Jika kita melihat ke lautan lepas dari Pantai Losari,
terdapat sebuah pulau yang terlihat cukup dekat dari pantai. Tampak sekumpulan rumah-rumah penduduk
penghuni pulau. Pulau tersebut bernama Lae-Lae dan menurut Wikipedia merupakan
pulau peninggalan Jepang, dengan luas 6,5 Hektar dan dihuni oleh sekitar 400 KK
atau 2000 jiwa. Dari Makassar pulau ini
hanya berjarak 1,5 Km. Konon, jaman dulu
ada terowongan yang menghubungkan pulau ini dengan benteng Fort Rotterdam tetapi
sekarang sudah tidak ada lagi.
Walaupun telah berkali-kali mengunjungi Makassar tidak ada
keluarga atau teman dari Makassar yang mengajak saya kesana. Pulau terdekat yang sering dikunjungi adalah
Pulau Khayangan, karena disana tidak ada
penduduk dan hanya ada tempat penginapan saja.
Di pulau Lae-Lae ini memang tidak ada penginapannya. Dan mungkin asumsi
orang adalah pantainya menjadi kotor karena ada penduduk yang tinggal disana.
Karena penasaran saya akhirnya browsing mengenai pulau
Lae-Lae dan menemukan beberapa tulisan
kalau pulau ini layak dikunjungi.
Sip-lah berarti bisa dimasukkan ke dalam jadwal jika ada waktu luang
sewaktu saya berkunjung lagi kesana. Kebetulan ada acara pernikahan adik ipar
dan karena ada hari kejepit saya memanfaatkannya supaya bisa lebih lama disana.
Karena cuaca kota Makassar yang panas, saya memutuskan untuk
ke pulau Lae-Lae ketika waktu menunjukkan pukul 3 siang. Hari itu cuaca Makassar tiba-tiba mendung
setelah tengah hari. Dari rumah mertua saya di Makassar pantai bisa ditempuh
dengan sekali naik pete-pete (angkot) dengan membayar Rp. 4000,- dan langsung
turun tepat di depan dermaga Kayu Bangkoa. Dermaga ini terletak setelah
Makassar Golden Hotel, dekat jalan Somba Opu.
Setelah menunggu sebentar sampai ada beberapa penumpang perahu yang
hendak menuju pulau, saya akhirnya naik ke atas perahu. Bersama saya ada 2 orang lagi yang berada di
dalam perahu, satu ibu-ibu dan satu mbak-mbak. Di tengah perjalanan cuaca mendadak menjadi
agak gelap karena mendung dan turun hujan rintik-rintik. Gelombang agak besar
menerpa perahu dengan cukup keras sehingga menjadi bergoyang hebat. Aduh,
mudah-mudahan selamat sampai di dermaga pulau Lae-Lae karena saya tidak terlalu
mahir berenang. Akhirnya, perahu sampai juga di dermaga dan saya memberikan
ongkos sebesar Rp. 10 ribu.
Saya sempat ngobrol dengan ibu-ibu penduduk pulau tersebut
dan beliau bercerita jika sudah menetap di pulau Lae-lae sejak lahir. Lahirnya
di RS di Makassar, karena tidak ada RS
besar disana hanya ada puskesmas. Beliau menawari saya untuk mampir di
rumahnya, tetapi karena saya hanya sebentar disana dengan berat hati terpaksa
saya tolak.
Saya langsung menuju ke ujung pulau bagian kanan dimana
terletak hamparan pasir pantai berwarna putih dan deretan pohon Tammate.
Sepertinya pohon yang tumbuh di pantai hanya saya temukan di sini deh, karena
biasanya pohon kelapa yang banyak tumbuh di pantai. Untuk sekedar bermain-main, pantai berpasir
putihnya cukup bagus kok. Cukup bersih.
Ada beberapa pondok yang bisa disewa juga sekedar untuk tempat beristirahat
sambil makan dan minum. Karena saya
sendirian ke sana, saya meminta tolong kepada anak abg yang kebetulan lewat untuk membantu memotret
saya dan ternyata hasilnya cukup bagus.
Awalnya underestimate sih hasil fotonya standard, ternyata dia mengambil foto sambil agak jongkok sehingga
menghasilkan angle yang berbeda. Hehe..
Setelah puas bermain-main di pantainya dan karena hujan
rintik-rintik mulai turun saya segera meninggalkan pantai dan kembali ke
dermaga untuk menunggu kapal berikutnya yang menuju Makassar. Ketika meninggalkan pantai tampak sekumpulan
anak-anak sedang main volley, dan sibuk berpose ketika saya ambil
gambarnya. Ih asyiknya, seandainya bisa
agak lama disana...
Tuntaslah rasa penasaran saya akan pulau ini yang ketika
dalam perjalanan pulang saya perhatikan, waktu tempuhnya hanya sekitar 5 menit
saja.
cantik
ReplyDelete