Rencana untuk traveling ke Solo yang beberapa kali gagal akhirnya
bisa terlaksana setelah ada acara race lari di sana. Lumayan, sekali merengkuh dayung
dua tiga pulau terlampaui.Pepatah lama yang paling sesuai dengan kondisi saya saat
itu.
Travelingnya pun bisa hemat karena tidak perlu menginap
di hotel alias bisa menginap di rumah saudara.Transportasinya juga dipilih yang
murmer alias memakai kereta ekonomi ac. Iya, kereta ekonomi sekarang kan sudah ber
ac semua, jadi cukup nyaman dan untuk waktu tempuhnya juga sama saja dengan kereta
bisnis.
Racenya pun juga tidak terlalu mahal karena diadakan di
Sukoharjo, daerah pinggiran kota Solo. Nama racenya adalah Sritex Run 10K. Sritex
adalah pabrik tekstil terbesar di Indonesia dan mengadakan lomba lari, untuk
memperingati ulang tahunnya yang ke 50. Biaya Registrasinya cukup murah, hanya Rp. 100.000,- Jadi begitu pendaftaran
dibuka, cuslah langsung daftar. Tujuan awal ikut race ini adalah sekalian traveling ke yogya-solo, jadi saya tidak mencari teman barengan. Untuk transportasi ke area perlombaan tidak perlu repot karena sudah ada yang mengantar.
Setelah saya mendaftar race lari,
saya menghubungi tante saya di Yogya untuk memastikan bahwa pada tanggal 22
April – 23 April dan 24-25 April 2016 beliau berada di Yogya, karena saya akan menginap
di rumahnya. Setelah confirm, saya menghubungi
Ibu Nunuk, mantan bos di kantor lama yang memang tinggal di Solo untuk minta ijin menginap semalam di rumah beliau. Memang
sebelumnya beliau sudah berjanji akan mengundang saya ke solo pada saat acara
pengukuhan guru besar beliau. Ternyata
waktunya memang pas, acara pengukuhan pada hari selasa dan saya ke Solo hari Sabtunya. Makan dan transportasi dijamin deh pokoknya, saya tinggal datang bawa
body doang eh sama baju deng. Hahaha..
Setelah urusan penginapan beres, saya mulai hunting tiket
kereta api. Walaupun waktunya masih lama, tapi kereta ekonomi ac ini paling
diminati orang sehingga cepat habis.
Menurut info teman saya Yenny, saya harus pesan tiket ekonomi yang
stasiun akhirnya di Purworejo bukan di Solo Balapan. Pantesan waktu pertama kali coba pesen tiket
ke solo untuk kelas ekonomi gak nemu, karena kalau untuk kereta ekonomi semuanya berhenti di
stasiun Purwosari.
Saya berhasil memesan tiket ekonomi KA Brantas,
berangkat jam 11 siang dan sampai di solo jam 21. Tetapi saya berhenti di
stasiun Lempuyangan, Yogya, karena akan menginap disana. Lumayan juga, stasiun
Lempuyangan lebih dekat ke rumah saya di Yogya dari pada stasiun Tugu. Kalau di
Lempuyangan kereta Brantas sampai jam 8 malam. Harga tiketnya super murah,
hanya Rp. 83 ribu rupiah saja.
Setelah semua beres, saya sempatkan juga untuk browsing
objek wisata yang mungkin sempat di kunjungi dalam waktu yang singkat tersebut.
Setelah cari info, kalau waktunya memungkinkan saya akan singgah ke objek
wisata Umbul Ponggok di Klaten dan Kalibiru di Yogyakarta.
Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, saya sudah
ambil cuti 2 hari, jumat dan senn dan sekitar jam 9.30 saya sudah berangkat ke
stasiun senen dengan menggunakan Gojek. Sekitar 30 menit perjalanan saya sudah
sampai di stasiun dan bergegas ke area print tiket untuk mencetak tiket. Setelah
itu saya langsung menuju antrian pintu masuk yang ternyata ada tulisan untuk
pintu masuk KA Brantas. Kereta apinya sendiri sudah tersedia di jalur 2. Saya
langsung naik ke dalam gerbong dan mencari tempat duduk yang sesuai dengan
nomor tiket. Karena sewaktu pesan kereta masih kosong, saya berhasil booking
untuk tempat duduk di dekat jendela. Kereta api kelas ekonomi sekarang jauh
lebih bagus, walaupun tempat duduknya masih berhadapan dan sandarannya tegak
sekali sehingga memang kurang nyaman, tapi sudah ber ac sehingga cukup nyaman.
ACnya bukan ac central seperti kereta eksekutif, tapi ac split yang seperti di
rumah. AC yang biasa di tempel ke dinding itu, di tempel di gerbong kereta. AC
di gerbong saya lumayan dinginnya, bahkan setelah malam hari jadi dingin
sekali.
Yang paling asyik dari semua yang baru di kereta ekonomi adalah,
di setiap kursi tersedia colokan untuk charge Handphone. Surga banget deh, jadi
nggak perlu pake power bank lagi. Tetapi karena colokannya hanya ada 2, harus
gantian dengan penumpang lain. Penumpang sebelah dan depan saya adalah cowok
dan sebelah cowok itu ada mbak-mbak, yang tujuannya sama dengan saya, stasiun
Lempuyangan di Yogya.
Udah lamaaa banget saya nggak naik kereta ekonomi jadi
lumayan excited sih melihat banyak perubahan yang baik pada perkeretaapian di
Indonesia. Stasiun Senen yang dulu kumuh pun sekarang sudah bagus sekali.
Tertata rapi dan bersiiih.dan setiap stasiun yang dilewati juga keadaanny sama,
rapi dan bersih sekali. Salut banget deh sama PT KAI.
Akhirnya, sekitar jam 8 malam kereta saya tiba di stasiun
Lempuyangan, Yogyakarta. Dari percakapan dengan mbak-mbak yang duduk di depan
saya, sekarang di Yogya sudah ada Gojek, jadi cukup memudahkan bagi orang-orang
dalam hal transportasi dan membeli oleh-oleh atau makanan. Tapi saya ke Yogya
kan pengen naik becak, di Jakarta sih sudah puas naik Gojek. Jadi setelah
keluar stasiun, saya langsung naik becak yang pertama menawarkan tumpangan dan
tanpa menawar saya langsung OK dengan harga yang diberikan dan kemahalan dong.
Waktu pertama nawar sih sok pake bahasa jawa biasa, tetapi setelah dijawab
abangnya dengan bahasa jawa halus saya langsung bingung. Saya memang nggak bisa
sama sekali kalau sudah diajak bicara memakai bahasa jawa hatus, nyerah deh.
Biarin jadi rejeki bapaknya. Misalnya saya nggak bawa ransel yang cukup berat
mestinya sih bisa juga jalan kaki dari
stasiun ke rumah saya.
Sepanjang jalan saya menikmati pemandangan yang dipenuhi
oleh tempat makan baru dengan beragam masakan. Yogya sudah banyak berubah
setelah sekitar 8 tahun saya tidak berkujung ke sini.
Bahkan rumah saya di yogya pun sudah berubah, sekarang di
kamar depan yang biasa saya tempati sudah ada ac-nya. Jadinya semakin nikmat
saja tidur saya di sini dan semakin betah. Kalau nggak terpaksa ke Jakarta
untuk kerja dan keluarga pengennya tinggal di Yogya terus deh.
Saya di sambut oleh tante Ninik yang sudah menunggu dari
sore. Setelah ngobrol dan beristirahat sejenak, kami lanjut makan malam dengan menu : Gudeg.
Udah sampai di Yogya belum sah kalau nggak makan gudeg. Dan OMG, gudeg enak dan
terkenal di Yogya itu ada yang lokasinya deket rumah. Asyikk.. dengan semangat
45 saya digonceng tante Ninik menuju ke sana. Gudeg Permata yang terletak di
jalan Gajah Mada.
Sampai disana,
situasi sangat ramai dengan orang yang sedang antri untuk memesan makanan. Selain bisa makan di dalam ruangan dengan meja dan kursi, di samping
tempat makan terdapat lesehan. Penjualnya sendiri malah berada di pinggir jalan, di
sebuah meja yang penuh dengan panci berisi gudeg dan pelengkapnya. Saya hanya
melihat sekilas dan langsung duduk di lesehan yang masih kosong. Untuk urusan
memesan saya serahkan kepada tante Ninik yang
sudah ahli. Pesanan saya nasi setengah lengkap dengan gudeg, krecek,
telur dan ayam. Rasanya sih jangan ditanya lagi, endess banget dan minumannya es tape ketan ijo yang seger
banget.
Abis itu pulang ke rumah dan tidur soalnya besok bangun
pagi karena mau lari pagi yang sudah menjadi rutinitas setiap kali traveling.
Setelah sholat subuh, saya bersiap-siap untuk memulai
aktivitas lari pagi. Rute awal saya menuju jalan belakang rumah ke daerah
kraton Pakualaman. Ah nikmatnya lari di jalanan kota Yogya yang masih sepi,
udara pagi yang segar dan bersih menambah semangat saya. Di sepanjang jalan
saya juga bertemu dengan beberapa orang yang juga lari pagi dan sesampainya di
Kraton, beberapa orang sudah tampak berolah raga di lapangan depan Kraton.
Lampu kraton masih menyala ketika saya tiba menandakan hari masih sangat pagi. Setelah
itu saya sibuk foto-foto untuk update di sosmed, dan setelah selesai foto-foto
lampu di kraton sudah dimatikan. Ih kelamaan nih foto-fotonya, hehe.
Lanjut lari menyusuri jalan-jalan seputar Keraton menuju
ke arah jalan raya. Sepanjang jalan banyak penjual kue basah dan beberapa
penjual menu gudeg untuk sarapan. Pengennya sih mampir, tapi saya masih ingin
menuju ke stadion Krida Loka yang terletak tidak jauh dari rumah. Pastinya seru
dong, bisa lari di stadion olahraga di Yogya. Awalnya saya ingin lari ke arah
tugu dan jalan Malioboro tapi agak kurang pede juga nih karena sendirian.
Sesampainya di stadion sudah banyak orang yang lari di
lapangan depan stadion. Saya bergabung bersama mereka dan lari disana serta
lari mengelilingi bagian luar stadoin, karena saya kira tidak boleh masuk ke
dalamnya. Yang unik saya lari dengan
diiringi musik lagu-lagu perjuangan yang diputar. Mungkin ada acara rutin setiap sabtu pagi dan
lagu-lagu dipasang untuk test speaker. Tapi setelah lagu perjuangan, bapaknya
memutar lagu Iwan Fals dan lagu-lagu lain.
Karena penasaran dengan bagian dalam stadion, saya
mendekati pintu masuk ke arah stadion dan masuk ke dalam. Ternyata tidak ada
petugas yang melarang, jadi saya masuk dan lari memutari track lari di dalam
stadion. Sayang sekali, stadion megah tersebut
terlihat kurang terawat. Bahkan di bagian atas stadion ada tumpukan
sampah yang cukup banyak. Mudah-mudahan segera disapu oleh petugas
kebersihannya. Setelah foto-foto saya segera pulang karena udah kabita banget
sama jajan pasar yang saya lihat di jalan arah ke stadion.
Aneka jajan pasar digelar di meja yang terletak di
pinggir jalan. Saya tidak terlalu hafal nama-namanya yang jelas komplit deh,
bahkan ada beberapa kue basah yang tidak saya temukan di Jakarta ada di sana.
Setelah membeli beberapa buah, saya kembali pulang.
Sampai di rumah, saya segera mandi yang dilanjutkan
dengan ngopi ditemani jajan pasar yang beraneka ragam. Ah nikmatnya..
Sekitar jam 9 pagi saya sudah bersiap-siap packing untuk
melanjutkan perjalanan ke Solo. Setelah
menitip kunci ke tetangga depan, karena tante saya sudah berangkat ke kantor,
saya menunggu becak di pinggir jalan untuk menuju ke stasiun. Ternyata, jaman
sudah banyak berubah. Sekarang becak sudah semakin jarang, akhirnya saya naik
ojek ke stasiun karena sudah lebih banyak ojek daripada becak. Ah, time flies.
Sesampainya di stasiun saya segera membeli tiket dan
menunggu kedatangan kereta Prameks yang akan membawa saya ke Solo. Dan saya
bergegas naik ketika kereta akhirnya tiba. Gerbong kereta yang saya naik lumayan penuh, dilihat dari penampilannya
kebanyakan mahasiswa dan mahasiswi dan ibu-ibu. Senang bisa menikmati
percakapan penumpang dengan bahasa jawa yang khas. Ah, ini baru yang namanya
liburan.
Sesampainya di stasiun Solo Balapan, saya segera menuju
pintu keluar dan ah, bu Nunuk dan Fitri sudah terlihat menunggu dengan wajah
sumringah. Senangnya bisa bertemu lagi setelah berpisah setahun lebih. Sambil
bercerita tentang kabar masing-masing, kami segera menuju mobil dan menuju ke
daerah Boyolali untuk makan siang. Setelah diskusi tentang resto yang akan kami
pilih, akhirnya kami memutuskan untuk makan siang di Restaurant Danau Tengah
Sawah, yang beralamat di dusun Menoro, Desa Jembungan
Banyudono, Boyolali, Jawa Tengah.
Walaupun terletak di Boyolali karena perjalanan lancar hanya sekitar 45
menit kami sudah sampai. Sempat terlewat karena bu Nunuk lupa jalan masuk ke
sana, tetapi setelah bertanya akhirnya kami sampai juga.
Seperti namanya, resto ini berkonsep
lesehan di gazebo-gazebo yang dibangun mengelilingi sebuah danau buatan dan
lokasinya di tengah sawah.Pemandangan
sawah yang menghijau langsung menyegarkan mata. Udara yang panas tidak terlalu
terasa karena kami langsung pesan makanan dan heboh foto-foto. Hehehe..
Setelah kantor lama kami tutup, bu Nunuk
dan Fitri usaha tour dan travel umroh di Solo. Selain travel umroh mereka juga
menyediakan paket tur ke obyek wisata di sekitar pulau jawa.
Sayang sekali lokasinya di Solo, kalau di Jakarta, saya bisa ikutan lagi. Bisa
kerja sambil jalan-jalan deh. Atau jalan-jalan sambil kerja.
Karena lapar berat, menu yang disajikan, lupa nih
pesannya apa aja, segera licin tandas. Dan setelah itu kami segera melanjutkan perjalanan menuju
lokasi pengambilan race pack Sritex Run di Diamond Internasional Restaurant
lantai 2. Disana saya bertemu dengan Bertha, teman saya yang jadi panitia.
Karena suasana tidak terlalu ramai, kami sempat foto-foto deh.
Kelar ambil racepack, kami menuju ke Pasar Klewer karena
ada titipan yang mau dibeli oleh ibu, sekalian mampir minum es dawet yang terkenal itu.
Kami beruntung, karena penjualnya masih ada. Dan kamipun duduk disana sambil
menunggu ibu yang berbelanja. Paduan dawet, tape ketan hitan, tape kuning
dengan kuah santan yang ringan ditambah es sungguh lezat tak terkira. Apalagi
makannya di tengah pasar, pas banget deh, sah jadi turis dari Jakarta.
Dari Pasar Klewer perjalanan dilanjutkan ke rumah ibu,
dan sampai sana, saya langsung mandi dan beristirahat. Setelah maghrib nanti saya mau dijemput Fitri
untuk makan malam sekaligus bertemu
dengan Yeni, teman saya yang pindah ke Solo.
Ke Solo wajib dan kudu hukumnya untuk ber wisata kuliner.
Tetapi karena saya sudah cukup sering ke Solo, hampir semua makanan favorit di
kota ini sudah dicoba. Yang terbaru sepertinya Markobar kepunyaan anaknya pak
Jokowi. Walaupun di Jakarta sudah ada cabangnya, lebih pas kalau sekalian
mampir ke sini untuk mencicipi dan merasakan suasana kafenya. Kalau di Jakarta
hanya bisa pesan saja dan tempatnya biasa, bukan kafe.
Di Solo sendiri ada beberapa cabang Markobar tapi yang
bentuknya kafe sepertinya sih cuma 1, lokasinya di sebelah Solo Grand Mall. Jalan di depan kafenya sempit, jadi kita
terpaksa parkir di dalam mall.
Dilihat dari luar, suasana kafe bergaya modern ini tidak
terlalu penuh. Masih banyak meja yang kosong. Kami langsung order Markobar dan
memilih jenis toping 12 rasa, hanya 3
yang agak beda, keju, kitkat green tea dan biscuit red velvet sisanya sih rasa
dominan coklat, nuttela, ovomaltine dll gak hafal.
Sambil makan martabak saya menunggu Yenny yang dating
tidak berapa lama kemudian dan setelah itu kami asyik foto-foto. Di dinding
kafe penuh dengan gambar dan lukisan kartun yang lucu-lucu dan Instagramable
banget untuk foto-foto.
Puas makan martabak dan ngobrol kami langsung
pulang, besok kami harus berangkat pagi
karena lokasi lomba yang jauh. Menuju lokasi lomba saya diantar oleh Fitri dan
suaminya jadi untuk transport saya sudah terjamin.
No comments:
Post a Comment