Akhirnya
saya bisa ikutan acara bersama Wisata Kreatif Jakarta lagi deh dan kali ini
saya ikutan jelajah kuliner bersama Country Choice, minuman kemasan yang beda
dari yang lain karena terbuat dari campuran buah dan sayur. Bungkusnya dominan
hijau sehingga para peserta yang ikutan sudah diinfo untuk memakai dress code
warna hijau.
Pada hari H,
Sabtu, 27 Juli 2024 semua peserta berkumpul di halaman Gedung Joang 45 sebagai
lokasi awal Jelajah Kuliner hari itu.
Setelah sambutan dari mbak panitia Country Choice para peserta yang terbagi
dalam 3 grup segera memulai perjalanan. Saya bersama grup dari Kompasiana
tergabung dalam 1 grup dengan guide mbak Mutia. Setelah briefing mbak Mutia
menjelaskan sedikit Sejarah Gedung Joang 45 yang dulunya merupakan hotel
termewah di Batavia, Hotel Schomper.
Perjalanan
dilanjutkan menuju perhentian pertama dengan melewati Lokasi-lokasi unik dan
bersejarah di sepanjang jalan.
Pertama kami
melewati patung yang terdiri dari sekelompok laki-laki yang Bernama patung
Persahabatan. Patung ini kaya Hanung Mahadi yang menyiratkan solidaritas.
Kami
berjalan terus dan berhenti di belokan jalan menuju Sop Buntut Cut Meutia. Sop
Buntut ini ternyata sudah eksis sejak tahun 1970 dan saat ini di jalankan oleh
generasi kedua. Di belakang masjid Cut Meutia terdapat Gedung Kunstkring yang
dahulu bernama Art Circle. Merupakan Gedung kesenian pada jaman Hindia Belanda
yang sempat beralih fungsi menjadi Kantor Imigrasi Jakarta Pusat dan saat ini
menjadi sebuah restaurant mewah dibawah pengelolaan grup Tugu. Di dekat Gedung Kunstkring ada hotel syariah
pertama di Indonesia yang bernama Hotel Sofyan.
Mesjid Cut
Meutia sendiri juga salah satu peninggalan bersejarah yang awalnya merupakan Gedung
yang Bernama Gedung Boplo dan berfungsi sebagai kantor biro arsitektur Belanda
Bernama N.V De Bauploeg. Beralih fungsi lagi menjadi kantor real estate untuk
perumahan di Menteng, menjadi kantor pos Belanda, kantor Jawatan Kereta Api
Belanda dan pada jaman Jepang menjadi kantor Angkatan Laut.
Perjalanan
di lanjutkan menuju Toko Roti Lauw yang didirikan oleh Lauw Eng Nio sejak tahun
1941. Kami mendapat complimentary 1 buah roti dan saya makan di tempat dengan
minumannya Country Choice yang tadi diberikan sebagai goodie bag. Duh
nikmatnya, walau tidak dingin minuman FitFresh ini tetap segar, karena
kandungan green apple, mango, broccoli, kiwi dan lemongrass di dalamnya. Saya
memilih roti favorit saya rasa kelapa.
Roti Lauw
ini adalah favorit presiden Sooekarno sejak beliau tinggal di istana Bogor dan
rasa serta ukurannya juga tidak pernah berubah sampai sekarang. Oh iya, yang senang roti gambang sekarang
sudah ada varian baru yaitu roti gambang isi keju.
Geser
sedikit kesebelah kanan kami menuju ke tujuan selanjutnya yaitu Toko Jamu
Warisan yang terletak di Pasar Gondangdia. Tokonya terletak di samping pasar
sehingga mudah ditemukan. Disini dijual beraneka macam jamu yang sudah dikemas
dalam botol sehingga higienis dan tahan lama. Jika di kulkas bisa tahan hingga
5 hari. Ada jamu rimpang segar, kunyit asam dan beras kencur. Saya yang suka
jamu beli 1 jamu untuk dibawa pulang, harga per botol Rp 15 ribu. Toko Jamu ini sudah berdiri sejak tahun 1960
dan saat ini dijalankan oleh Bu Rini yang merupakan generasi ke 2. Beliau sudah
tidak terlalu memaksakan diri lagi untuk mengembangkan penjualan secara online
karena tenaga pembuatnya yang hanya dibantu keluarga dekat.
Lanjut lagi
ke sebelah pasar, kami mampir ke Toko Kopi Luwak, yang sebelumnya Bernama Toko
Kopi Burung Kenari. Nama Luwak diberikan setelah terjadi kebakaran di toko
sehingga terjadi rebrand nama Toko. Saat
itu sedang booming kopi Luwak , sehingga diambilah nama Luwak sebagai nama Toko
walau disana tidak menjual kopi Luwak. Pemilik toko Koh Xu Yilun, yang sangat
ramah dan banyak bercerita, mengatakan yang dijual disana adalah Kopi Arabica,
Robusta dan kopi campur jagung yang lebih ekonomis. Semua bubuk kopi tersebut
adalah kopi asli tanpa campuran sehingga harganya relatif mahal. Namun karena
toko kopi itu sudah berjalan puluhan tahun tetap ada pembeli setia yang menjadi
langganan. Hal ini sangat berarti di Tengah gempuran banyaknya kedai kopi dan
penjual kopi bubuk di mana-mana. Selama kami berada di toko ada beberapa
pembeli yang datang dan ko Yilun mendemonstrasikan mesin penggiling kopi
tradisionalnya yang sudah ada sejak toko kopi berdiri sejak tahun 1970. Sebenarnya toko sudah berdiri sejak tahun
1930 dan menjual sembako.
Setelah foto
bersama di toko Kopi kami melanjutkan perjalanan ke arah Cikini. Kami berhenti
di spot-spot penting di sepanjang jalan, yaitu :
-
Kantor
Pos Cikini – kantor pos ini sudah berdiri sejak tahun 1920 dengan nama Tjikini
Postkantoor dan sampai saat ini masih berfungsi dan buka selama 24 jam.
-
Kafe
Bakoel Koffie, salah satu cabang dari kedai kopi yang awalnya didirikan oleh
Liauw Tek Soen pada tahun 1878. Kedai kopi ini masih berhubungan dengan pemilik
Kopi Warung Tinggi.
- Taman
Ismail Marzuki, saat ini sudah direnovasi mejadi pusat kebudayaan yang modern.
Sebelumnya sebagian Kawasan TIM ini adalah kebun Binatang yang dimiliki oleh
Raden Saleh yang kemudian sebagian tanahnya di hibahkan kepada pemerintah.
-
Rumah
Hasyim Ning, rumah pengusaha kaya jaman dahulu ini merupakan salah satu rumah
yang bersejarah dan sempat dijadikan syuting film Catatan si Boy, film tahun
80an yang sukses.
-
Bu
Dibjo, tempat penjualan tiket yang terkenal yang didirikan pada tahun 1960 oleh
Bu Ida Kurani Soedibjo nama aslinya. Saat itu Bu Dibjo merupakan satu-satunya
tempat penjualan tiket pertunjukan.
-
Toko
Roti Tan Ek Tjoan, walaupun tokonya sudah tidak ada, kami berhenti di lokasi
bekas toko roti tersebut yang asalnya dari Bogor. Sudah berdiri sejak tahun
1921 sekarang terjadi sengketa merk dan merk yang baru menggunakan nama Roti
TET. Di jalan saya bertemu dengan gerobak roti Tan Ek Tjoan dengan
tulisan yang berbeda.
Akhirnya sampailah kami ke tujuan
terakhir dari walking tour hari ini, yaitu Es Krim Tjanang, yang awalnya
bernama Tjan Tjan, berdiri sejak tahun 1951.
Kedai es krim favorit keluarga Soekarno karena dekat dengan sekolah
anak-anak Bung Karno yaitu Perguruan Cikini. Lim Sim Fie pertama kali menjual
es krim ini pada saat membantu kakaknya menunggu di toko kelontong Tjan Tjan.
Saat ini es krim Tjanang hanya dijual di lobi Hotel Cikini. 1 cup kecil dijual
seharga Rp 15 ribu dan terdiri dari berbagai macam rasa. Ada juga ukuran 600 ml
dan 1 liter. Rasa es krimnya khas es krim jaman dulu yang lebih ringan dengan kualitas
yang baik.
Usai makan es krim dan foto-foto kami
Kembali ke titik awal tour di Gedung Joang 45 untuk acara kuis dan perpisahan.
No comments:
Post a Comment