyi guruh terdengar yang membuat saya was-was,  takut jika hujan turun. Jadi sambil mendaki saya terus berdoa semoga cuaca tetap cerah. Kalau hujan dan saya kedinginan, gawat juga karena saya tidak membawa survival blanket dan sarung tangan.



Beberapa kali kami bertemu dengan pendaki yang turun dan mereka semua memberi kami semangat. Saya yang sudah capek mendaki terus bolak balik bertanya ke pendaki yang turun, masih jauh nggak, mas?  Waktu awal pendakian sih kalau masih jauh mereka menjawab jujur, masih jauh, mbak, semangat. ya..   Tetapi semakin ke atas jawaban yang didapat  membuat terhibur, sedikit lagi, mbak, semangat..semangat..ayo, mbak.. Kalau menyapa dengan sebutan mbak sih seneng aja. Tapi sewaktu di puncak, ada loh yang menyapa dengan sebutan Tante, Eh ini tante yang tadi akhirnya sampai puncak juga. Nanti turunnya gimana, Tan?  Hihihi…

Akhirnya, setelah tanjakan yang serasa tiada akhir sampai juga saya di pinggir kawah Gunung Gede.  Cuaca sangat cerah, matahari bersinar terik di tengah udara dingin puncak gunung. Lautan awan tampak seperti gula-gula kapas mengelilingi kami. Kawah gunung Gede tampak jelas di sebelah kanan, sedangkan kawah yang satu lagi, terletak di sebelah kiri, di tengah rimbunnya pepohonan tampak mengeluarkan asap putih. Puncak gunung Pangrango terlihat jelas di seberang.

Amazing, akhirnya saya berhasil menaklukan Gunung Gede dan sampai di puncaknya, 2958 m. Sesuatu yang tampaknya mustahil saya lakukan beberapa bulan lalu, tetapi dengan tekad yang kuat akhirnya semua bisa teratasi. 4,5 jam untuk sampai di puncak itu ternyata cukup menjadi rekor bagi saya yang baru pertama trail run di gunung. Sebenarnya bukan trail run ya, lebih ke hiking cepat karena tidak bisa lari di jalur yang seperti ini.





gunung pangrango dilihat dari puncak G Gede

Setelah puas foto-foto masih ada sekitar 500 meter lagi menuju puncak yang sesungguhnya, yaitu di satu lokasi dengan tulisan Puncak Gede. Supaya sah  kami  harus foto disana. Alun-alun Surya Kencana tampak jelas dari sini, yang menjadi lokasi favorit untuk kemping dan tumbuhnya bunga Edelweis yang menakjubkan. Teman saya Ari ingin kesana, tetapi saya bersama Alia memutuskan untuk langsung turun ke bawah setelah makan. Keinginan yang besar untuk melihat Alun-alun Suryakencana harus ditahan dulu, daripada kemalaman sampai di Cibodas.


alun-alun suryakencana

Suasana di atas gunung juga ramai, ada beberapa pedagang yang mangkal dan menjual pop mie serta minuman. Mau minum teh, kopi atau susu tinggal pilih saja. Jadilah kami makan pop mie dan minum teh panas sambil menikmati pemandangan dan beristirahat meluruskan kaki.

Tak terasa 1 jam sudah berlalu, waktu istirahat telah usai, saatnya turun kembali ke Cibodas.  Jalan turun sepertinya lebih mudah tetapi karena kondisi kami yang sudah mulai lelah, membutuhkan waktu yang agak lama ketika akhirnya kami sampai di Kandang  Badak. Karena turunan yang cukup curam beberapa kali saya terjatuh, yang menunjukkan kalau tubuh sudah semakin lelah dan membutuhkan kalori. Segera saya minum madu dan makan beberapa potong coklat.





Jalur berbatu-batu


Kandang Badak memang merupakan titik persimpangan bagi yang ingin menuju ke Puncak Gede atau Puncak Pangrango.  Jadi tak heran kalau Kandang Badak ramai sekali.  Di sini kami bertemu dengan Mbak IIn yang baru turun dari Puncak Pangrango.
Setelah beristirahat sejenak di Kandang Badak sambil ngopi dan makan roti bekal kami melanjutkan perjalanan turun yang terasa lamaaa sekali.  Perjalanan turun menjadi lebih lama karena kami turun dengan sangat hati-hati, jalanan berbatu dan licin membuat kami takut terpeleset. Entah kenapa sepertinya yang lain bisa turun lebih cepat. Ketika turun saya juga merasa heran, kok bisa ya saya tadi pagi naik sejauh ini. Kayaknya nggak masuk akal kalau dilihat jalan yang kami lalui ketika turun. Saya bisa terus menanjak tanpa berhenti. Dalam perjalanan pulang ini saya baru melihat Telaga Warna yang sewaktu naik tidak saya lihat karena terlalu serius memperhatikan jalan.

Hari semakin sore dan cuaca semakin gelap,  dengan bantuan headlamp Alia kami melanjutkan perjalanan. Bunyi-bunyian dari para penghuni hutan menemani sepanjang perjalanan.  Beberapa kali kami bertemu dengan orang-orang yang juga turun mendahului kami. Entah kenapa pokoknya kami lama sekali turunnya.  Sewaktu perjalanan turun ada lagi kejadian lucu, kami bukan lagi disapa Tante, tapi berubah jadi ibu. "Permisi bu, begitu sapaan para pendaki yang turun mendahului kami. hehehe..

Akhirnya, tepat jam 6 sore, disambut azan Maghrib dan diiringi gerimis rintik-rintik,  kami menjejakkan kaki di pintu gerbang titik awal pendakian di Cibodas. Lega sekali rasanya, berhasil sampai di puncak Gunung Gede dan kembali turun hanya dalam waktu  satu hari dan kurang dari 12 jam. Yang membuat saya merasa sangat beruntung lagi adalah, hanya dalam kunjungan pertama ke Gunung Gede, saya sukses mendapatkan cuaca cerah di puncak sehingga pemandangan indah tampak jelas. 
Beberapa teman yang turun lebih dulu sudah sampai di warung, saya menunggu Alia makan nasi dan telor dadar impiannya. Saya sendiri yang sudah sangat capai dengan bonus kaki pegal hanya minum teh pucuk dingin, sambil menghabiskan roti isi tuna bekal tadi pagi. 
Semua teman satu rombongan akhirnya tiba dengan selamat, ada satu teman yang kakinya cedera sehingga turun agaak lama. Sekitar jam 8 malam, bus berangkat pulang dan tiba dengan selamat di Jakarta.  Ah senangnya, mission accomplish.

Beberapa foto di sini adalah hasil jepretan teman karena saya sendiri saking excitednya dan mengejar waktu  malah nggak foto-foto pemandangan sewaktu mendaki. 





telaga warna