Tuesday, 30 July 2024

Jelajah Kuliner Fit&Fresh Cikini-Gondangdia Bersama Country Choice dan Wisata Kreatif Jakarta

 


Akhirnya saya bisa ikutan acara bersama Wisata Kreatif Jakarta lagi deh dan kali ini saya ikutan jelajah kuliner bersama Country Choice, minuman kemasan yang beda dari yang lain karena terbuat dari campuran buah dan sayur. Bungkusnya dominan hijau sehingga para peserta yang ikutan sudah diinfo untuk memakai dress code warna hijau.





Pada hari H, Sabtu, 27 Juli 2024 semua peserta berkumpul di halaman Gedung Joang 45 sebagai lokasi awal  Jelajah Kuliner hari itu. Setelah sambutan dari mbak panitia Country Choice para peserta yang terbagi dalam 3 grup segera memulai perjalanan. Saya bersama grup dari Kompasiana tergabung dalam 1 grup dengan guide mbak Mutia. Setelah briefing mbak Mutia menjelaskan sedikit Sejarah Gedung Joang 45 yang dulunya merupakan hotel termewah di Batavia, Hotel Schomper.




Perjalanan dilanjutkan menuju perhentian pertama dengan melewati Lokasi-lokasi unik dan bersejarah di sepanjang jalan.

Pertama kami melewati patung yang terdiri dari sekelompok laki-laki yang Bernama patung Persahabatan. Patung ini kaya Hanung Mahadi yang menyiratkan solidaritas.



Kami berjalan terus dan berhenti di belokan jalan menuju Sop Buntut Cut Meutia. Sop Buntut ini ternyata sudah eksis sejak tahun 1970 dan saat ini di jalankan oleh generasi kedua. Di belakang masjid Cut Meutia terdapat Gedung Kunstkring yang dahulu bernama Art Circle. Merupakan Gedung kesenian pada jaman Hindia Belanda yang sempat beralih fungsi menjadi Kantor Imigrasi Jakarta Pusat dan saat ini menjadi sebuah restaurant mewah dibawah pengelolaan grup Tugu.  Di dekat Gedung Kunstkring ada hotel syariah pertama di Indonesia yang bernama Hotel Sofyan. 



Mesjid Cut Meutia sendiri juga salah satu peninggalan bersejarah yang awalnya merupakan Gedung yang Bernama Gedung Boplo dan berfungsi sebagai kantor biro arsitektur Belanda Bernama N.V De Bauploeg. Beralih fungsi lagi menjadi kantor real estate untuk perumahan di Menteng, menjadi kantor pos Belanda, kantor Jawatan Kereta Api Belanda dan pada jaman Jepang menjadi kantor Angkatan Laut.

Perjalanan di lanjutkan menuju Toko Roti Lauw yang didirikan oleh Lauw Eng Nio sejak tahun 1941. Kami mendapat complimentary 1 buah roti dan saya makan di tempat dengan minumannya Country Choice yang tadi diberikan sebagai goodie bag. Duh nikmatnya, walau tidak dingin minuman FitFresh ini tetap segar, karena kandungan green apple, mango, broccoli, kiwi dan lemongrass di dalamnya. Saya memilih roti favorit saya rasa kelapa.





Roti Lauw ini adalah favorit presiden Sooekarno sejak beliau tinggal di istana Bogor dan rasa serta ukurannya juga tidak pernah berubah sampai sekarang.  Oh iya, yang senang roti gambang sekarang sudah ada varian baru yaitu roti gambang isi keju.

Geser sedikit kesebelah kanan kami menuju ke tujuan selanjutnya yaitu Toko Jamu Warisan yang terletak di Pasar Gondangdia. Tokonya terletak di samping pasar sehingga mudah ditemukan. Disini dijual beraneka macam jamu yang sudah dikemas dalam botol sehingga higienis dan tahan lama. Jika di kulkas bisa tahan hingga 5 hari. Ada jamu rimpang segar, kunyit asam dan beras kencur. Saya yang suka jamu beli 1 jamu untuk dibawa pulang, harga per botol Rp 15 ribu.  Toko Jamu ini sudah berdiri sejak tahun 1960 dan saat ini dijalankan oleh Bu Rini yang merupakan generasi ke 2. Beliau sudah tidak terlalu memaksakan diri lagi untuk mengembangkan penjualan secara online karena tenaga pembuatnya yang hanya dibantu keluarga dekat.





Lanjut lagi ke sebelah pasar, kami mampir ke Toko Kopi Luwak, yang sebelumnya Bernama Toko Kopi Burung Kenari. Nama Luwak diberikan setelah terjadi kebakaran di toko sehingga terjadi rebrand nama Toko.  Saat itu sedang booming kopi Luwak , sehingga diambilah nama Luwak sebagai nama Toko walau disana tidak menjual kopi Luwak. Pemilik toko Koh Xu Yilun, yang sangat ramah dan banyak bercerita, mengatakan yang dijual disana adalah Kopi Arabica, Robusta dan kopi campur jagung yang lebih ekonomis. Semua bubuk kopi tersebut adalah kopi asli tanpa campuran sehingga harganya relatif mahal. Namun karena toko kopi itu sudah berjalan puluhan tahun tetap ada pembeli setia yang menjadi langganan. Hal ini sangat berarti di Tengah gempuran banyaknya kedai kopi dan penjual kopi bubuk di mana-mana. Selama kami berada di toko ada beberapa pembeli yang datang dan ko Yilun mendemonstrasikan mesin penggiling kopi tradisionalnya yang sudah ada sejak toko kopi berdiri sejak tahun 1970.  Sebenarnya toko sudah berdiri sejak tahun 1930 dan menjual sembako.








Setelah foto bersama di toko Kopi kami melanjutkan perjalanan ke arah Cikini. Kami berhenti di spot-spot penting di sepanjang jalan, yaitu :

-          Kantor Pos Cikini – kantor pos ini sudah berdiri sejak tahun 1920 dengan nama Tjikini Postkantoor dan sampai saat ini masih berfungsi dan buka selama 24 jam.



-          Kafe Bakoel Koffie, salah satu cabang dari kedai kopi yang awalnya didirikan oleh Liauw Tek Soen pada tahun 1878. Kedai kopi ini masih berhubungan dengan pemilik Kopi Warung Tinggi.




-       Taman Ismail Marzuki, saat ini sudah direnovasi mejadi pusat kebudayaan yang modern. Sebelumnya sebagian Kawasan TIM ini adalah kebun Binatang yang dimiliki oleh Raden Saleh yang kemudian sebagian tanahnya di hibahkan kepada pemerintah.

-          Rumah Hasyim Ning, rumah pengusaha kaya jaman dahulu ini merupakan salah satu rumah yang bersejarah dan sempat dijadikan syuting film Catatan si Boy, film tahun 80an yang sukses. 

-          Bu Dibjo, tempat penjualan tiket yang terkenal yang didirikan pada tahun 1960 oleh Bu Ida Kurani Soedibjo nama aslinya. Saat itu Bu Dibjo merupakan satu-satunya tempat penjualan tiket pertunjukan.



-          Toko Roti Tan Ek Tjoan, walaupun tokonya sudah tidak ada, kami berhenti di lokasi bekas toko roti tersebut yang asalnya dari Bogor. Sudah berdiri sejak tahun 1921 sekarang terjadi sengketa merk dan merk yang baru menggunakan nama Roti TET.  Di jalan saya bertemu dengan gerobak roti Tan Ek Tjoan dengan tulisan yang berbeda.

 




Akhirnya sampailah kami ke tujuan terakhir dari walking tour hari ini, yaitu Es Krim Tjanang, yang awalnya bernama Tjan Tjan, berdiri sejak tahun 1951.  Kedai es krim favorit keluarga Soekarno karena dekat dengan sekolah anak-anak Bung Karno yaitu Perguruan Cikini. Lim Sim Fie pertama kali menjual es krim ini pada saat membantu kakaknya menunggu di toko kelontong Tjan Tjan. Saat ini es krim Tjanang hanya dijual di lobi Hotel Cikini. 1 cup kecil dijual seharga Rp 15 ribu dan terdiri dari berbagai macam rasa. Ada juga ukuran 600 ml dan 1 liter. Rasa es krimnya khas es krim jaman dulu yang lebih ringan dengan kualitas yang baik.

 






Usai makan es krim dan foto-foto kami Kembali ke titik awal tour di Gedung Joang 45 untuk acara kuis dan perpisahan.

 

 

 

 

 

No comments:

Post a Comment