Friday 12 August 2016

Running and Traveling at Yogya– Solo (Part 3)



Hari ini adalah hari terakhir saya di Yogya. Pagi ini saya tidak lari pagi, tapi focus cari sarapan gudeg di dekat rumah.  Kebetulan tetangga dekat rumah sedang makan gudeg, jadi saya bertanya kepada si ibu, tempat membeli gudeg tersebut. Beliau memberitahu untuk menuju ke arah pakualaman.  Saya segera menuju kesana dengan penuh semangat.  Maklum laper banget, hehe. 

Akhirnya, setelah berjalan sekitar 500 m, saya menemukan tempat menjual gudeg tersebut. Penjualnya sepasang suami istri yang dengan kompak melayani pembeli yang datang silih berganti. Saya sengaja memesan ketika pembeli sudah sepi. Awalnya pengen pakai bahasa jawa, tapi apa daya ketika diajak ngomong memakai bahasa jawa halus, bahasa jawa saya langsung kacau. Dan akhirnya saya memakai bahasa Indonesia aja deh.
Yang membuat saya bahagia luar biasa ternyata mereka menjual bubur gudeg. Bubur memang sarapan favorit saya dan ditambah gudeg, pasti jadi luar biasa. Jadilah saya memesan bubur gudeg satu porsi. Ada air kacang hijau yang ditaruh di plastik yang saya pesan untuk minuman. 




Usai makan bubur, saya tidak langsung pulang tapi duduk-duduk dulu sambil menikmati suasana pagi di Yogya yang tentram dan damai. Menikmati obrolan antara pelanggan gudeg dan penjualnya yang sudah sangat akrab.
Hari semakin siang, terpaksa saya harus meninggalkan tempat tersebut dan kembali jalan ke rumah.  Godaan datang sebuah toko yang menjual jajan pasar yang cukup lengkap.  Saya membeli beberapa kue yang terlihat menggoda dan tidak terdapat di Jakarta.
Sampai di rumah, saya segera mandi dan beres-beres karena siang nanti saya sudah harus kembali ke Jakarta. Tetapi sekitar jam 10 saya djemput teman yang akan mengantar saya jalan-jalan.
Karena waktu yang sangat terbatas, kami tidak bisa pergi terlalu jauh. Beruntung kami naik motor sehingga menurut perkiraan kami lokasi wisata yang paling mungkin dicapai adalah sekitar pantai Parangtritis. Teman saya mengusulkan pantai lain disekitar pantai Parangtritis yang belum pernah saya datangi, yaitu Pantai Gua Cemara dan Pantai Pandan Sari yang ada mercu suarnya. Yeaay, senangnya bisa naik ke mercu suar lagi.
Disebut pantai Gua Cemara karena pantai tersebut penuh dengan pohon cemara yang tumbuh menutupi pantai. Jadi kami harus melewati rimbunnya pohon cemara tersebut barulah keindahan pantai tampak di depan mata. 

Karena cuaca panas dan pasir pantai menjadi sangat panas untuk diinjak tanpa sepatu, akhirnya saya tidak terlalu lama disana. Hanya foto-foto sebentar, selebihnya ngobrol di bawah pohon. Setelah itu kami pindah tongkrongan ke Pantai Pandansari. Di pantai ini ada Mercu Suar yang masih aktif dimana pengunjung bisa masuk ke dalam dan naik ke atas untuk melihat pemandangan. Asyiiik. berarti ini adalah mercu suar ke 3 yang saya naiki. Setelah di pulau Edam dan di Adelaide, Australia.
Tangga melingkar dari besi menyambut saya dan tanpa ragu saya segera naik. Di tiap lantai ada jendela sehingga bisa beristirahat sambil melihat pemadangan di luar. Tetapi yang agak susah adalah tangga dari lantai 7 hingga ke lantai 8 yang terhubung ke teras luar mercu suar. Tangga tersebut berbentuk tegak lurus sehingga agak menyeramkan tetapi demi foto-foto yang ciamik dari atas mercu suar  hal itu bukan masalah besar.
Akhirnya sampailah kami di bagian teras mercu suar dimana kami bisa menikmati pemandangan laut selatan jawa di satu sisi dan pemandangan pepohonan hijau di sisi yang lain.










Puas foto-foto kami segera turun ke bawah dan mencari tempat makan. Tadi sempat ngobrol sama bapak penjaga mercu suar, beliau menyarankan untuk makan di warung makan entok goreng. Jadilah setelah itu kami mencari-cari lokasi warung makan tersebut yang akhirnya ketemu setelah bertanya ke seorang ibu di pinggir jalan. 


Warung makannya sederhana, tapi lokasinya strategis di pinggir jalan. Ada tulisan warung makan bebek goreng Pak Wid, pantai samas. Karena saat itu masih sekitar jam 1an siang jadi warung masih cukup ramai. Kami segera masuk dan memesan makanan. Sudah pasti kami memesan entok goreng yang disajikan dengan lalap daun singkong serta sambel. Nasi bisa ambil sendiri sepuasnya. Karena lapar makanan jadi lebih nikmat dua kali lipat ditambah dengan suasana rumah makan yang khas pedesaan jadinya lebih nikmat lagi. Pengennya sih bisa agak lama duduk-duduk setelah makan, tetapi apa daya jam terus berdetak dan saya harus segera sampai di stasiun supaya tidak terlambat.
Untung teman saya jago bawa motornya, jadi dalam sekejap mata kami sudah kembali ke kota Yogya, ambil tas di rumah dan segera ke stasiun. Duduk sebentar menunggu kereta dan akhirnya pulang kembali ke Jakarta.
Mudah-mudahan bulan November saya bisa kembali ke Yogya dan ingin liburan dengan waktu yang lebih panjang.

No comments:

Post a Comment