Setelah
menyelesaikan Full Marathon pertama tahun lalu di Bali, tepat ketika masuk ke garis finish yang
disambut oleh Mang dan Dessy, saya
spontan mengatakan kalau saya kapok dan gak mau FM lagi. Tapi, prakteknya sih bisa berbeda 180 derajat.
Ketika tahun berganti sepertinya kata-kata saya di finish line itu menguap
terbawa angin.
Setelah Bali
Barathon, saya hanya membutuhkan 2 minggu istirahat dan setelah itu dengan semangat kembali
berlatih lari di GBK. Berbeda dengan
sewaktu pertama kali Half Marathon, di Jakarta Marathon juga tahun 2013,
recoverynya lebih lama. Hampir 1 bulan saya off lari.
Setelah
first FM tersebut masih ada beberapa race lari yang saya ikuti dengan jarak 10
K, yaitu Pertamina Eco Run (karena dapet gratisan) dan Nike Bajak Jakarta. Kalo
race Nike sih emang hits banget jadi harus ikut. Dari pada nyesel kayak tahun
lalu, nggak daftar tapi pas detik terakhir nyari BIB dan akhirnya berhasil
dapet tengah malem sebelum race. :P
Dua race
tersebut berakhir dengan waktu yang biasa aja, nggak PB lah pokoknya.Udah mulai
menurun nih performanya. Saat race Nike
Bajak itu, saya bertemu denganb Revi yang cerita kalau tahun depan berniat ikut
first FM di Bali dan Bromo. Mendengar itu saya jadi semangat ingin ikut Bromo
Marathon.Daftar FM pula.Ih, nekat bener deh, berasa waktu FM nya bagus aja.Tapi
nggak tau deh, waktu daftar itu kayaknya merasa bisa. Yang penting kan latihan
yang rajin.
Ketika
pengumuman bahwa Bromo Marathon di buka pendaftarannya, saya segera
mendaftar.Saat itu bulan Maret 2015. Ketika
ada info penginapan dibuka, saya juga segera booking. Saya beruntung bisa
bareng sama Revi. Kalau nggak ada
barengannya mungkin gak nekat daftar.
Sejak bulan
Maret itu pula saya mulai berlatih sendiri dengan memakai aplikasi My Asics.
Tinggal memasukkan tanggal kapan mau ikut race dan data-data lain maka akan
muncul, yaitu jarak dan target pace tiap latian.
Dalam rangka
persiapan race Bromo Marathon juga, tahun 2015 ini saya mengikuti beberapa
race. Yang pertama, HM 2XU di Singapore,
berkat sponsor dari cik Sien Lie (yang akhirnya gagal karena race batal
sehubungan dengan meninggalnya PM Singapore, Lee Kuan Yew). Sebagai gantinya, supaya tidak sia-sia sudah jauh ke Singapore, saya dan
teman-teman ikut lari-lari di Mac Ritchie Reservoir. Kami melalui rute sejauh
sekitar 15 km yang dijaga oleh marshall dari komunitas lari di Singapore yang
bekerja sama menyelenggarakan acara lari ini.
Kami berlari
di tengah hutan yang cukup lebat dan tidak lupa melewati icon dari Mac Ritchie
ini, Tree Top Walk yaitu jembatan gantung dengan tinggi 250 meter yang
menghubungkan dua titik tertinggi yang ada di Mac Ritchie. Senang juga sih bisa
lari-lari di sini.Walaupun pada saat yang bersamaan teman-teman ada yang
berlari di city. Saya nggak bisa ikut karena lokasi penginapan saya yang lebih
dekat dengan Mac Ritchie dibanding ke arah city. Tapi keesokan harinya saya
bisa lari di seputar Marina Bay bareng teman dari RFI. Lari cantik sekaligus foto-foto dengan latar belakang gedung-gedung pencakar langit. Kami juga mampir ke area F1 tempat kita seharusnya start race 2XU.
Selain race
2XU, saya juga latihan lari di Gunung Gede.Kebetulan ada yang menyelenggarakan
latihan lari di sini dalam rangka persiapan race GPM. Karena merasa nggak mampu
ikut racenya, udah tau pasti kena COT (Cut Off Time) soalnya, jadi mending ikut
latiannya aja.
Selain itu,
sebagai persiapan untuk FM di Bromo, saya juga ikut race Saurun di Ancol. Lumayan dikasi gratisan untuk jarak 21 Km
alias HM. Karena diadakan saat bulan puasa, start dimulai pukul 11 malem. Yah, agak kurang kerjaan sih, lari malem-malem pas puasa pula. Jalanin aja deh, lari pelan-pelan dan akhirnya finish dengan waktu mendekati 3 jam. Mungkin karena salah makan, akibat puasa juga, setelah race selesai perut saya bermasalah dan muntah-muntah deh.. Hiks..
Oh iya, di
bulan puasa ini saya juga sempat ikut acara lari malam hari yang
diselenggarakan oleh teman-teman pelari. Rutenya sih dari FX ke Cibubur. Tapi
saya hanya ikut sampai 17k di Pinang Ranti
dan pulang sendiri naik taxi. Itu aja udah di telpon muluk sama Raiyan
dicariin. Waktu race ini sih saya lagi nggak puasa. Jadi cukup ok lah.
Seperti tahun lalu, selama bulan puasa saya mengurangi porsi latihan, selain lari HM di Saurun tempo hari, saya hanya latian lari
di treadmill dengan jarak 5k saja. Setelah Lebaran baru lah saya lari di Makassar
dengan jarak yang agak jauh. Lumayan juga dari rumah ke pantai Losari bisa 10
K. Rencananya abis lebaran baru deh lari dengan jarak lebih dari 21k, yaitu 25k
dan maksimal 30k.
Karena Bromo
Marathon ini adalah race di pegunungan dengan rute yang naik turun dengan
elevasi yang cukup tinggi, seharusnya saya berlatih lari area yang
berbukit-bukit seperti di Sentul.Tetapi dodolnya saya malas banget latihan
disana.Saya Cuma latian di treadmill tetapi dengan tambahan elevasi.
Dari
latihan-latihan yang telah saya jalani sebenarnya saya sudah merasa persiapan
saya kurang maksimal.Yang lebih parah, saya mengalami cedera tumit sewaktu
berlatih untuk HM 2XU dan sejak itu memang kecepatan saya semakin menurun jika
sedang berlatih.
Ditambah
sewaktu latihan saya jatuh di area luar GBK dekat lapangan bola. Waktu itu lagi
nyari lokasi lari yang agak lain jadi keluar dari kompleks GBK eh kok malah
jatuh. Tempatnya emang gelap sih dan sendirian pula. Hiks..lukanya lumayan
parah karena hampir 2 minggu baru sembuh.
Tapi kan nggak mungkin juga saya nggak jadi ikut Bromo
Marathon. Siap nggak siap saya harus ikut.Tiket pesawat sudah dibeli pula.
Tibalah pada hari H,
Jumat, 11 September 2015, saya ijin setengah hari dari kantor dan jam 3
saya sudah berada di Bandar Udara Halim Perdanakusuma. Ini pertama kalinya saya
naik pesawat dari bandara ini. Pesawat Citilink ke Surabaya memang berangkat
dari Halim. Pesawat berangkat tepat waktu dan tiba dengan selamat di Bandara
Juanda Surabaya.Saya dijemput tante Tanti dan memang menginap di rumahnya
selama saya di Surabaya.
Esok paginya, diantar Adam, saya menuju Bandara Juanda lagi
untuk bersama-sama ikut jemputan ke Bromo. Wah, ternyata saya lupa belum bayar
untuk uang jemputan ini, sehingga tidak bisa ikut di bis yang berangkat
pertama. Saya akhirnya bisa ikut di bis kedua yang waktu berangkatnya molor.
Harus ganti bis karena acnya nggak dingin. Jadi teman saya, Revi, berangkat lebih dulu dengan bis pertama.
Sore hari sekitar pukul 4 bis kami memasuki wilayah Tosari,
bis memasuki sebuah lapangan di mana disana para peserta akan didata menginap
dimana dan akan langsung diantar ke penginapan. Sebelum ke penginapan kami
mengambil racepack terlebih dahulu.Di sebuah lapangan yang ramai karena saat
itu bertepatan dengan acara kesenian
yang diadakan oleh panitia acara Bromo Marathon. Lapangan juga penuh
dengan motor trail yang sedang diparkir.Ternyata, Bupati Pasuruan berada
diantara pemotor trail itu. Saya ngobrol
dengan salah satu bapak di sana dan dia menunjuk salah satu orang diantara kerumunan
pengendara motor sambil berkata,”Itu loh mbak, Bupatinya, beliau memang
hobbynya motoran.” “Oooh” Emang masih muda gitu sih Bupatinya.
Sambil menunggu para peserta yang lain mengambil racepack,
saya makan di salah sebuah tempat makan di pinggir lapangan. Tempat makannya
sudah diatur rapi dengan meja dan kursi kayu. Tadi siang saya hanya makan roti saja
jadi perut saya sudah keroncongan. Saya
bergabung di meja yang telah berisi beberapa orang peserta Bromo Marathon.
Sambil bercakap-cakap saya menikmat makan sore saya, nasi, ayam dan tumis
sayur. Selain membicarakan mengenai race
Bromo, saya mendengar cerita bahwa ada turis yang dirampok di seitar Pasuruan
ketika hendak menuju Bromo. Yah, masih ada saja berita buruk mengenai keamanan
di Indonesia, nggak heran kalau pariwisata kita susah maju. *sigh*
Seusai makan, saya berpamitan dan kembali menuju bis yang
masih menunggu. Rombongan motor trail sudah berangsur meninggalkan lapangan,
sehingga bis kami bisa berjalan. Penginapan saya terletak tidak jauh dari
lapangan tempat bis berangkat, sehingga tidak lama saya sudah sampai.
Revi sudah lebih dulu sampai dan sedang beres-beres pakaian
ketika saya datang. Semakin malam udara semakin dingin.
Yang tadinya kita mau makan keluar terpaksa batal karena udara
yang dingin bikin kami jadi “mager” alias males gerak. Selain itu,
ibu pemilik penginapan mengantarkan sepiring penuh kentang goreng yang
akhirnya jadi menu makan malam saya. Akhirnya kami hanya mengobrol menghabiskan
waktu sampai saat tidur. Beda dengan race lain yang startnya pagi buta, start
Bromo Marathon untuk kategori FM adalah jam 7 pagi, jadi masih banyak waktu.
Untuk membantu supaya saya cepat tidur saya minum pil Lelap.Nggak tau juga sih
boleh atau nggaknya minum pil itu, tapi daripada kurang istirahat, saya memutuskan untuk minum pil itu.
*Kalau race di Bromo ini memang harus siap nggak bisa
kemana-mana, beda dengan race di Bali yang bisa jalan-jalan sesuka hati. Nggak
akan balik lagi untuk race Bromo deh, kecuali ada tawaran yang menarik. Dapet
gratisan, misalnya. Hehehe..
Kami bangun sekitar jam 5 pagi untuk bersiap-siap dan setelah
itu dengan berjalan kaki menuju ke lokasi start yang berjarak sekitar 500 meter dari penginapan. Lumayan
sekalian pemanasan. Di tempat start kami foto-foto bersama teman-teman. Foto juga sama mbak Mila Marlina ratu trail Indonesia (yang menjadi juara I di race ini), foto sama mas Bule Gaspard
Dessy pemenang tahun lalu. Gara-gara Revi yang cerita saya jadi meratiin kalo
di Bromo ini emang peserta bulenya cukup banyak. Cakep-cakep pula. Kalo saya sukanya sama pakLek sih, gimana dong..
maap, salah tulis jadi Bali.. mestinya Bromo :P |
Setelah pidato pembukaan race akhirnya start untuk kategori
Full Marathon dimulai. Baru mulai aja
jalurnya udah tanjakan.Saya berlari dengan penuh semangat bersama peserta
lainnya.Jalur aspal berganti dengan jalur berbatu-batu. Pemandangan pegunungan
dengan pohon-pohon hijaunya terbentang sejauh mata memandang. Jika ada turunan
saya memanfaatkan dengan mempercepat lari.
Tetapi ketika saya sampai di awal suatu turunan berbatu, baru
saja saya akan melangkah, kaki saya menginjak batu yang rapuh dan dengan serta
merta saya terbanting ke tanah dengan kepala lebih dulu menghantam batu.
Benturan cukup keras mengenai bagian wajah dan hidung. Softlens kiri saya
terlepas dan saya mengira muka saya sudah penuh darah.Ternyata setelah melihat
di layar HP, bagian paling parah adalah di pelipis atas yang ada sedikit darah,
serta ketika saya membersihkan hidung keluar ingus campur sedikit darah. Dengkul
juga terasa sakit dan ketika celanyanga diangkat memang berdarah.Ketika saya
sudah berhasil berdiri ada peserta yang lewat yang menanyakan keadaan saya.Saat
itu saya merasa baik-baik saja dan masih meneruskan lari.Tetapi setelah
diperiksa di medis saya merasa sudah tidak ada waktu lagi untuk menyusul karena
sudah berada di belakang.Ketika dipaksakan untuk lari kepala agak pusing. Jadilah
saya hanya berjalan kaki.
Ketika sampai di km 15 saya berhasil menyusul ibu-ibu yang
kakinya keram dan berjalan dengan bantuan tongkat. Jadi lumayan sih ada temannya. Ketika sampai di sebuah water station, melihat kondisi saya yang
mungkin tampak mengenaskan, tenaga medis yang berada di mobil ambulance
memeriksa saya.Saya ditanya apakah masih bisa melanjutkan lomba, saya bilang
masih. Rencana saya sih saya akan
meneruskan jalan sampai di Pananjakan saja dan setelah itu baru minta di evakuasi. Walaupun DNF saya harus memuaskan diri menikmati pemandangan Bromo yang indah, terlebih lagi sudah puluhan tahun saya tidak ke sini.
Beberapa saat saya masih bersama-sama dengan ibu tersebut dan
ketika memasuki jalur tanjakan tanah yang curam dan berdebu saya menyerah. Akhirnya
saya bersedia diangkut dengan motor trail yang dikendarai oleh mas-mas ranger
yang setia mengikuti saya sejak km berapa ya, saya lupa. Pokoknya dia selalu
memonitor saya deh, laporan pake HT ke panitia. Belum lagi dia selalu ngajak
ngobrol. Cerita mengenai pengalaman race
tahun lalu ada peserta yang seperti saya, tapi dari Malaysia.
Sebelum diangku, saya
masih keras kepala ingin jalan terus sampai Pananjakan, tetapi ketika si mas
itu memberi tahu kalau jalan menanjak dan berdebu ini masih panjang ya akhirnya saya menyerah. “iya deh,
mas, saya naik motor. *lambaikan tangan ke kamera.
Akhirnya saya naik ke atas motor dan dimulailah petualangan naik motor trail
melalui tanjakan tanah dan berdebu. Ih, seru juga ternyata. Gak apa-apa deh DNF
tapi bisa ngerasain naik motor trail di Bromo. Ternyata memang masih jauh
jarak dari titik saya diangkut sampai ke Pananjakan. Setelah tanjakan berdebu
itu berakhir masih ada jalan raya yang juga menanjak. Beberapa peserta saya
lewati dan sampailah saya di Pananjakan.
Saya diturunkan di spot terbaik untuk foto
di Pananjakan dan setelah puas foto-foto saya memutuskan untuk meneruskan perjalanan dengan berjalan
kaki hingga check point berikutnya.
Disini saya sempat memberi kabar ke grup wa kalau saya cedera
dan memutuskan untuk jalan kaki. Tapi sepertinya tidak ada sinyal jadi message
tidak langsung masuk.
Sepanjang jalan saya berpapasan dengan banyak mobil jip
wisatawan yang hendak menuju Pananjakan. Ada beberapa yang melambaikan tangan
yang saya balas sambil senyum. Saya berjalan sendiri dan tidak bertemu dengan
peserta lain. Bahkan peserta lain yang sepertinya masih ada di belakang saya,
yang tadi saya lewati ketika naik motor tidak ada yang menyusul.
Sambil berjalan saya berusaha ikhlas dengan kejadian yang
menimpa saya di race ini. Mungkin memang saya memaksakan diri untuk mengikuti
race, dan Allah masih sayang sama saya sehingga saya sudah diperingatkan sejak
awal.
Daripada mellow nggak karuan, lebih baik saya menikmati udara
pegunungan Bromo yang sejuk, desau angin diantara pepohonan, dan foto-foto selfie di
depan tulisan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Yah, foto-foto memang hiburan yang paling
manjur untuk cewek narsis seperti saya.
Oh iya, dalam perjalanan, beberapa kali mobil ambulans menawarkan
tumpangan untuk saya, dan semuanya saya
tolak. Keputusan saya sudah bulat, saya akan meneruskan perjalanan sampai batas
waktu COT dan akan minta angkut lagi sampai finish.
Akhirnya saya sampai juga di check point 3 dan waktu telah
menunjukkan pukul 2 siang. Kalau tidak salah check point 3 di km 28. Saya akhirnya mengatakan kepada salah satu
panitia disana kalau saya memutuskan untuk DNF dan minta diantar langsung ke
finish, tapi karena masnya bilang bisa langsung ke penginapan ya okelah
sekalian bisa langsung check out dan ngejar bis ke Surabaya.
Ketika sampai di penginapan, saya masih menunggu Revi yang
belum sampai. Saya menelpon teman saya yang jadi panitia untuk mengabarkan
kalau saya sudah sampai di penginapan dengan selamat. Revi sampai tidak lama kemudian, dan kami
segera packing serta menuju ke tempat bis jemputan. Tadi malam saya sudah confirm
untuk ikut bis jam 3 sore sehingga nama saya sudah tercatat.
Segera saya naik bis dan duduk manis menunggu keberangkatan.
Saya juga baru sempat check grup WA dan baru sadar kalau teman-teman di grup
yang ikut HM dan sudah fininsh duluan jadi heboh karena saya cedera. Mereka
sempat check saya ke penginapan tetapi ternyata saya sudah dalam perjalanan
pulang. Terharu juga dengan perhatian
teman-teman. Hampir dipanggil team rescue katanya. Baru sadar ternyata bikin panik banyak orang. Ampun deh…
Perjalanan ke Surabaya berjalan lancar. Revi sibuk ngobrol dengan orang di sebelahnya
yang, bule lagi dong...
Sampai di bandara, sambil menunggu saya dijemput dan Revi
menunggu penerbangan ke Jakarta, tiba-tiba muncul ide untuk ikut Jakarta Marathon. Hmm..boleh juga sih idenya. Gagal
dan tidak bisa bawa pulang medali Bromo bisa diganti dengan medali Jakarta
Marathon.Tapi syaratnya harus gratis
dong… Bisa nggak ya, dapet gratisan FM Jakmar..
(Bersambung)
Sedang mencari paket wisata gunung bromo. kami menyediakan paket wisata bromo gratis dokumentasi drone
ReplyDelete