Ketika membaca pengumuman tentang race di Bandung,
Solidarity Run, saya langsung tertarik untuk mendaftar. Diadakan oleh
rumahcemara.org yang merupakan NGO yang menangani penderita HIV AIDS dan para
pecandu narkoba yang telah direhabilitasi. Race ini juga berslogan Indonesia
tanpa Stigma.
Saya tertarik mendaftar sebenarnya karena ada
jarak 21 K-nya, karena sudah jauh-jauh ke Bandung mestinya lari dengan jarak
tempuh yang lebih jauh selain karena sebelumnya sudah pernah lari pada jarak
tersebut. Pendaftaran dan pengambilan racepack dilakukan oleh saudara saya, Tia, yang
kerja di Bandung, jadi semua sudah beres. Pendaftaran juga murah, minimal Rp,
25.000,- dan seikhlasnya jika ingin menambah. Dapet kaos dan medali pula.
Awal race ini diumumkan start dimulai di Gasibu, jadi saya mencari hotel di daerah sana. Tetapi ternyata start diubah menjadi di halaman gedung
Walikota Bandung, sehingga terpaksa mencari info hotel lain. Beruntung, ada teman yang mempunyai compliment di
Hotel Kedaton, Jl. Suniaraja yang cukup dekat dengan gedung walikota. Sehingga akhirnya saya menginap disana. Pihak panitia dari Rumah Cemara juga sangat membantu sekali mengenai info race ini, beberapa kali saya email dan langsung dibalas.
Saya berangkat pada hari Sabtu setelah makan
siang, bersama anak saya, Raiyan dan si Neng. Karena saya mendapat kabar jika masuk ke
Bandung melewati pintu tol Pasteur harus minimal 4 orang, antara jam 9-14. Jadi
saya sengaja berangkat setelah jam makan siang saja supaya pas sampai sana
sekitar jam 14an. Info dari teman juga dia biasa berangkat siang pada hari
sabtu dan selalu lancar. Sepertinya sih jika sabtu siang weekend biasa jalan
tol Cikampek dan Cipularang tidak terlalu macet, beda jika long weekend atau yang
paling tidak beruntung adalah kalau pas ada kecelakaan.
Perjalanan ke Bandung memang lancar, hanya sedikit
tersendat di pintu tol Cikampek dan Pasteur dan di jalanan kota Bandung, sempat
nyasar ketika hendak menuju Jl Suniaraja
dan akhirnya bisa sampai juga setelah berkali-kali nanya. Aduh, nggak pernah
bisa hafal jalan-jalan di Bandung nih.. huhu..
Hotel Kedaton ini termasuk hotel lama, menghadap
ke rel kereta api sehingga jika ada kereta lewat bunyinya terdengar jelas.
Dapet kamar yang menghadap ke jalan raya dan masih bisa melihat pemandangan
pegunungan di kejauhan.
Sambil menunggu adik saya yang hendak datang ke
Hotel untuk menjemput, kami beristirahat dan menikmati kamar hotel yang cukup
nyaman walaupun termasuk bangunan lama. Saya sempat jalan keluar untuk membeli
makan nasi goreng dan ternyata hotel sangat dekat dengan Jl Braga. Hotel
terdekat adalah Aston Braga. Setelah adik saya datang, kami segera berangkat
untuk makan malam sekalian mampir mengambil racepack di rumah saudara saya,
Tia.
Bandung hujan terus sore sampai malam dan
bertambah deras sehingga makan malam tidak jadi di kafe tetapi malah terdampar
di Mc Donald Dago. Sampai hotel langsung tidur karena besok pagi start dimulai
pukul 5.15 menurut pemberitahuan di racepack.
Pagi harinya, bangun pukul 4, sarapan, siap-siap, dengan berjalan kaki menuju arah balaikota, seperti yang saya lihat di papan penunjuk kemarin. Ternyata udara pagi itu tidak terlalu dingin, padahal malamnya kan hujan deras sekali. Ketika hendak menyeberang ke arah pintu gerbang kantor Walikota, saya bertemu dengan pelari wanita lain yang juga sendirian. Akhirnya saya menyapanya dan kamipun berkenalan. Ternyata, Dessy, berasal dari Jakarta dan kebetulan anggota Indorunners. Ah
lega, ada temannya, walaupun ternyata dia ikut lari yang berjarak 10 K tetapi kemudian saya dikenalkan oleh temannya yang lain, Robby, yang setelah bertukar dengan temannya akhirnya ikut lari 21 K. Lumayan saya ada temennya.
Bendera start baru dikibarkan oleh Bapak Walikota
Bandung, Ridwan Kamil pada pukul 6 pagi. Telat karena menunggu si bapak datang dan sedikit pidato pelepasan peserta. Sebelum start dimulai, panitia mengumumkan, bahwa karena ini bukan race, tetapi lari bersama, para peserta akan lari dalam kelompok
dengan beberapa marshal yang mengiringi. Jalan yang dilewati memang tidak steril dan tidak ada
papan penunjuk jalan seperti race pada umumnya. Water station juga dari mobil
yang mengiringi sepanjang perjalanan.
Sejak start dimulai saya sudah merasa excited. Senang sekali lari bersama di Bandung, selain karena udaranya yang sejuk, semua pelari kompak saling menunggu para peserta yang tertinggal. Terutama pada saat tanjakan yang membuat lari jadi bertambah lama. Pada titik tertentu tempat kami beristirahat juga dimanfaatkan untuk foto-foto yang menambah keceriaan kami pagi itu. Kekurangannya hanya pada padatnya kendaraan dan banyak bis besar yang parkir dan ketika melewati jalan utama kota Bandung, asap mobil cukup mengganggu. Tetapi banyak juga hal-hal lucu yang menambah semangat lari, jika bertemu dengan kelompok orang-orang yang sedang berolahraga beberapa dari rombongan berteriak, salam olahraga berkali-kali, memaksa yang diberi salam untuk menjawab. Dari rombongan bapak-bapak, ibu-ibu sampe anak sekolah semua diberi salam. Hahaha...
Sejak start dimulai saya sudah merasa excited. Senang sekali lari bersama di Bandung, selain karena udaranya yang sejuk, semua pelari kompak saling menunggu para peserta yang tertinggal. Terutama pada saat tanjakan yang membuat lari jadi bertambah lama. Pada titik tertentu tempat kami beristirahat juga dimanfaatkan untuk foto-foto yang menambah keceriaan kami pagi itu. Kekurangannya hanya pada padatnya kendaraan dan banyak bis besar yang parkir dan ketika melewati jalan utama kota Bandung, asap mobil cukup mengganggu. Tetapi banyak juga hal-hal lucu yang menambah semangat lari, jika bertemu dengan kelompok orang-orang yang sedang berolahraga beberapa dari rombongan berteriak, salam olahraga berkali-kali, memaksa yang diberi salam untuk menjawab. Dari rombongan bapak-bapak, ibu-ibu sampe anak sekolah semua diberi salam. Hahaha...
Ketika berlari saya juga baru menyadari ada beberapa
penderita HIV yang turut berlari bersama kami, hal tersebut terlihat dari kaos
yang mereka pakai. Tulisannya berbeda dengan kaos kami yang I live with HIV
people. Tulisan di kaos tersebut adalah : I’m HIV Positive, nevermind, let’s run
along with me. Salut sama mereka semua, larinya termasuk cepat loh.
Rombongan pelari baru agak terpisah agak jauh
setelah melewati Gedung Merdeka, karena hanya tinggal 4 K lagi, saya agak
tertinggal. Sudah lumayan terasa capek, terlebih ternyata untuk masuk garis
finish masih harus berputar lagi melewati kompleks gedung walikota yang cukup jauh.
Tapi akhirnya finish strong di 20.86 K menurut Endomondo saya dalam waktu
sekitar 3 jam. Saya tidak terlalu capek seperti waktu Jakarta Maraton
kemarin. Mungkin karena udara yang sejuk dan kita berlari bersama-sama dengan
pace yang terjaga di kisaran 8, sehingga tenaga saya tidak terlalu diforsir. Terlebih lagi
sempat beberapa kali berhenti dan mungkin karena madu yang saya minum tadi.
Setelah foto-foto di garis Finish, saya segera
berjalan pulang ke hotel dan berisitirahat sampai batas maksimal check out
pukul 13. Setelah itu makan siang di Cafe Angkringan, Jl. Dago serta mampir
membeli oleh-oleh di Kartika Sari, kami segera menuju tol menuju Jakarta.
Sepanjang perjalanan hujan lebat tetapi tidak macet sehingga jam 4 kami sudah
tiba kembali di Jakarta dengan selamat.
Mungkin karena sudah terbiasa latihan, fisik saya
cukup kuat setelah lari selama 3 jam dan
menyetir Bandung – Jakarta, setelahnya juga merasa biasa saja, tidak
merasa capek banget. Jadi kesimpulannya, olahraga memang sangat berguna untuk
ketahanan fisik, selain lebih sehat, tidak mudah sakit juga tidak cepat merasa
capek. So, keep on exercise yah teman-teman...
Oiya, mengenai info Rumah Cemara yang menjadi penyelenggara acara ini bisa dilihat infonya di www.rumahcemara.org.
Oiya, mengenai info Rumah Cemara yang menjadi penyelenggara acara ini bisa dilihat infonya di www.rumahcemara.org.
Indonesia perlu menjadi negara yang moderat, terbuka dan transparan
ReplyDeleteIndonesia harus lebih baik di masa depan, komentar balasan ya ke blog saya www.goocap.com
ReplyDelete