Thursday 24 November 2011

Sop Ubi




Sejak sering ke Makassar secara rutin 10 tahun lalu, saya belum pernah merasakan Sop Ubi ini. Di dalam pikiran saya waktu itu, Ubi adalah ubi jalar yang rasanya manis, dan masakannya menyerupai kolak yang umumnya manis. Ternyata, semuanya salah, di Makassar ubi adalah sebutan untuk singkong dan sop ubi adalah sup yang menggunkan singkong yang dipotong-potong ukuran dadu dan digoreng setengah matang. Jadi fungsinya sebagai pengganti nasi.
Sop Ubi yang terkenal dan lokasinya strategis adalah Sop Ubi jalan Datu Museng, Makassar dan untuk menuju ke sana dari jalan Datu Musseng melalui sebuah lorong sehingga di papan namanya juga terdapat keterangan Sop Ubi Dalam Lorong. Jalan Datu Museng sendiri dekat dengan Pantai Losari, tepatnya adalah jalan setelah RS Stella Maris. Saya sempat mampir ke sana 2 hari setelah Lebaran, dan ternyata masih tutup. Sampai beberapa ibu yang saya tanya berkomentar, wah sudah rindu rupanya dengan sop ubi. Halah, wong ini baru pertama kali mau nyoba. Hehe..
Rumah makannya sendiri tidak terlalu luas, hanya berukuran sepetak dengan meja dan bangku yang merapat ke dinding. Pada pagi itu pegunjung yang datang tidak terlalu ramai, hanya 4 orang termasuk saya.
Sop ubi datang di dalam mangkuk putih, terdiri dari bihun, potongan daging, toge, potongan singkong dan sebutir telur rebus. Tidak lupa irisan daun bawang dan bawang goreng sebagai garnish. Kecap dan sambal dapat ditambah sesuai selera. Saya hanya menambahkan sambal, karena ingin mencoba rasa kuah aslinya yang segar. Sambalnya lumayan pedas. Tampilannya sih sedikit mengingatkan akan soto mie di Jakarta tetapi dengan isian yang berbeda. Kenyangnya pas dan rasanya cukup nikmat ketika singkong dipadukan dengan kuah sop. Rumah makan ini buka dari pukul 7.00 – 18.00.
Di pinggir jalan Datu Musseng, ada sop ubi lain yang berjualan di tenda dan konon rasanya juga enak. Kapan-kapan mau coba yang ini ah..
Oiya, seporsi sop ubi harganya (kalau tidak salah) Rp. 15.000,-


Alamat Sop Ubi (Dalam Lorong)
Jl. Datu Museng Lorong II No. 5 Makassar
Makassar, Sulawesi Selatan
0411-2993385







Umaku Sushi - Duren Tiga




Kunjungan yang sudah lama sekali, bulan puasa tahun lalu, Agustus 2011. Bersama dengan teman-teman dari Milis Jalansutra mengadakan acara buka puasa bersama di Resto Sushi Umaku Duren Tiga disingkat BukBerJep.
Walaupun jalanan macet saya bisa sampai sebelum maghrib sehingga dapat menikmati Teh Manis dan Kurma sebagai menu berbuka puasa.
Kejutan sore itu, ketika saya datang ternyata sudah ada dua orang teman SMA yang menghadiri acara tersebut dan sudah 18 tahun tidak bertemu. Asyiknya, sekalian reuni deh. Kita berada satu meja paling ujung dan heboh bernostalgia.

Di tiap meja sudah diletakkan selembar kertas daftar menu makanan yang disajikan sore itu.
Setelah takjil berbuka puasa usai disajikan, menyusul Apetizer berupa Edamame, setelah itu berturut-turut Sashimi - Salmon Yuzu Miso, Maguro (Tuna) dan Aji (Horse Mackerel), dilanjutkan dengan Sushi – various Raw Nigiri, Aburi Nigiri dan Rolls, Yakimoni – Grilled Fish dan Robatayaki, selanjutnya Ginza Roll– special style hand roll, lalu Okonomiyaki (Japanese Pancake), Diakhiri dengan Soup of the day dan Dessert dengan pilihan Macha atau Ogura.

Oiya, sebelum kami menikmati sajian lezat yang telah tertulis dalam daftar, pak Kapten Gatot Purwoko selaku pemilik menceritakan pengalaman beliau berkunjung ke Jepang bersama Head Chef Umaku, Chef Uki. Banyak cerita menarik yang menambah pengetahuan kami mengenai kuliner Jepang beserta cerita kocak ketika memasuki area pelelangan ikan terbesar di Jepang.

Seluruh sajian pada sore hingga malam itu dihidangkan dengan sangat memuaskan, dibandingkan dengan besar uang yang kami keluarkan untuk mengikuti acara sebesar Rp. 75 ribu. Harga-harga makanan yang disajikan pun masih terjangkau untuk ukuran resto sushi dengan kualitas yang baik.

Berarti tinggal cabang resto Sushi Umaku yang berada di Tebet yang belum dikunjungi dan yang baru saja dibuka cabang di Alam Sutra, Tangerang.

Umaku Sushi
Jl. Duren Tiga Raya No. 32
Jakarta Selatan
Telp. 021 79170337


                  









                             




                            



                              




                     
                            







Wednesday 23 November 2011

Mama Bakery, Makassar.




Tinggal 2 hari lagi libur Lebaran di Makassar. Rumah sepi karena semua sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Di rumah cuma ada Diana dan segerombolan krucil lengkap dari berbagai usia, jadinya ya gitu deh, rame banget. So, it’s the right time to go to Mama bakery yang baru membuka cabang dekat Mall Panakukang. Akhirnya, bersama Raiyan, menuju Mama bakery dengan naik becak motor. Asyik juga naik bentor, lebih terasa anginnya dari pada naik becak biasa.. hehe.. kayaknya bakal jadi kendaraan favorit kalo ke Makassar nih.

Rute Bentor di Makassar tidak melewati jalan raya, sehingga harus melewati jalan-jalan perumahan, tetapi tidak susah menemukan lokasinya, karena dekat dengan hotel baru di dekat Mall Panakukang.
Langsung disambut dengan ramah oleh Natalie dan dipersilahkan langsung memilih menu. Dan akhirnya saya memilih bubur manado dan es markisa. Untuk Raiyan, beberapa kue basah dipilihnya sambil minum fanta merah.

Sambil ngobrol saya menikmati 1 mangkuk besar bubur manado lezat. Mama Bakery telah memutuskan untuk menutup cabang di Jakarta dan membuka cabang ke 2 di Makassar serta fokus kepada kedua Bakery dan Resto yang berada di Makassar. Yang pertama terletak di Jl Serui pernah saya kunjungi beberapa tahun yang lalu.
Mama Bakery memang dengan konsisten menyediakan kue-kue basah khas Makassar dengan jenis yang beraneka ragam serta ice cream buatan sendiri yang nikmatnya tak terkira, ciee... ini karena dimakan pas hari yang super panas di Makassar. Haha..

Dan ternyata baru tau hari itu, kalau Mama Bakery juga menyediakan jenis makanan berat , seperti Lontong cap go meh, spagheti, hot dog, zuppa soup dan lain-lain.
Suasana resto yang minimalis dengan dominan warna cream, ditata dengan apik sehingga terasa nyaman.

Selama saya makan, pengunjung terlihat datang silih berganti, ada yg membeli kue-kue dan ada pula yang makan di tempat.


Alamat Mama Bakery :
Jl. Bougenville no 1, Panakukkang Mas, Makassar.






Madeleine Bistro




Saya mengunjungi Madeleine Bistro pada saat soft opening sekitar bulan Agustus lalu. Memang sudah lama, tetapi foto-fotonya baru sempat di upload sekarang. High quality bistro terletak di sebuah gedung yang didominasi kaca-kaca membuat saya tidak sabar untuk segera masuk ke dalam.
Interior yang cozy dengan sofa-sofa yang nyaman membuat betah pengunjung untuk hang out di sini. Selain itu, di sudut terdapat deretan pigura yang disusun secara unik serta lampu-lampu gantung ukuran besar.
Untuk makanannya, karena saya bersama beberapa orang teman, jadi bisa saling cicip makanan yang kami pesan. Saya puas dengan pesanan saya yaitu Duck Comfit, bebek yang dimasak dengan bumbu ala Perancis, dagingnya terasa lembut dan empuk.

Berikut adalah beberapa menu Madeleine Bistro :

Entree : Salade Cesar, Salade Nicoise, Cuisses de Grenouille au Citron, Tartare de Saumon, Vol ai Vent de Fruits de Mer, Escargots a la Madeleine

Soup : Soupe Froide de Crabe, Cappucino de Champignons, Potage de Potiron et Rillettes de Celeri

Main Course : Saint-Pierre et ses Artichauts, Moules au Vin Blanc, Poulet de bresse aux Epinards, Confit de Canard, Faux Filet de Boeuf Saute, Gnocchis Fait Maison,Black Pepper Beef, Thai Duck Curry, Tiger Prawn Chili Garlic, Honey Glazed Chicken

Desserts : Trio de Gateaux Madeleine, Cafe et Chocolat Semifreddo, Creme Brulee, Warm Cherries Jubilee, Mousse au Chocolat


Madeleine Bistro
Jalan Kemang Raya No. 89
Jakarta 12410
Telp : 021-71794538
Website : http://madeleinebistro.co.id
Twitter : @madbistrojkt
Facebook fan page : Madeleine Bistro
Open Hours : 11:30am - 22:00pm








Monday 21 November 2011

Traveling to Genting - Day 3





Jam 7 pagi kami sudah berangkat menuju KL Sentral, makan pagi di KFC Bukit Bintang dilakukan dengan cepat, menu breakfast tersedia dengan harga RM 9.35 untuk berdua, jadi sekitar RM 4,5 untuk 1 paket burger dan kopi. Sesampai di KL Sentral kami menuju ke pemberhentian bis khusus ke Genting di lantai dasar. Ternyata di sini ada loket untuk membeli paket bis dan cable car sehingga tidak perlu naik ke lantai 2.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 1 jam akhirnya sampai juga di Genting, masih di bus stopnya karena harus melanjutkan perjalanan dengan cable car. Seperti biasa di bis saya tertidur pulas sehingga tidak menikmati pemandangan sepanjang jalan. Udara sudah lumayan dingin, tetapi tanpa memakai jaket saya masih tahan.

Antrian untuk naik ke cable car lumayan panjang, tetapi karena excited kami tidak terlalu merasakan. Ternyata menurut Wikipedia, Genting Highlands (2000 m di atas muka laut) adalah puncak gunung dari pegunungan Titiwangsa di Malaysia. Berada di perbatasan negara bagian Pahang dan Selangor,dan kereta gantung Genting Skyway yang saat ini merupakan yang tercepat di dunia dan terpanjang di Asia Tenggara. Perjalanan naik cable car menuju resort world Genting memakan waktu sekitar 15 menit melalui jalur kabel yang naik turun dengan curam sehingga membuat saya berdebar-debar, di bawah terhampar hutan tropis yang sangat lebar dan samar-samar kami bisa mendengar bunyi binatang hutan, sepertinya monyet yang bersahut-sahutan, serta pemandangan gunung kebiruan terhampar di kejauhan. Keren banget.

Setelah mengambil peta kami segera mengeksplore lokasi bermain yang berada di dalam ruangan secara gratis. Adik saya ingin masuk ke snow world tetapi ternyata jamnya tidak memungkinkan, karena jam 3 kami harus sudah pulang. Akhirnya kami hanya memutar-mutar saja di sini dan akhirnya sampai ke lokasi kasino. Oh, it’s amazing, this is the first time I saw the real casino. Mesin-mesin kasino yang beraneka ragam, meja rolet dengan permainan kartu di meja yang banyak sekali dan sangat banyak orang memenuhi ruangan yang sangat luas, saya merasa takjub akhirnya bisa melihat tempat seperti ini. Tampaknya hanya saya berdua adik saya turis yang melihat-lihat, karena sepertinya yang lain adalah pengunjung yang memang ke sana untuk bermain.

Makan siang di food court dengan beberapa pilihan makanan, saya memilih nasi lemak dan adik saya memilih tepanyaki. Habis RM 10 untuk 1 orang dengan minum teh tarik lagi. Nasi lemak di sini agak berbeda dengan nasi lemak ala nasi kucing yang saya makan sarapan kemarin. Nasi lemak di sini adalah nasi dengan kuah semacam kuah rendang tetapi lebih encer, telur mata sapi dengan kuning yang ¾ matang berwarna orange, teri kacang dan beberapa potong timun.

Sekitar jam 2 siang kami memutuskan untuk kembali lagi ke lokasi cable car dan ternyata ada cable car lain yang menuju ke sebuah temple. Yah sayang sekali, kami telat melihatnya, sehingga tidak sempat ke sana. Antrian tidak banyak, sehingga dengan cepat kami sampai di tempat pemberhentian bis dan ternyata masih ada 2 tempat di bis jam 14.30 sehingga bisa pulang lebih cepat.

Tiba di KL Sentral lagi, saya sempatkan membeli oleh-oleh coklat di counter Boutiqe Chocolate di sana, makan sundae Mc D dan setelah itu kami memulai petualangan belanja ke mall seputar Bukit Bintang. Puas melihat-lihat, belom belanja, dengan berjalan kaki kami menuju Sentral Market. Di tengah perjalanan, karena hujan kami memutuskan naik taxi. Untuk jarak dekat taxi tidak mau memakai argo dan meminta tarif RM 10 dan yang lebih parah, ada penumpang lain yang digabung dengan kami. Dua orang ibu bergabung di dalam taxi tanpa kami bisa menolak, karena tujuannya searah. Mereka ingin menuju Pasar Seni yang ternyata adalah Pasar Sentral. Selama perjalanan kami sempat mengobrol dan ternyata ke dua ibu tersebut adalah para TKW asal Indonesia. Bu Siti, demikian namanya, bercerita kalau sudah 4 tahun tidak pulang ke Gresik, kampung halamannya, tetapi tetap rutin mengirim biaya. Setelah 4 tahun tersebut gajinya saat ini adalah sekitar RM 700 berbeda dengan temannya yang sudah bergaji RM 1000. Rumah majikan bu Siti di Shah Alam. Sekilas terlihat kerinduan beliau akan tanah air ketika kami mengobrol.

Keasyikan mengobrol terhenti dengan tiba-tiba karena adik saya ingin berhenti di China Town alias Petaling Street, yang kami lewati sebelum sampai di Sentral Market. Setelah tetap membayar RM 10 kepada supir taxi menyebalkan itu, kami berjalan memutar-mutar China Town yang suasanannya persis pasar Blok M dengan pedagang kaki limanya dan setelah itu melanjutkan perjalanan ke Sentral Market. Di sini saya mencari sovenir untuk oleh-oleh dan selanjutnya mengistirahatkan kaki di White Town Coffee, kedai kopi legendaris di sana. Es kopi serta roti kaya dan roti cane cukuplah sebagai pengganjal perut. Memang kami banyak melakukan jalan kaki tetapi makanan juga nggak berhenti masuk, jadi kayaknya sama aja, gak bakal jadi kurus karena banyak jalan. Di sini menghabiskan RM 14 untuk 2 orang.

Setelah puas berbelanja, kami berjalan pulang ke penginapan dengan naik monorail lagi sampai Bukit Bintang. Sampai di sini kami bingung memutuskan untuk makan dimana. Dan akhirnya memutuskan untuk mencoba mencicipi makanan di sebuah resto Pakistan, Paradise, yang menggelar makanannya secara prasmanan. Cukup banyak jenis makanan yang ditawarkan seperti nasi briyani, nasi kebuli, bermacam-macam kuah kari, roti prata yang sebesar piring dan masih banyak lagi. Hampir seluruh pengunjung adalah orang india atau pakistan dan hanya kami berdua yang turis melayu membuat kami menjadi pusat perhatian. Yang lucu, salah seorang pelayannya berbadan besar bak binaragawan, berkumis tebal tapi dengan telaten mengelap meja dan menyajikan makanan dan minuman.

Sehabis makan, kami melanjutkan perjalanan menuju guest house dan di tengah jalan ketika melewati para pedagang kami lima penjual buah-buahan, akhirnya kami tertarik membeli buah durian. Durian Malaysia yang legit menjadi dessert malam itu. Sampai penginapan, mandi, istrirahat karena besok harus bangun pagi supaya tidak terlambat sampai di bandara.

Dengan mata masih mengantuk, jam 6 pagi kami sudah duduk manis di monorail menuju KL Sentral dan melanjutkan tidur di bis menuju ke bandara. Sarapan di Bandara dengan menu nasi lemak dan teh tarik, untuk yang terakhir kalinya, menyelesaikan proses check in, boarding dan akhirnya, good bye Malaysia, see you next time.









Saturday 19 November 2011

Traveling to Malaka - Day 2







Jam 8 kami sudah siap untuk mengeksplore KL sesuai dengan rencana yang disusun tadi malam. Karena penginapan tidak menyediakan sarapan, kami mampir di rumah makan kecil yang menyediakan jajanan pasar yang di jajakan di pinggir jalan, di dalam boks plastik. Selain meja kursi di dalam rumah makan mereka juga menyediakan meja kursi di tepi jalan. Pilihan jajanannya mirip-mirip di Jakarta, dan pagi itu saya memilih nasi lemak yang dibungkus kecil (mirip nasi kucing) dan adik saya memilih yam cake yang rasanya ternyata agak aneh. Minumnya, so pasti Teh Tarik lagi.
Selesai sarapan, kami langsung menuju stasiun dan naik monorail menuju KL Sentral. Ternyata ketika kami sampai ke tempat pembelian tiket menuju Genting di lantai 2 tiket sudah habis dan hanya tersedia untuk keberangkatan pukul 12.30. Kami sempat bingung karena tidak mungkin menuju Genting sesiang itu. Sempat ditawari oleh rental mobil di counter sebelahnya yang menawarkan harga RM 25 sekali jalan. Awalnya adik saya ragu-ragu, sampai diturunkan lagi harganya menjadi RM 20 tetapi akhirnya kami dengan tegas menolah dan akhirnya memutuskan membeli tiket untuk keesokan harinya. Harga untuk bis termasuk cable car atau kereta gantung sekali jalan sebesar 14,3 RM dan lebih baik membeli sekaligus untuk pulang pergi karena lebih praktis.
Karena batal menuju Genting, kami mengubah itinerary menjadi ke Malaka. Berdasarkan petunjuk dari Anderson dan bertanya ke Information Center, untuk menuju Malaka pertama-tama kami harus menggunakan Transportasi KA Commuter Line menuju stasiun Tasik Bandar Selatan, harga tiket RM 1 dan perjalanan hanya sekitar 20 menit. Dari stasiun kami berjalan kaki menuju Terminal Bis Bersepadu Selatan yang terhubung dengan jembatan. Wah, terminalnya sangat besar dan bersih, seperti berada di Bandara. Benar-benar kagum dengan Malaysia yang membangun sarana transportasinya dengan sangat baik.
Saya segera menuju loket untuk antri karcis bis menuju Malaka, dimana kita bisa bebas memilih operator bis mana yang keberangkatannya paling cepat dari sebuah layar monitor, kerenlah pokoknya, karena di Jakarta tidak ada yang seperti ini. Akhirnya, kami memilih Metrobus yang karcisnya seharga RM 9 dan menunggu bis di jalur 3.
Bis datang tepat pukul 11 dan semua penumpang masuk bis dengan tertib. Bisnya bersih dan nyaman. Sehingga saya tertidur setelah 15 menit perjalanan. Selama di KL setiap naik bis saya pasti tertidur tidak lama setelah bis berjalan. Selain karena capai mesti jalan kaki berkilo-kilometer, bis yang nyaman dan berjalan dengan santai, membuat saya selalu merasa ngantuk. Tapi kadang saking santainya perjalanan jadi terasa lama sekali. Mungkin yang bisa ditempuh selama 1 jam jadi molor menjadi 1,5 jam, seperti perjalanan menuju terminal Sentral Malaka ini. Bis baru tiba di terminal sekitar pukul 12.30. Dan dari terminal ini kami melanjutkan perjalanan ke pusat kota Malaka, tepatnya area seputar Jongker Street dengan menggunakan bis line 17 dengan tiket seharga RM 1.
Karena hari itu kami berencana ke Genting, saya ternyata meninggalkan brosur dan peta Malaka di kamar penginapan. Menyesal, karena tidak biasanya saya melakukan hal tersebut. Semua kertas informasi biasanya selalu saya bawa-bawa di dalam tas. Alhasil, sesampainya di Malaka, kami hanya menggunakan ingatan atas apa yang telah dibaca sebelumnya. Saya sudah berencana untuk meminta peta Malaka di salah satu penginapan di sana. Karena ketika saya menuju Information Center di Jongker Street, tutup dan baru buka kembali jam 14.00.
Segera kami mengeksplore kota Malaka yang cantik, penuh dengan bangunan-bangunan bersejarah bergaya Portugis. Sebenarnya banyak bangunan dan museum yang bisa dikunjungi, tetapi karena waktu kami yang terbatas kami hanya mengunjungi beberapa, seperti Gedung Stadhuys, St. Francis Xavier Church, Musium Etnografi dan Musium Sejarah. Itupun kami hanya foto-foto saja.
Setelah makan di sebuah resto kecil bernama Malacca Jonker Street Rice Ball (habis RM 17,5 ber dua) Alamat : Lorong Hang Jebat, No 17, kami melanjutkan perjalanan menelusuri seputar Jonker Street, dan ketika melewati sebuah hotel kecil saya masuk dan akhirnya mendapatkan peta Malaka. Chicken rice ball merupakan makanan khas Malaka, jadi memang harus dicoba.
Museum Baba Nyonya dan Cheng Ho Cultural Museum hanya dilewati, tetapi saya menyempatkan sholat di Mesjid Kampung Keling, salah satu mesjid tertua di Malaysia dan dilindungi oleh Kementerian Musium dan Purbakala Malaysia. Lelah berjalan, kami mencari tempat ngopi yang enak dan memilih diantara sekian banyak tempat memang agak sulit, terutama yang harganya terjangkau dan lumayan nyaman. Akhirnya setelah berhenti membeli oleh-oleh tempelan kulkas dengan harga yang lumayan murah RM 10 untuk 4 buah kami mampir di sebuah tempat ngopi bernama Sin Sing Kafe, di sini kami memesan ice coffee dan roti kaya yang enak sekaligus beristirahat sejenak setelah jalan kaki begitu jauh. Di sini kami juga bisa membeli kopi instan yang bermerk sama dengan nama kafenya. Sedang offer alias sale jadi kami tertarik untuk membeli beberapa bungkus dan akhirnya mendapat hadiah tas.
Hujan rintik-rintik turun sehingga sudah saatnya kami meninggalkan Malaka yang cantik. Sempat menyesal karena tidak sempat menginap di sini, karena saya melihat ada sebuah guest house cantik dan asri dengan pemandangan menghadap sungai yang bersih, bernama River View. Bisa dibayangkan kalau malam suasana pasti bertambah ramai dengan night market dan pertunjukan di sepanjang jonker street ini. Serta dapat mengunjungi obyek-obyek wisata yang lainnya seperti : Cheng Ho Teng Temple, A Formosa, St Paul’s Hill, Taming Sari Revolver Tower dan mengikuti river cruise.
Untuk kembali ke Terminal Bis Sentral Malaka, kami harus menuju ke arah pusat kota, dan untuk mempersingkat waktu karena sudah mulai hujan, kami naik becak khas Malaka yang dihias bunga-bunga, dengan ongkos RM 10. Ini lebih murah karena kami mencegatnya di tengah jalan, kalau naik dari pangkalan mereka mematok harga RM 15. Setelah sampai di Mall Mahkota Parade, kami agak bingung mencari lokasi untuk naik bis dan memutuskan naik taxi ke Terminal dengan ongkos RM 16, tidak pakai argo. Dari sini kembali kami naik bis Metro Bus yang berangkat paling cepat serta dengan harga yang lumayan ekonomis. Di sini banyak sekali operator bus yang menawarkan bis-bis mereka, kita bebas menentukan untuk memilih yang mana.
Bis berangkat tepat waktu, jam 16.30 dan sampai sekitar jam 18.45. Menunggu Commuter Linenya lumayan lama, karena ada gangguan sinyal. Yah, sama aja dong kalo gitu. Infomasi kereta sudah sampai mana di sampaikan dengan jelas, tetapi menunggu memang menyebalkan, apalagi kalau dalam keadaan capek. Tetapi suka dan duka dalam perjalanan tetap harus dinikmati. Sesampai di KL Sentral dengan menggunakan taxi (RM 8) kami menuju Petronas Tower. Lokasi yang harus dikunjungi ketika berada di KL. Menara kembar tersebut tampat menjulang dengan indahnya dan kami berbaur bersama para turis lain, sibuk berfoto ria.
Setelah puas, kami masuk ke Mall KLCC untuk makan malam dan kami memilih KFC sebagai menu malam itu, habis RM 15 untuk berdua. Ada menu ayam lada hitam yang sepertinya nggak ada di KFC Indo. Dari sini kami kembali ke penginapan dengan berjalan kaki dan ternyata jauh juga. Haduh, peta buatan Anderson agak menipu nih.. jalan yang terlihat pendek di peta ternyata jauh banget. Dan kesalahan kami tidak meminta peta KL yang lengkap di tourist centre. Dalam perjalanan kami melewati KL Tower dan hanya memotretnya saja. Dekat penginapan kami mampir membeli es teh tarik lagi sekaligus beristirahat sejenak.





































Friday 18 November 2011

Traveling To KL - Day 1

Bukit Bintang



Hari pertama, perjalanan Jakarta -KL
Akhirnya pesawat Air Asia yang membawa kami menuju Kuala Lumpur terbang pukul 15.30, terlambat sekitar 30 menit dari jadwal yang tertera pada tiket. Harap maklum karena 2 jam sebelumnya hujan turun dengan deras, tepat ketika kami sudah hampir tiba di Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta. Beruntung kami sudah sampai dan tidak perlu stress karena terjebak kemacetan akibat hujan. Masih banyak waktu untuk makan siang dan antri imigrasi dengan santai. Apalagi sekarang Air Asia mengharuskan penumpangnya untuk melakukan web check in terlebih dahulu.
Mendarat di LCCT (Low Cost Carrier Terminal) khusus untuk Air Asia sekitar pukul 18 dengan waktu di Malaysia lebih cepat 1 jam dari pada di Jakarta.
Sebelum memulai perjalanan, saya dan adik saya memang sudah mengumpulkan informasi mengenai tempat-tempat yang akan kami datangi berikut transportasi dan penginapan karena kami memang akan melakukan perjalanan hemat. Lebih tepatnya ala flashpacker, yaitu bepergian secara hemat tetapi untuk situasi tertentu tetap mengutakan kenyamanan. Bagi saya yang baru pertama kali ke Malaysia, mengexplore tempat baru adalah hal yang sangat menyenangkan. Kalau untuk adik saya ini adalah kunjungan yang kedua kali, jadi saya memang banyak depend on her.
Setelah melalui pemeriksaan imigrasi, kami keluar menuju halaman bandara setelah sebelumnya membeli karcis bus Air Asia yang menuju ke stasiun KL Sentral, pusat dari segala transportasi di Kuala Lumpur. Harga karcisnya RM 9. Tetapi ternyata selain bus Air Asia ada bus dari operator lain, Metrobus, dengan karcis RM 8 dengan rute yang sama. Ada juga bis dengan rute ke terminal bis Pudu Raya. Kami harus menunggu sekitar 45 menit sebelum akhirnya bis berikut membawa kami, setelah bis sebelumnya sudah penuh. Hujan sempat turun walau tidak lama. Cuaca di sini pastilah tidak berbeda dengan di Jakarta, jadi memang harus siap dengan cuaca yang berubah-ubah.
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 1 jam, mulai tampak lampu-lampu kota menyambut kami, sebagai tanda sebentar lagi kami akan sampai di pusat kota. Karena sangat lapar tetapi berencana makan malam di daerah dekat penginapan, kami mampir dahulu di 7-11 untuk membeli makanan kecil, dengan harga sekitar 2,5 RM perbuah untuk chicken pie dan sosis gulung serta membeli air minum yang disini sekitar 1 RM untuk sebotol air mineral ukuran 600 ml.
Stasiun KL Sentral sangat luas, bagus serta bersih dan menjadi pusat dari layanan transportasi publik Sistem rapid transit di Kuala Lumpur yang terdiri dari tiga transportasi rel yang berbeda. Transportasi rel tersebut adalah RapidKL RAIL, KL Monorail, dan KTM Komuter. Untuk mengetahui jalur apa yang akan membawa kami ke penginapan di daerah Bukit Bintang, adik saya yang telah berpengalaman mulai mengecek peta jalur transportasi kereta api yang tertera di dekat mesin tiket. Semuanya tertera dengan jelas dan apabila masih ragu-ragu bisa bertanya ke counter information centre dan tourist centre untuk mendapatkan brosur secara gratis.
Untuk menuju ke penginapan di daerah Bukit Bintang ternyata dilayani oleh KL Monorail yang stasiunnya terletak di seberang KL Sentral. Karena saat itu stasiun sedang direnovasi kami harus berjalan keluar dan menyeberang jalan terlebih dahulu, membeli tiket elektronik seharga 2,1 RM dan menunggu monorail datang. Hanya dalam waktu sekitar 15 menit kami telah sampai di stasiun Bukit Bintang.
Menuruni tangga stasiun kami langsung disambut oleh suasana jalan daerah Bukit Bintang yang ramai dan terang oleh lampu-lampu iklan serta toko dan mall yang bertebaran di sana. Dan setelah beberapa kali bertanya akhirnya sampailah kami di penginapan kami yang bernama Anjung KL di jalan Tengkat Tong Shin No. 4 telp +60321486812, www.anjungkl.com. Karena terlalu semangat membaca peta, adik saya malah membawa kami berjalan-jalan menyusuri jalan tikus seputar Bukit Bintang, tetapi sudahlah yang penting akhirnya kami sampai juga.
Karena ini perjalanan hemat, kami sudah mencari info tentang guest house dengan tarif murah. Sebenarnya adik saya mengusulkan Guest House Green Hut yang berada di jalan yang sama, tetapi setelah menimbang-nimbang harga dan hasil bertanya ke Mr Google, saya memilih penginapan Anjung KL. Booking guest house ini sudah saya lakukan sejak 1 bulan sebelumnya. Dan memang ternyata saat itu guest house penuh sehubungan dengan hari raya Deepavali yang berlangsung di bulan Oktober. Deepavali adalah hari raya umat Hindu yang banyak dianut oleh warga negara India yang termasuk penduduk mayoritas di Malaysia.
Di meja resepsionis kami disambut oleh Mr Anderson, pria keturunan yang bertugas pada malam itu. Setelah mengecek nomor booking kami, mulailah Mr Anderson, yang setelah mengetahui kami berasal dari Indonesia meminta dipanggil Abang, menanyakan lokasi wisata mana saja yang kami kunjungi dan memberikan peta sederhana seputar Kuala Lumpur beserta jalur transportasi kereta api dan monorail. Beliau menjelaskan dengan lumayan detail mengenai tips and trics berjalan-jalan di Malaysia dan menjawab semua pertanyaan kami dengan tuntas tas tas. Jika masih kurang, ada beberapa brosur yang tersedia dan salah satu diantaranya adalah brosur tentang Pulau Sipadan, yang menawarkan keindahan bawah lautnya. Ada brosur tentang Malaka, salah satu yang akan kami kunjungi dan beberapa brosur lain seperti Pulau Langkawi.
Kami mendapatkan kamar ber ac di lantai bawah seharga RM 50 semalam, yang terdiri dari tempat tidur tingkat dan 1 cermin. Ya, that’s all. Kamar mandi diluar sebanyak 4 buah, rumah tamu di depan dilengkapi TV dan teras dengan kursi serta meja untuk duduk-duduk. Tidak disediakan sarapan, hanya air putih saja. Tetapi cukuplah, karena toh kamar hanya untuk tidur saja.
Setelah mandi dan beres-beres, kami keluar untuk mencari makan, di depan guest house ada resto India yang terlihat lumayan. Tetapi kami ingin memutari daerah tersebut untuk melihat-lihat siapa tau ada tempat makan yang lebih menarik. Ternyata tempat makan lain kebanyakan adalah chinese food yang terang benderang dan terlihat kurang nyaman, apalagi jam telah menunjukkan pukul 23.30 malam, sehingga kami memutuskan untuk makan di resto depan guest house saja setelah mampir di 7-11 untuk membeli minum. Di dekat guest house juga ada careffour express yang buka 24 jam.
Suasana resto masih ramai oleh pengunjung yang semuanya orang India, sibuk menonton TV yang memutar pertandingan sepak bola. Kami disambut oleh pelayan pria India kurus hitam dan berkumis yang dengan ramah menjawab pertanyaan kami tentang makanan yang tersedia dalam bahasa melayu. Makanan yang tersedia rata-rata seharga RM 3,5 dan ada makanan yang dapat diambil secara prasmanan. Akhirnya karena bingung saya memesan mie goreng dan adik saya nasi goreng dengan ayam kari. Minumnya, tentu saja The Tarik. Semuanya habis RM 13.
Sekitar jam 12 malem kembali ke guest house karena besok harus berangkat pagi untuk menuju tujuan wisata yang pertama.