Setelah hiking di awal tahun bersama Ina dan teman-teman,
saya jadi pengen balik lagi ke Sentul. Hubungi Ina ternyata doi udah ada jadwal
lain ke sana, jadi gw hubungi mbak Endi yang sedang di Jakarta dan posting di
IG Story kalau mau ke Sentul. Yowes pas banget jadi bisa ke Sentul lagi.
Kali ini rutenya agak beda, dari TKP di KM 0 – Cisadon PP
Karena sedang musim hujan Sentul diselimuti kabut yang cukup
tebal. Jadi walaupun pagi itu cuaca
cerah, kabut tetap menyelimuti. Sungguh asyik cuaca hari ini.
Setelah mbak Endi, Ochi dan Sanjung sampai di Titik 0, kami
segera memulai perjalanan pagi itu. Nggak lari sama sekali sih jadi beneran
totally hiking. Ini juga karena jalanan cukup berlumpur akibat hujan jadi becek
gak ada ojek 😊. Mesti hati-hati dalam melangkahkan kaki
supaya gak kepleset. Bisa berlumur lumpur nanti.
Melewati kandang sapi Prabowo, kami sempat foto-foto disana
dan minta difotoin tentara yang bertugas menjaga rumah Prabowo yang super luas
bernama Padepokan Garuda Yaksa. Pokoknya selama perjalanan kami puas foto-foto
di tengah kabut. Jarang sekali kesempatan bisa foto dengan cuaca seperti ini.
Mesti nunggu pas musim hujan lagi.
Sebelum Cisadon ada suatu tempat yang bernama Pondok
Pemburu. Kami mampir disana untuk istirahat sambil pesan camilan lalampa dan
minum teh manis hangat. Udara yang berkabut mulai terasa dingin ketika kami
duduk duduk. Jaman dulu ketika ke Pondok
Pemburu keadaannya belum sebagus sekarang karena warungnya masih warung
seadanya. Sekarang bangunannya sudah lebih bagus, direnovasi menjadi bentuk
kafe dengan makanan yang lebih lengkap tetapi harganya masih terjangkau. Bentuk
bangunannya tidak dapat terlihat jelas karena tertutup kabut tebal.
Setelah beristirahat kami melanjutkan perjalanan ke Cisadon
yang masih sekitar 3 km lagi. Perjalanan melewati rimbunnya hutan bambu yang
jadi lokasi foto-foto kami selanjutnya. Auranya jadi cukup mistis karena full
kabut dan bukit bambu, tapi karena kami ber 4 jadi tidak terlalu terasa.
Akhirnya sampailah kami di plang Desa Cisadon dan setelah
itu sampailah kami di warung yang banyak terdapat disana untuk makan indomie
dan minum kopi khas dari Desa Cisadon. Disini memang banyak tanaman kopi dan
banyak luwak juga yang memakan kopi tersebut sehingga menghasilkan kopi luwak
asli dari Cisadon. Kopi yang ditanam di sana adalah kopi jenis robusta yang
bisa tumbuh di ketinggian kurang dari 800 Mdpl dengan suhu 18-36˚C. Sejak 1983
para penduduk di Cisadon sudah menanam kopi dan terus sampai sekarang. Sayang
saat itu saya tidak jadi membeli kopi bubuknya, biar bisa balik lagi
kapan-kapan. (Alesan)
Setelah selesai makan, saya harus kembali duluan karena
teman saya Ida yang sudah lebih dulu sampai sudah kembali lagi ke tempat parkir
mobil menunggu saya. Supaya gak kelamaan saya akhirnya balik duluan sendiri.
Walau agak deg2an jalan sendiri, tapi karena jalannya relatif besar dan jelas
jadi tidak akan nyasar. Kabutnya tebalnya yang bikin suasana lebih mendebarkan.
Saya sempat bareng dengan pelari lain yang sedang cedera jadi tidak bisa lari
cepat dan tertinggal dari temannya. Tetapi karena jalan saya juga bisa lebih
cepat dari dia akhirnya saya mendahului dan tetap jalan sendiri sampai Imah
Baduy untuk numpang ke toilet. Sampai di
bawah, kabut sudah mulai menipis sehingga pemandangan mulai terlihat.
Sampai di parkiran KM 0, Ida teman saya sudah menunggu di
mobil. Saya segera ganti baju dan pulang ke Jakarta. Mampir di RM Saung Talaga
karena udah laper banget untuk makan sore dan baru setelah itu pulang ke
Jakarta.
Sungguh pengalaman trail dan hiking tidak terlupakan karena
diselimuti kabut tebal sepanjang perjalanan.
No comments:
Post a Comment