Tuesday 27 November 2007

My Birthday




Sewaktu ada pemberitahuan kopdar milis Jalansutra ke Ayam Berkah Blok M ternyata bertepatan dengan tanggal 23 November, hari ulang tahun saya. Wah, pasti senang kalau bisa ulang tahun dengan teman-teman Jalansutra, ada pak Bondan pula, jadi formasinya lengkap banget.
Setelah pengumuman peserta keluar, nama saya dan Ida, terdaftar. Wah, jadi deh ulang tahun bareng teman-teman Jalansutra, pasti bakalan seru. Soalnya peserta berjumlah 20 orang. Dan saya rencana bawa kue tart supaya bisa dibagikan sebagai dessert.
Hari H akhirnya tiba juga, dari kantor sengaja jam 5 kurang trus ngejar busway, naik dari sarinah, untung nunggunya gak lama, dan sampe di Blok M Plaza jam 17.30 teng. Pas telp Ida ternyata dia masih di Pejompongan kejebak macet. Aduh, gimana nih, padahal mau barengan beli kue dulu ke Dapur Coklat. Ya udah, saya akhirnya naik bajaj ke Dapur Coklat Ahmad Dahlan, beli tart Triple Decker, trus balik lagi ke Blok M Plaza, untung Ida udah sampe di Blok M Plaza, langsung deh saya naik ke boncengan dan cabut ke Bakoel Coffee Jl Barito. Sampe sana sudah ada beberapa peserta yang datang dan gak berapa lama setelah semua peserta kumpul, jam 19.00 kita langsung berangkat ke lokasi kedua yaitu Ayam Berkah di Blok M, sebelah PSKD dekat RSB Asih. Saya sendiri walau sejak dulu mainnya di Blok M blom pernah ke sini. Hehe…malu ah…kemana aja…
Langsung ayam goreng dipesan, bersama dengan lalap, pete, ati ampela, sop ceker. Saya cuma habis satu potong ayam dan satu potong ati ampela, nasinya nasi uduk. Saya duduk sebelahan dengan mbak Vonny Roozen yang baru datang dari Amsterdam, dan bagi-bagi oleh-oleh yummy, coklat. Yang paling enak sih coklat isi grand marnier. Satu bungkus aman masuk ke tas.
Sehabis makan, upacara tiup lilin dimulai, diiringi petikan gitar dari pengamen di sana. Setelah kue dibagikan dan dimakan, sepakat kita pintong alias pindah tongkrongan ke Dharmawangsa Square karena pengen makan dessert yang dingin-dingin alias es cream, dipilihlah oleh pak Kepala Suku, Gelato di Dharmawangsa Square. Di sini, kita semua saling memperkenalkan diri sehingga suasana bertambah akrab, ditambah kedatangan Yohan, master wine, membuat suasana tambah ramai. Yang bikin tambah asyik, ternyata kita semua ditraktir sama pak Kepala Suku loh…Jam 21.00 satu persatu pamit pulang, saya kembali membawa box ulang tahun di atas motor yang sudah bertambah dengan box isi ayam berkah yang tersisa beserta beberapa papan petai…
O iya, foto-fotonya diambil dengan kamera mbak Rani…nggak sempet bawa kamera karena terlalu excited. Hehe…thanks ya, mbak..

Wednesday 14 November 2007

Back To Madiun




Ini cerita yang udah lama tapi baru sempet diposting. Lebaran yang lalu, karena libur Lebaran yang lumayan lama, dari tanggal 7 Oktober saya sudah berangkat mudik ke Madiun. Saya berempat dengan Raiyan, Papa dan Mama, berangkat dengan pesawat Sriwijaya Air tujuan Solo. Dari Solo kami dijemput oleh om dan tante baru menuju ke Madiun dengan jarak tempuh sekitar 2 jam-an. Pesawat mengalami delay hampir 1 jam dan akhirnya sampai di Madiun sekitar jam 3 sore. Akhirnya, saya tiba juga di rumah eyang tercinta setelah hampir 10 tahun saya tidak ke Madiun. Ternyata kotanya sudah cukup banyak berubah, sudah ada mall baru dan banyak tempat makan baru. Bahkan Mbak Jingkrak-pun buka cabang di Madiun. Untuk transportasi kemana-mana saya selalu naik becak. Kota Madiun merupakan kota kecil tapi bersih dan rapi, khas kota kecil di Jawa. Rumah eyang cukup strategis di pusat kota dan dekat dengan RSUD Madiun, jadi kalau pas sahur tidak ada lauk tinggal jalan sedikit udah ada tukang jualan pecel beserta lauk pauknya.

Sebelum berangkat saya sudah menyiapkan daftar tempat-tempat makan yang direkomendasikan teman-teman di milis Jalansutra. Dari hari pertama sampai, begitu buka puasa, saya dan mama langsung berburu makanan.
Tempat makan pertama yang dicoba adalah Gado-Gado Pak Tomo, di Jalan Biliton. Warung makan model jaman dulu dengan banyak kalender di dindingnya. Modelnya gado-gadonya adalah gado-gado siram yang bumbunya coklat kekuningan. Rasanya agak manis. Menu lain adalah kupat tahu yang kuahnya pakai petis. Dua-duanya enak. Harga Rp 9000,- per porsi.

Berikutnya, kami mencoba pecel Bu Murni, Jl. H Agus Salim. Pecelnya enak, bumbunya pas. Tapi sewaktu datang ke sana warungnya agak sepi
Dua nasi pecel berikutnya yang saya coba adalah nasi Pecel S Wirjo di Jl. Cokroaminoto. Ini masih termasuk saudara. Besannya eyang, saya memanggilnya Eyang Mingan. Konon kabarnya dulu pecel ini lumayan terkenal di Madiun tapi karena tidak ada proses regenerasi jadi tidak terlalu laris lagi sekarang. Sewaktu kami ke sana, membeli nasi pecel untuk dibungkus sebanyak 15 porsi, ternyata nasinya hanya cukup untuk 13 porsi, jadi sewaktu ada pembeli lain yang datang terpaksa ditolak karena nasi sudah habis. Menurut eyang, masak nasinya emang pas-pasan karena pembelinya tidak terlalu banyak. Yang melayani eyang Mingan sendiri yang sudah sepuh jadi ya…lambreta. So, karena sudah lapar, saya makan pecelnya dibecak dalam perjalanan pulang.
Pecel lain yang saya coba adalah pecel Yu Gembrot di Pasar Besi, Jalan Imam Bonjol. Sewaktu kesana rumah makan ini penuh banget. Maklum, udah deket-deket Lebaran, jadi orang-orang yang mudik udah pada dateng. Yang paling asyik di sini lauk gorengannya lengkap, ada empal, paru, dan lain-lain termasuk kesukaan saya otak goreng. Hmm….enak deh, makan nasi pecel pake otak goreng.

Di Madiun ini saya juga sempat mencoba sate Kuda di kompleks PLN, Manisrejo. Lokasinya rumah biasa di perumahan Manisrejo. Ada spanduk dengan gambar kuda dan tulisan Sate Kuda. Rasanya…mirip-mirip sate kambing, tapi dagingnya lebih alot. Mungkin karena saya makannya ketika sudah dingin. Maklum, tante saya yang rumahnya dekat dengan tempat makan ini sudah datang duluan dan sudah pesan sewaktu om saya jemput ke rumah eyang. Alhasil, pas saya datang sudah dingin. Cukup deh, sekali aja saya makan. O iya, di trans tv saya pernah liat proses pemotongan kuda sewaktu dagingnya akan dijadikan sate (ini di kota Semarang). Keterlaluan banget, kok tega-teganya, proses pemotongan kuda di siarin di TV. Kalo inget saya pernah makan satenya jadi nyesel.
Makanan lain yang saya coba adalah Soto Kondang di Jalan Cokroaminoto. Soto kuah bening yang dihidangkan di piring bukan di mangkok seperti biasanya. Campurannya standar, toge, telur dan soun. Rasanya gurih dan segar.
Saya juga sempat beli putu di ujung jalan Bali, putunya besar-besar, taburannya kelapa yang dikasih gula halus. Enak banget. Harganya Rp 5000,- 4 buah putu. Selain itu saya juga nyoba beli cemoe. Bingung juga sewaktu lihat di pinggir jalan, ada warung dengan tulisan : sedia ronde dan cemoe. Eh ternyata, cemoe ini sama seperti wedang ronde tapi isiannya terdiri dari ketan, roti dan kacang hijau.
Hari terakhir di Madiun, saya dibelikan adik saya rujak cingur. Aduh, ternyata, saya tidak cocok dengan petisnya. Jadi saya nggak bisa makan, cuma makan cingur dua potong dan beberapa potong tahu, abis itu nyerah deh….
Hari Sabtunya, sewaktu Lebaran pertama, sesudah sholat Ied, kami, saya, si kecil dan suami (yang menyusul ke Madiun hari Jumat) dengan Travel menuju Surabaya untuk kemudian terbang ke Makassar.




Friday 9 November 2007

Tur Ke Cianjur Bersama Detik Food




Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu datang juga. Setelah hampir satu bulan mendaftar untuk ikutan tur ke Cianjur yang diadakan oleh Detik Food, hari sabtu Tanggal 3 November kami berangkat dengan menggunakan bis dari kantor Detik di Gedung Aldevco Octagon Building di Jl Warung Buncit Raya, tepat jam 6.30 pagi. Kami, saya dan Ida, termasuk yang terakhir ke bis satu karena biasa deh..si Ida kesiangan bangun n jemput. Jadi kelamaan di toilet untuk dandan. Dasar…
Perjalanan pagi itu berlangsung lancar, pak supirnya nyetirnya biar lambat asal selamat, soalnya perasaan jalannya lama banget, padahal jalan tolnya masih sepi. Di jalan dibagikan snack untuk sarapan pagi. Asyik, laper soalnya.

Tujuan pertama adalah perkebunan PTP Nusantara VIII Gedeh yang berlokasi di kampung Gedeh Desa Sukamulya, Cugenang. Kebun teh seluas lebih dari 25.000 ha ini sudah dibuka Belanda sejak tahun 1927. Di perkebunan ini dihasilkan teh hitam (black tea) berkualitas ekspor yang dikirim ke mancanegara.
Sekitar Jam 10an kami akhirnya sampai ke perkebunan the Gedeh, disambut oleh ibunya Mbak Ika yang super ramah(hehe..maaf saya nggak tau namanya nih) mempersilahkan kami menikmati jajanan dodongkal yang terbuat dari tepung beras dan gula merah dan dimakan dengan kelapa muda dan the manis yang pasti the Walini. Setelah puas menikmati jajanan kami segera dipanggil oleh pemandu untuk mulai tea walk ke pabrik the Tanawatee di PTPN VIII Kebun Gedeh. Selama perjalanan pemandunya menerangkan tentang kebun the dimana ada pohon the yang baru ditebang dan bagian kebun the dimana pohon tehnya masih termasuk baru. Selain itu, saya tidak terlalu memperhatikan karena sibuk dipotret dan memotret. Hehe….

Akhirnya sampailah kami ke pabrik pengolahan the dan disambut dengan bau daun the. Langsung berkeliling pabrik sesuai dengan tahapan-tahapan proses pengolahan the, dari daun yang baru datang, proses fermentasi, pengeringan, hingga proses tasting sampai akhirnya ke tahap final pengemasan.
Sehabis berkeliling pabrik the dan foto bersama di depan pabrik kami kembali ke lokasi awal tempat kita berkumpul. Disini kami bisa membeli the walini, ada the hitam, the hijau dan the jahe. Sayang saya keabisan the jahe.

Setelah itu perjalanan dilanjutkan ke Pertanian Gasol yang tidak terlalu jauh dari sana. Disambut dengan minuman es kelapa jeruk yang segar dan dilanjutkan dengan kata pengantar mengenai jenis-jenis padi yang ditanam di Pertanian Organic Gasol, yang setelah makan akan dilanjutkan dengan jalan-jalan menyusuri persawahan untuk melihat dengan jelas asal muasal beras yang kita makan.

Yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba, makan siang dengan alas daun pisang. Dengan menu beras merah, nasi liwet dengan beras organic yang wangiii banget, teri, pepes ikan mas, tahu goreng, tumis kangkung, ayam goreng, jengkol, lalapan dan tak ketinggalan sambal pedas yang nikmat sekali. Sambal ini merupakan menu yang paling top siang itu. Setelah istirahat sebentar karena kekenyangan dan menyelesaikan kegiatan bungkus membungkus makanan (banyak yang tersisa soalnya, kan sayang mending buat oleh-oleh kan…) kami melanjutkan acara selanjutnya dengan berjalan-jalan melihat sawah pertanian organic Gasol dengan Mbak Ika sebagai pemandu. Dengan memakai caping yang telah disediakan, jadi lebih gaya kelihatannya kalo difoto, kami mendengarkan penjelasan Mbak Ika seputar proses penanaman padi, panen, dan hama yang menyerang. Yang paling saya ingat dari penjelasan mbak Ika ini adalah bahwa beliau kekukarangan tenaga kerja untuk memanen padi, karena orang-orang desa saat ini lebih memilih untuk menjadi tukang ojek atau bekerja di kota dari pada menjadi petani. Jadi kayaknya mbak Ika buka lowongan untuk jadi petani. Buat yang udah bosen kerja di Jakarta, bisa dicoba tuh..

Setelah puas berkeliling sawah, sesampai di basecamp rumah mbak Ika yang luas dan asri, diadakan lomba dan pembagian door prize. Saya dan Ida ikutan lomba joget di atas koran. Lumayan untuk seru-seruan, dapet hadiah mug pula. Sayang doorprizenya nggak dapet, padahal yang jadi incaran sih voucher menginap di Bandung.

Perjalanan dilanjutkan untuk melihat pabrik tauco dan moci. Di pabrik Tauco cap Meong, kami melihat-lihat proses pembuatan tauco dari sejak penggilingan, pemasakan sampe fermentasi. Sebelum menuju ke pabrik moci, kami minum es tape ketan yang sudah disediakan. Untuk pembeliannya Tauconya sih nanti di tokonya di kota Cianjur.

Di pabrik moci, selain melihat proses pembuatan moci, membulatkan dan memasukkan bubuk kacang dan memasukkan ke dalam kotak, kami juga bisa langsung membelinya. Ada dua rasa moci, yaitu vanilla dan pandan. Selain moci ada juga dodol kelapa muda dan sirfa kelapa, yaitu manisan kelapa.
Sebelum melanjutkan perjalanan pulang ke Jakarta, kami mampir dulu ke kota Cianjur untuk membeli oleh-oleh. Saya membeli tauco botol kecil saja seharga Rp. 7000,-. Baru setelah mampir ke Cimory saya membeli susu rasa kopi satu botol Rp 11.500,- Cimory ini selain ada rumah makannya, juga merupakan penghasil susu dan yoghurt. Selain itu juga menjual aneka rupa sosis. Pemandangannya bagus, ada tempat permainan anak-anak di halaman belakangnya. Kapan-kapan saya mau ke sini ah, tentunya sama keluarga dong…
Sampai di Jakarta kurang lebih jam 8 malam, capek tapi senang, apalagi banyak dapet hadiah, goodie bag dari detik dan 2 botol susu dan 3 botol yoghurt dari Cimory. Pokoknya puas dan seru…..
O iya, cerita yang lain bisa dibaca juga di Detik Food.

Wisata Kuliner Makassar




Sudah berkali-kali saya berkunjung ke Makassar untuk mudik Lebaran, saya tidak pernah mempunyai kesempatan untuk mencicipi Kapurung. Sewaktu saya protes ke adik ipar saya kenapa tidak pernah ditawari untuk mencicipi makanan tersebut, ternyata jawaban adik ipar adalah karena takut saya tidak suka. Maklum yang namanya Kapurung ini adalah makanan khas daerah Palopo, yang merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan. Makanan ini cukup unik karena bukan dimakan dengan nasi tetapi dengan sagu. Walaupun sudah pernah membaca ulasannya di salah satu majalah tapi lebih afdol kalo udah nyobain makanannya.
Akhirnya, di hari kedua setelah Lebaran, saya berkesempatan pergi berburu si Kapurung ini. Maklum hari pertama dan kedua Lebaran masih penuh dengan acara keluarga. Tujuan pertama adalah Rumah Makan Aroma Luwu di Jl. Cendrawasih. Wah, ternyata rumah makan ini masih tutup, dan baru buka besok. Walaupun sedikit kecewa, ternyata adik ipar saya masih punya pilihan rumah makan lain yang juga tak kalah terkenalnya dengan yang pertama, yaitu Rumah Makan Aroma Palopo, di Jl. Kasuari Nomor 9, Makassar.
Saya senang sekali sewaktu tiba di sana, ternyata rumah makan ini buka dan sewaktu kami masuk, wah…sudah penuh dengan pengunjung. Ada tempat makan di dalam ruangan yang ber AC, jumlahnya 8 meja dengan 4 buah kursi, sedangkan di luar ada sekitar 4 buah meja. Di dalam ruangan meja-meja sudah hampir penuh, dengan rata-rata pengunjung adalah keluarga, masih tersisa 2 buah meja untuk kami. Mungkin para pengunjung ini sudah rindu akan makanan daerahnya.
Kami segera memesan Kapurung – sang primadona, Barobbo, Ikan Parede, dan adik ipar saya memesan Es Pisang Ijo. Untuk minumnya saya pesan es teh manis. Ternyata kami menunggu lumayan lama sebelum bisa mencicipi Kapurung ini karena sagunya baru dimasak sewaktu ada pesanan. Kalau tidak sagu menjadi keras dan tidak enak lagi. Jadi Kapurung ini selalu fresh.
Menu pertama yang keluar adalah Barobbo, ini adalah bubur jagung dengan bayam. Rasanya mirip-mirip dengan bubur Menado, hanya nasinya diganti dengan jagung. Butiran-butiran jagung yang manis berpadu dengan bayam yang lembut dan gurih. Sedap. Menu berikutnya adalah Parede. Parede ini adalah ikan yang dimasak dengan kuah yang berwarna kuning yang rasanya asam dan ikan yang dipakai adalah ikan lemuru. Ikan ini dagingnya lembut dan tidak berduri. Mirip ikan tuna tapi dagingnya lebih lembut.
Primadona yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba juga, dihidangkan dalam mangkok besar, terlihat bulatan-bulatan sagu sebesar bakso berwarna putih bening, di dalam kuah kaldu berwarna kuning pucat. Selain bulatan-bulatan sagu ini, terdapat bayam dan potongan kacang panjang, butiran-butiran jagung dan ikan sebesar kelingking yang namanya ikan maero. Saya sangat suka dengan ikan ini karena rasanya yang gurih berpadu dengan kuah Kapurung yang asam segar, benar-benar nikmat sekali. Untuk bulatan-bulatan sagunya, saya mengalami sedikit kesulitan untuk mengunyahnya sehingga kadang langsung saya telan saja. Glek.
Ternyata enak juga loh, si kapurung ini….rasanya nggak se-aneh yang saya kira. O iya, di sini saya sempat salah pesan makanan. Karena di daftar makanan ada menu dange, saya juga memesannya. Saya berpikir itu dange palopo yang rasanya manis, makanan kecil khas palopo yang sudah lama saya cari. Ternyata ketika keluar, penampilannya jauh sekali dari yang dibayangkan dan ketika dicoba rasanya…hambar dan aneh banget. Ternyata itu dange sagu bukan danget Palopo. Kata mbak pelayannya sih, dimakan dengan kuah Parede, tapi setelah tau rasaya…males nyoba ah.
Di Makassar penjual Coto sangat banyak bertebaran di penjuru kota, mirip-mirip warteg di Jakarta. Dari tempat jualan berbentuk tenda sampai rumah makan siap dipilih. Maklum, Coto adalah menu sarapan bagi warga Makassar. Salah satu tempat makan Coto Makassar yang saya datangi adalah Coto Paraikate, yang terletak di Jalan AP Petarrani, Makassar. Rumah makan ini bentuknya memanjang ke belakang dengan deretan meja dan kursi di bagian kiri dan kanan sehingga menyisakan lorong di tengah-tengah yang berujung di dapur tempat mereka menyediakan makanan. Sudah sejak pertama kali saya ke Makassar, apabila saya melewati Jalan Petarrani, rumah makan ini selalu tampak ramai. Seperti sewaktu saya datang kira-kira jam 11 pagi, seperti dapat diduga, rumah makan ini juga penuh. Strategi saya supaya cepat dilayani adalah mencari tempat duduk di ujung dekat tempat pemesanan makanan dan voila...tanpa menunggu lama semangkuk Coto panas segera tersaji di hadapan saya. Setelah diberi kucuran jeruk nipis dan sambal, saya segera menyendok coto. Kuahnya lumayan kental dengan potongan daging dan jeroan yang cukup berlimpah di dalam mangkok yang ukurannya tidak terlalu besar. Dimakan dengan buras, semacam lontong yang ukurannya persegi panjang dan teh botol, “brunch” saya hari itu hanya menghabiskan Rp. 10.000,-. Sebenarnya rasanya sih tidak terlalu istimewa, masih ada rumah makan coto yang lain yang rasanya lebih enak, menurut saudara saya, tapi kenapa ya kok rumah makan ini selalu penuh.
Rumah makan ke dua yang saya coba adalah Sop Saudara. Sop Saudara ini adalah makanan yang berasal dari Pangkep. Salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan. Asal muasal nama Sop Saudara ini, menurut cerita dari mulut ke mulut adalah karena resepnya ditemukan oleh dua orang bersaudara. Sehingga mereka mematenkan penemuan resep sop tersebut dengan menyebutnya Sop Saudara. Sop Saudara ini isinya mirip-mirip dengan Coto, ada dua pilihan, isi daging atau jeroan, otak dan babat tidak dipakai di Sop Saudara ini. Dan kuahnya tidak memakai kacang seperti di Coto, jadi lebih ringan dan segar.
Sop Saudara yang saya datangi adalah Rumah Makan Sop Saudara di Jalan Irian, terletak di ujung jalan sebelum menuju jalan tol Makassar yang ke arah Bandara. Selain Sop Saudara, rumah makan ini juga menyediakan Sop Konro yang rasanya tak kalah lezat. Dagingya empuk dan mrotoli, alias langsung lepas dari tulangnya. Harga yang harus dibayar untuk 1 porsi Sop Konro, 2 porsi Sop Saudara dan 4 porsi nasi serta 1 the botol dan 3 the tawar adalah Rp. 49.000,-
Terakhir, saya penasaran sekali untuk mencoba Pallu Kaloa. Kalau dua makanan sebelumnya ber kolesterol tinggi karena berisi daging, Pallu Kaloa ini bahan bakunya adalah ikan. Terbuat dari ikan Lemuru yang dagingnya lembut dan tanpa duri dimasak dengan kuah yang dicampur dengan keluak sehingga warnanya coklat. Tidak sekental kuah rawon, melainkan lebih ringan lagi dengan sedikit rasa asam. Lezat. Rumah Makan Pallu Kaloa I ini, beralamat di Jalan Tentara Pelajar 104, Makassar, harga satu porsinya hanya Rp. 10.000,- Ketika saya datang, lagi-lagi untuk “brunch”, rumah makan ini lumayan penuh. Selain Pallu Kaloa, ada pula menu Pallu Mara. Masakan ikan dengan kuah kuning.


Tuesday 6 November 2007

Free Trial di Gold's Gym

Minggu kemarin di majalah Fit yang baru ada tawaran Free Trial gratis selama seminggu di Golds Gym, Menteng Huis. Buat 30 pendaftar pertama, gw langsung buru2 daftar gitu n akhirnya dapet deh…Lumayan juga seminggu bisa nyoba kelas-kelas yang belom pernah gw coba. Kalo dibandingin tempat gym gw yang biasanya, jauhlah…

Pertama kali gw ikutan kelas Mat Pilates. Ini hampir sama ama Yoga. Pernafasan dan pembentukan tubuh. Nggak terlalu susah.

Nah, kelas yang kedua adalah kelas RPM. Ini kelas bersepeda di dalam ruangan. Instrukturnya merangkap jadi DJ juga. Selama bersepeda diiringin musik-musik dugem, musik rock dan top 40 yang iramanya nge dance. Pokoknya musik2 itu membuat kita jadi semangat mengayuh sepeda. Berat ringannya kayuhan bisa diatur sesuai dengan instruksi instruktur. Instrukturnya cewek namanya Evelyn. Doi semangat banget ngasih instruksi-instruksi, sampe mau mati rasanya gw hampir keabisan nafas. Soalnya kayuhan sepedanya nggak cuma biasa aja, tapi posisi tangannya juga diubah-ubah, apalagi kalo pas tanjakan kita mesti kayuh sambil berdiri. Kayaknya gw sampe dehidrasi deh, soalnya telapak kaki gw rasanya dingin, baju gw udah basah dan gw gemeteran pas cooling down. Salah gw juga sih, untuk pemula di kelas RPM harusnya nggak usah terlalu semangat. Tapi gimana juga, gw kan keikut musik dan instrukturnya. Langsung deh gw beli teh manis kotak biar kadar gula gw normal lagi jd nggak lemes. Dalam hati gw kapok deh nggak mau ikutan kelas RPM lagi. Tapi kalo untuk yang pengen cepet kurus kelas RPM ini paling pas soalnya sekali ikutan kelas bisa membakar 400-500 kalori.

Besoknya waktu gw sempet ngobrol sama cewek yang satu kelas sama gw di kelas RPM kemarin, ternyata kelas RPM yang gw ikut kemarin, dengan instruktur Evelyn, emang berat banget. Ya pantes aja, dia aja yang udah sering ikut RPM keteter apalagi gw. Nggak salah kalo gw hampir pingsan. Untung gak pingsan beneran, kan malu2in. Udah dapet gratisan, pingsan pula.

Setelah libur sehari,  gw nyoba kelas Body Balance, kalo ini biasa ajah, senam pembentukan biasa. Jadi nggak terlalu susah. Yang asyik sih, ternyata ada pembagian doorprize dan gw dapet tas gold gym. Soalnya instrukturnya sama ama instruktur waktu kemarin gw ikut RPM. Dia masih inget rupanya.

Hari berikutnya gw ikutan kelas Body Pump. Udah dikasih tau sedikit kalo body pump itu pake dumbel. Gw kirain dumbel biasa ternyata pake dumbel seperti untuk angkat besi binaraga itu. Cuma nggak sebesar itu, berat besinya masing-masing 1.25 kg. Kalo untuk latihan sambil berdiri berat ditambah 0.5kg. Busyet, capek banget. Besoknya tangan dan kaki gw pegel-pegel dengan sukses.

Masih ada satu hari sisa, gw manfaatin untuk nyoba kelas Fit Capoeira. Capoeira itu olahraga bela diri dari Brazil, banyak menggunakan gerakan kaki tapi dengan koreografi yang indah diiringi musik tradisional Brazil. Gw pikir pertama kali sih, gerakan-gerakannya bakalan susah. Ternyata setelah dipelajari nggak susah  kok, soalnya yang diajarin kemarin masih gerakan dasar. Jadi mudah diikutin.

Trus abis Fit Capoeira gw ikutan RPM lagi…Kemaren sih udah kapok, tapi kali ini kan instrukturnya beda, Ramses namanya. Sengaja gw ngayuh sepedanya nyantai2 aja, jadi nggak terlalu capek.

Wah, pokoknya enak banget deh kalo ikutan kelas-kelas di gym yang besar gitu, kelas-kelasnya banyak, tempatnya luas, latihannya juga jadi semangat. Sayang gw mampunya cuma di Vista aja yang deket rumah…hehe….