Sejak membaca artikel mengenai Situs Megalit Gunung Padang, saya lumayan tertarik untuk berkunjung kesana. Sebenarnya jika kesana masih relatif lebih mudah dibandingkan dua tempat lain yang belum kesampaian saya kunjungi : Ujung Genteng dan Sawarna, karena di kedua tempat yang terakhir harus menginap. Yang cukup sulit adalah teman untuk berkunjung kesana. Tidak semua orang tertarik melihat situs peninggalan jaman dahulu. Dan walaupun bisa dikunjungi dalam sehari tetap saja cukup jauh dan pastinya macet, karena lokasinya yang berada di Cianjur dan harus melewati puncak.
Tetapi berkat penawaran dari website Metro Deal, akhirnya saya bisa juga berkunjung
ke Gunung Padang. Harga paket yang
ditawarkan cukup murah, sebesar Rp.
199.000,- sudah termasuk transportasi
menggunakan Elf, makan siang, 1 aqua botol dan tiket masuk ke
objek wisata. Dan ternyata, kita tidak
hanya mengunjungi Situs Gunung Padang saja,
sebelum kesana trip ini mampir ke
Stasiun kereta api Lampegan dan pulangnya mampir ke Air Terjun / Curug
Cikondang. Teman saya, Ira Latief, yang mengajak saya membeli paket
tersebut. Karena resto miliknya D’Marco
Coffee beberapa kali bekerjasama dengan web tersebut.
Jadwal trip bisa dipilih sesuai ketersediaan
tanggal yang sudah ditentukan oleh trip organizer dari acara ini yaitu Mel Everywhere, yang berlokasi di daerah Kuningan, Jakarta Selatan. Trip organizernya cukup profesional karena
bisa dihubungi melalui Whatsapp dan selalu memberikan update info mengenai trip
ini. Empat hari sebelum trip telah mengirimkan
email berisi itinerary dan pemberitahuan
perlengkapan yang harus dibawa. Maklumlah,
jaman sekarang banyak sekali trip organizer yang pengelolaannya tidak jelas. Bisa saja
trip tiba-tiba batal dan uang yang telah dibayar hilang karena orangnya tidak
dapat dihubungi.
Akhirnya sesuai
tanggal yang telah dipilih yaitu, Sabtu, 23 November 2013, kami berangkat dari
meeting point di Plaza Semanggi depan Dunkin Donuts. Seluruh peserta berjumlah 43 orang dengan 3
kendaraan Elf dan akhirnya kami baru meninggalkan area plaza semanggi telat 30 menit dari waktu yang ditentukan yaitu 6.30.Tol Jagorawi lancar, baru terkena macet ketika naik ke arah puncak sampai daerah Cisarua. Menjelang penutupan jalan menjadi satu arah barulah jalan lancar lagi sampai ke Cianjur. Dari Cianjur kota, Elf belok ke kanan dan setelah bertemu petunjuk jalan masuk ke Situs Gunung Padang belok kiri. Di sini jalan rusak di beberapa tempat sehingga menambah lama waktu tempuh. Akhirnya sekitar jam 12 kurang kami sampai di Stasiun Lampegan dengan terowongan kereta api yang telah dibangun sejak jaman Belanda seperti yang tertera di atasnya yaitu : 1897-1882. Sambil istirahat dan foto-foto, kami sempat masuk ke dalam terowongan tersebut. Ada beberapa pekerja yang sedang memperbaiki rel kereta di sana.
Menurut Wikipedia, nama Lampegan berasal dari kata yang sering disebutkan oleh Beckman, orang Belanda yang menjadi pengawas pekerja ketika memeriksa hasil pekerjaan pegawainya. Setiap melihat pegawai yang sedang bekerja di dalam terowongan, dia sering berteriak mengingatkan kepada pegawainya untuk tetap membawa lampu agar lebih aman dari bahaya kurangnya zat asam. “Lamp pegang...., lamp pegang”,
dia mengingatkan dalam campuran bahasa Belanda dan Indonesia. Maksudnya adalah agar pegawai membawa lampu. Di terowongan itu udaranya masih lembap dikarenakan lubang terowongan yang hanya ada satu. Terowongan ini merupakan terowongan pertama di Jawa Barat yang letaknya di lintas kereta api yang menghubungkan Batavia-Bandung lewat Bogor/Sukabumi. Selain terowongan Lampegan, di Jawa Barat ada terowongan Sasaksaat yang dibangun tahun 1902-1903, yang menghubungkan lintas jalur kereta api Jakarta-Bandung lewat Cikampek. Rembesan air mengakibatkan bagian atas terowongan hancur. Sehingga hubungan kereta api Sukabumi-Cianjur terputus. Setelah mengalami renovasi pada September 2000 , Sukabumi dan Cianjur kembali terhubung. Namun dari tanggal 12 Maret 2001, terowongan itu ambruk lagi, dan hubungan stasiun Cianjur dan Sukabumi kembali terputus. Pada tahun 2010, Terowongan Lampegan kembali direstorasi dan telah memasuki tahap uji coba. Kabarnya saat ini jalur tersebut akan diaktifkan kembali.
Setelah puas foto-foto, perjalanan kembali dilanjutkan dengan melewati pemandangan areal perkebunan teh Gunung Manik dan pemandangan pegunungan di kejauhan. Sekitar 30 menit kemudian kami telah mencapai tempat parkir areal situs Gunung Padang. Dari sana kami harus berjalan kaki sekitar 10 menit untuk mencapai bagian bawah situs. Situs ini berada di ketinggian 885 m dpl, dan beralamat lengkap di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur.
Di tengah perjalanan dari lokasi tempat parkir menuju areal situs, di pinggir jalan kami menemukan tulisan tentang adanya bambu yang berlafal Allah.
Langsung saja kami memasuki rumah tersebut yang ternyata mesjid kecil dan menemukan bambu tersebut, yang terdapat di sebuah kotak kaca. Bisa dilihat pada foto dibawah ini :
Sebelum naik ke atas areal Situs Gunung Padang, kami makan siang dahulu di warung makan yang terdapat disana. Setelah menempuh perjalanan hampir 6 jam dan cuaca yang panas siang itu makan siang adalah saat yang sangat dinanti. Dengan menu nasi merah dan lauk ayam goreng, tempe dan tahu goreng, ikan teri, sambal dan lalapan segar, kami semua makan dengan lahap di warung sederhana tersebut. Ketika masuk ke dalam warung dan duduk lesehan di sana, udara sejuk langsung terasa. Apalagi disana tersedia minuman dingin kesukaan saya, teh Pucuk, cukup sebagai tambahan tenaga untuk naik ke atas areal situs Gunung Padang.
Untuk sampai ke areal teras pertama Gunung Padang kami harus mendaki anak tangga terlebih dulu. Ada 2 macam anak tangga yang dapat dipilih, karena yang pertama sangat curam karena merupakan tumpukan batu berbentuk tangga, yang masih asli peninggalan situs tersebut. Sedangkan tangga kedua lebih landai karena merupakan tangga buatan untuk lebih memudahkan orang menuju ke situs.
Saya dan Ira memilih tangga pertama yang lebih curam, karena saya kira tangga yang curam lebih cepat sampai daripada satu lagi. Tetapi ternyata sama saja kok. Jadi lebih baik pilih tangga yang kedua saja. Walaupun saat itu saya agak batuk, saya masih kuat mendaki sampai puncak, walaupun kaki gemeteran juga. Ternyata lebih curam dari perkiraan saya sebelumnya. Jarak antara anak tangga satu dan lainnya lumayan tinggi.
Tangga terjal menuju situs |
Sampai di atas, pemandangan batu batu beraneka ukuran terpampang jelas di depan mata. Ada beberapa lokasi batu yang diberi pembatas tali dimana para pengunjung tidak boleh memasuki areal tersebut karena masih dalam proses penelitian.
Gunung Padang sendiri adalah bangunan yang wujud asalnya berupa punden berundak, yang menurut penelitian berasal dari jaman 4000 tahun sebelum masehi. Bahkan menurut penelitian para ahli baik dari dalam ataupun luar negeri bisa lebih lama lagi, lebih tua dari Piramida di Mesir bahkan setara dengan Machu Picu di Peru! Menurut penuturan dari pak Yusuf yang menjadi tour guide saya selama di sana, lokasi ini merupakan tempat persinggahan Prabu Siliwangi pada saat beliau berkuasa. Tempat ini menjadi pilihan bagi pendiri situs tersebut pada jaman dahulu juga karena lokasinya yang strategis yang dikelilingi oleh beberapa gunung, yaitu : Gunung Gede, Gunung Pangrango, Gunung Pasir Pogor, Gunung pasir Gombong, dan Gunung Pasir Domas. Pemandangannya memang sangat cantik dengan udara yang sejuk dan pepohonan yang tumbuh di sana membuat tempat tersebut adem. Betah rasanya duduk disana berjam-jam sambil menikmati pemandangan dan meresapi sejarah tempat tempat tersebut, apa saja yang terjadi pada jaman dahulu. Karena sejuta pertanyaan masih menjadi misteri disana dan belum ada yang pasti bisa menjawabnya. Ribuan peneliti dari dalam dan luar negeri telah datang ke tempat tersebut dengan membawa peralatan yang super canggih, dengan hasil penelitiannya masing-masing. Tetapi penelitian lanjutan memang masih harus dilaksanakan agar misteri tersebut dapat terbuka. Saat ini, penelitian masih ditangguhkan karena penelitian lanjutan harus dilakukan dengan hati-hati supaya tidak merusak situs tersebut. Layer-layer tanah harus dibuka satu persatu dengan hati-hati agar isi di dalam bukit dengan batu-batu yang bertumpuk tersebut dapat diteliti dengan utuh tanpa cacat.
Dengan panduan dari pak Yusuf, kami diberitahu tentang batu-batu yang mempunyai tanda tertentu. Ada batu yang mempunyai lekukan-lekukan khusus di ujungnya yang diperkirakan sebagai alat musik.
Ada batu yang mempunyai tanda seperti kujang, senjata khas masyarakat tanah Sunda.
Ada batu yang dipergunakan sebagai upacara tertentu karena bentuknya yang datar.
Ada pula batu yang mempunyai lekukan khusus seperti tapak maung atau harimau.
Disana juga ada batu besar yang agak misterius, karena tidak dapat dipindahkan oleh sembarang orang. Batu tersebut sebenarnya tidak besar, tetapi orang yang bertubuh besar tidak dapat memindahkan batu tersebut, tetapi orang yang bertubuh kecil dapat memindahkannya. Sayangnya kami tidak dapat melihat batu tersebut karena sudah disimpan di lokasi khusus.
Masih banyak cerita-cerita mengenai Gunung Padang, dan cerita yang lebih lengkap mengenai situs Gunung Padang bisa klik link di bawah ini :
http://id.wikipedia.org/wiki/Situs_Gunung_Padang
Perjalanan turun dari areal situs lewat jalan satu lagi yang lebih landai, bisa sekalian menikmati pemandangan terakhir sebelum meninggalkan area Gunung Padang.
Perjalanan turun dari areal situs lewat jalan satu lagi yang lebih landai, bisa sekalian menikmati pemandangan terakhir sebelum meninggalkan area Gunung Padang.
Setelah puas menikmati keindahan dan
kemisteriusan situs Gunung Padang, perjalanan dilanjutkan kembali . Sesuai
dengan itinerary, karena masih menunjukkan pukul 4 sore, dalam perjalanan pulang akan mampir ke Curug
Cikondang yang beralamat di Desa
Sukadana, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur.
Perjalanan menuju Curug ini ternyata cukup jauh, melewati jalan yang
berbatu-batu sehingga kami terguncang-guncang sepanjang perjalanan.
Petunjuk arah menuju kesana juga tidak ada, sehingga beberapa kali harus bertanya untuk memastikan arah yang benar ketika sampai di persimpangan jalan. Setelah 1 jam perjalanan akhirnya tibalah kami di Curug Cikondang tersebut. Untuk menuju ke bagian bawah curug untuk mendapatkan foto yang bagus, kami harus melalui jalan setapak melewati persawahan. Awalnya karena hari sudah sore, banyak yang tidak ingin turun sampai ke bagian bawah curug, tetapi karena sayang sudah berkorban melalui jalan yang cukup jauh, banyak juga yang akhirnya turun, walau ada juga yang hanya menunggu di mobil.
Petunjuk arah menuju kesana juga tidak ada, sehingga beberapa kali harus bertanya untuk memastikan arah yang benar ketika sampai di persimpangan jalan. Setelah 1 jam perjalanan akhirnya tibalah kami di Curug Cikondang tersebut. Untuk menuju ke bagian bawah curug untuk mendapatkan foto yang bagus, kami harus melalui jalan setapak melewati persawahan. Awalnya karena hari sudah sore, banyak yang tidak ingin turun sampai ke bagian bawah curug, tetapi karena sayang sudah berkorban melalui jalan yang cukup jauh, banyak juga yang akhirnya turun, walau ada juga yang hanya menunggu di mobil.
Curug Cikondang yang memiliki ketinggian
sekitar 50 m dan terletak diantara hamparan kebun teh PTP VIII Panyairan
ini, ternyata bukan bentukan air mata
asli, tetapi karena tumpahan air sungai
yang jatuh melalui tebing. Walaupun
sungainya tidak terlalu besar, ketika jatuh ke bawah airnya tampak deras
sekali.
Sebenarnya sih pasti mengasyikkan jika bisa bermain air disana. Sayang, hari sudah mulai malam dan untuk mengejar waktu kami segera kembali ke jakarta, setelah puas foto-foto disana dengan berbagai gaya.
Awal aliran sungai sebelum jatuh menjadi air terjun |
Sebenarnya sih pasti mengasyikkan jika bisa bermain air disana. Sayang, hari sudah mulai malam dan untuk mengejar waktu kami segera kembali ke jakarta, setelah puas foto-foto disana dengan berbagai gaya.
Perjalanan pulang berjalan lancar hanya sampai
area Puncak, karena selepas cipanas dan puncak pass jalanan macet sekali dan baru
berjalan lancar setelah Cisarua. Kendaraan kami baru memasuki Jakarta pukul 00.30
dinihari. Walaupun pantat pegal karena
duduk terus selama 6 jam lebih, cukup puas karena akhirnya kesampaian juga bisa
ke Gunung Padang yang masih menyimpan misteri.
waaah bagus mba tulisannya, foto2nya jg kerenn...glad we we here!
ReplyDeleteWaah, makasih ya, Ra, udah dishare di FB.
ReplyDelete