Sewaktu sedang membaca timeline di FB ternyata pada awal
Februari ada acara Membatik Asyik di Kampung Batik Palbatu bersama Love Our
Heritage. Wah, kebetulan sekali, karena
memang sudah lama saya ingin belajar membatik tetapi selalu tidak ada waktu
yang pas. Saya mengetahui tentang Love Our Heritageatau LOH sudah agak lama, sepertinya sejak LOH mulai
didirikan. Karena saat itu saya diajak oleh alm sepupu saya untuk menghadiri
salah satu acara mereka untuk melakukan bakti royong di mouseleum O.G Khouw. Sayang
sekali, sampai saat ini, saya masih belum bisa menyisihkan waktu untuk
mengikuti acara ke Mouseleum tersebut. Sewaktu
LOH mengadakan acara berkunjung ke pabrik roti Tan Ek Tjoan pun, saya masih belum bisa ikut karena bersamaan
dengan acara lain. Area yang akan dikunjungipun sebenarnya tidak asing karena
hampir setiap hari saya lewat. Yup, karena kantor saya berada di jalan Wahid Hasyim dekat stasiun
Gondangdia. Sedangkan acara LOH yang
mengelilingi daerah Bendungan Hilir dan sekitarnya saya tidak ikut selain
karena tidak bisa juga karena (sama seperti kunjungan ke pabrik roti) waktu itu
saya masih bertempat tinggal di daerah Bendungan Hilir. Sehingga tempat-tempat yang didatangi
tersebut memang sudah sering saya kunjungi.
Bahkan sekolah yang di datangi oleh LOH adalah sekolah teman anak saya
yang ibunya berteman dengan saya juga. Sehingga
sempat bercerita bahwa akan kedatangan teman-teman dari suatu komunitas. Kalau anak saya tidak bersekolah di SD
tersebut tetapi SD lain yang masih terletak di Bendungan Hilir juga dan kepala
sekolah SD tersebut sebelumnya adalah kepala sekolah di SD anak saya
sekarang. Kebetulan sekali ya, lokasi yang di pilih LOH
adalah tempat tinggal dan tempat bekerja saya.
Lokasi-lokasi menarik yang dikunjungi oleh komunitas LOH
memang bukan sesuatu yang asing, yang mungkin setiap hari kita lewati jika
hendak beraktivitas. Tetapi justru hal
tersebut yang kadang tidak kita sadari. Dengan Komunitas seperti Love Our
Heritage kita jadi mengetahui bahwa tempat tersebut mempunyai sesuatu yang
berarti.
Salah satu contohnya adalah tempat yang akan saya kunjungi
kali ini, dengan judul acara Membatik Asyik 2014, kita akan mengjungi sentra
batik di Jakarta yaitu di kampung batik Palbatu, Jakarta Selatan. Sebenarnya,
kebetulan lagi, saudara suami saya
bertempat tinggal di sini, jadi sudah lama saya mengetahui daerah Palbatu.
Tetapi memang sudah sekitar 3 tahun terakhir tidak pernah lagi berkunjung
kesana. Sehingga saya tidak mengetahui bahwa sekarang disana telah menjadi
kampung batik.
Hari H tanggal 9 Februari pun tiba, mendung dan hujan yang
datang pagi itu tidak menyurutkan niat saya untuk tetap mengikuti acara
ini. Karena ada acara lain pada pagi
harinya, saya datang agak terlambat dan
baru bergabung bersama para peserta acara ini ketika prsesentasi oleh Pak Iwan
dimulai. Beliau adalah penggagas berdirinya kampung batik Palbatu. Oh iya, sebelum saya masuk ke dalam ruangan, di
pintu depan, saya mengisi daftar hadir dan diberi pin Love Our Heritage, roti
dan air mineral.
Sejak Batik ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya
dunia, batik menjadi semakin dikenal di antara penduduk Indonesia. Banyak
sekali gerai-gerai batik di pertokoan dan mall yang menjual batik. Dari batik yang harganya murah meriah sampai
batik tulis yang berharga jutaan.
Batik-batik tersebut bisa berbeda harga karena proses pembuatannya yang
berbeda.
Hal tersebut dijelaskan di dalam presentasi pada hari itu, mengenai proses pembuatan
batik yang dibuat menggunakan tangan alias batik tulis. Karena prosesnya yang
cukup rumit dan terdiri dari beberapa tahap.
Tetapi sebelum menjelaskan mengenai tahapan pembuatan batik,
pak Budi yang membawakan presentasi
tersebut menjelaskan mengenai sejarah batik yang ternyata sudah ada sejak abad
ke XVII yang dilukis pada daun lontar. Setelah itu sejarah batik di Indonesia
bersamaan dengan perkembangan kerajaan Majapahit lalu kerajaan Mataram, Solo
dan Yogyakarta. Meluasnya kesenian
batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah
akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya
batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah usai
perang dunia kesatu atau sekitar tahun 1920.
Motif-motif batikpun macamnya juga banyak sekali, motif
geometris dan motif non geometris, ragam hias Sawat, Lar, ragam hias Naga,
ragam hias Meru atau gunung, ragam hias lidah api atau modang, ragam hias Semen
Gedong, ragam hias Tambal, ragam hias Truntun, ragam hias Parang Rusak Barong,
ragam hias Sidomukti dan lain-lain.
Usai presentasi, acara selanjutnya adalah acara yang sudah
ditunggu-tunggu oleh semua peserta : praktek belajar membatik.
Panitia membagikan
pensil dan kertas motif yang akan di jiplak di kain mori yang juga sudah
dibagikan kepada peserta. Ada beberapa motif
yang tersedia dan saya memilh gambar burung. Terlihat agak rumit tetapi nantinya pasti akan
melatih ketrampilan saya menggunakan
canting.
Ternyata dengan cepat saya sudah menyelesaikan menjiplak
motif ke kain mori dan sambil menunggu peserta lain yang belum selesai saya
melihat-lihat keadaan sekitar. Di samping ruangan terdapat bermacam-macam
contoh kain batik dan baju yang telah dihasilkan oleh ibu-ibu yang bertempat
tinggal di Palbatu. Salah satu kain tadi
menggunakan bahan pewarna yang berasal dari jengkol dan saya baru berkesempatan
menciumnya dan ternyata memang tidak berbau jengkol. Ada pula plakat dari MURI yang memberi
penghargaan untuk melukis batik di jalan seputar Palbatu sejauh 133,9 m.
Kampung Batik Palbatu
didirikan pertama kali oleh Pak Iwan dan Harry pada tahun 2011 di daerah
sekitar Tebet yang bernama Palbatu. Kedua orang terebut berusaha mengembangkan
batik di wilayah tersebut sebagai sentra batik di wilayah Jakarta. Pada tahun
2012 mereka membuat Jakarta Batik Carnival dan sejak saat itu lah batik mulai
dikembangkan di daerah Palbatu dengan membuka sanggar dan gerai batik disana.
Mereka juga menawarkan paket-paket kunjungan untuk rombongan yang berminat
mengikuti workshop membatik.
Setelah selesai melihat-lihat, saya segera menuju teras
untuk melanjutkan proses melapisi motif batik dengan malam alias nglowong Di teras sudah disiapkan kompor kecil dengan wajan diatasnya yang sudah berisi malam. Malam
tersebut mudah sekali membeku sehingga harus selalu dipanaskan. Sebelumnya
sudah ada peragaan dari Pak Iwan mengenai cara memegang canting dan
menyendokkan malam ke dalam canting, tetapi ketika dipraktekkan ternyata cukup
susah. Malam yang keluar dari ujung
canting tidak bisa dikendalikan sehingga melebar kemana-mana. Ternyata ujung
canting yang terlalu kebawah atau kurang mendongak ke atas menjadi penyebab malam langsung keluar dan menetes membuat pola
abstrak di kain. Kesulitan yang lain,
malam mempunyai sifat yang cepat mengering, sehingga kita harus sering
memasukkan canting ke wajan berisi malam.
Salah satu ibu yang menjadi pengawas di kelompok saya,
melihat kesulitan saya dengan keadaan ujung canting yang sepertinya terlalu besar tersebut dan berinisiatif mengganti canting saya, dengan canting yang ujungnya agak kecil. Sehingga
setelah itu barulah saya bisa melakukan pelapisan dengan lebih baik. Setelah
sepertinya semua gambar berhasil dilapisi malam, pekerjaan saya diperiksa lagi
sama si ibu, dan ketika dibalik, taraa.. ternyata hasil pelapisan saya tidak
semuanya menembus sampai ke belakang kain. Hal ini dapat menyebabkan pewarnaan
tidak sempurna karena akan keluar garis dan bercampur dengan warna lainnya.
Selain harus menembus ke belakang, bagian garis juga tidak boleh terputus
supaya ketika proses mewarnai, warna tidak bercampur.
Setelah dicek dan sepertinya
hasil pengerjaan sudah ok, tahap berikutnya adalah mencolet, yaitu
melakukan pewarnaan dengan menggunakan cotton bud yang telah dicelup ke
pewarna. Disediakan warna merah, kuning, hijau, biru dan ungu. Kata si ibu kita tentukan dulu latar
belakangnya ingin warna apa, baru nanti pada motif diberi warna lain. Tetapi
sebenarnya pilihan warna bebas sih tergantung kreativitas.
Akhirnya, proses mencolet selesai, untuk pewarnaan latar belakang menggunakan kuas
supaya warna cepat rata ke seluruh kain dan setelah itu batik kreasi para peserta dijemur dahulu
sampai setengah kering. Setelah setengah
kering batik tersebut dilapis dengan menggunakan cairan yang bernama water
glass, yang gunanya supaya warna tampak lebih awet dan cemerlang. Dan, sambil menunggu proses selanjutnya yaitu
melepaskan malam alias nglorod, kelompok yang sudah selesai lebih dulu,
melakukan kunjungan ke sebuah rumah yang menjual berbagai macam batik baik
bahan maupun baju yang sudah dihasilkan oleh para ibu di kampung batik palbatu. Proses nglorod memang dilakukan oleh
pengelola kampung batik dan bukan oleh peserta.
Puas melihat berbagai macam kain batik dan membelinya jika
ada yang cocok, kami kembali lagi ke
tempat workshop untuk sholat . Dan sambil menunggu kelompok kedua kembali ke
tempat dari kunjungan, kami makan siang dan mengikuti acara kuis serta sambutan dari peserta. Wah, makan siangnya enak, lauknya banyak dan
karena lapar, nasinya sampai habis deh. Padahal biasanya makannya dikit.
Karena masih ada acara lain, saya pulang lebih dahulu
sebelum acara benar-benar selesai. Di pintu saya mengambil sertifikat dan hasil
batik saya yang telah kering. Wah, senangnya... akhirnya kesampaian juga bisa
belajar membatik. Merasakan kesulitan para pembuat batik tulis. Jadi kalau
harga batik tulis itu mahal sekali memang sudah selayaknya seperti itu.
No comments:
Post a Comment