Sudah lama
saya ingin berkunjung ke Museum Sasmitaloka Ahmad Yani tetapi karena kesibukan
belum sempat juga. Tetapi saya sudah lebih dulu berkunjung ke Museum AH Nasution.
Mungkin karena lokasinya yang di jalan yang lebih sering saya lewati. Jadi
lebih familiar.
Seperti
biasa mendekati tgl 30 September, stasiun TV selalu memutar film G30S. Walaupun
saat ini hal tersebut bukan merupakan kewajiban untuk menonton tetapi karena sudah
menjadi kebiasaan bertahun-tahun yang lalu rasanya ada yang kurang jika tidak
melihat filmnya barang sejenak. Jadilah saya melihat TV dan ternyata film sudah
diputar dan pas pada bagian Jend A Yani mendapat kunjungan tamu dan adegan anak-anak
beliau yang sedang bersama di ruang keluarga, serta adegan bu Yani yang berpamitan hendak ke rumah Taman
Suropati.
Karena
adegan itu saya jadi berniat untuk ke Museum A Yani keesokan harinya. Bertepatan
dengan hari Sabtu, setelah mengambil raport anak, saya segera mengikuti google
map menuju museum. Sampai disana saya parkir di halaman dalam di depan rumah yang
persis sama dengan yang ada di film. Luar biasa, saya jadi merinding. Petugas
parkir membantu dan memberi info pintu masuk dari samping dan nanti ada pak guidenya
di dalam.
Sebelum
masuk ke museum saya melihat ada tempat duduk-duduk dengan atap dan tulisan Museum
Sasmitaloka. Sebelum masuk semua
pengunjung harus melepas alas kaki.
Pintu ini
adalah pintu samping dan kita langsung disambut sofa yang merupakan tempat anak
terakhir A Yani bernama Edy yang menunggu ibunya pulang. Saya ingat sekali
kejadian itu dan sofanyapun masih sama seperti di film. Dari sana bulu kuduk
saya mulai meremang. Sebenarnya suasana museum agak ramai karena pada saat itu
bertepatan dengan tanggal 1 Oktober hari Kesaktian Pancasila dimana banyak
pengunjung yang ingin melihat langsung lokasi kejadian.
*Rumah Jend A Yani ini sudah menjadi Museum 1 tahun setelah kejadian yaitu pada tahun 1966. Berbeda dengan Museum AH Nasution yang baru menjadi Museum pada tahun 2008.
Jadi dari wujud
tampilan rumah dan isinya sama persis sejak dari kejadian sampai sekarang. Hawa
rumah lama dengan baunya yang khas juga membuat merinding. Di ruangan samping terdapat
foto-foto kegiatan para pahlawan revolusi dan foto-foto ketika jenasah mereka
ditemukan. Saya hanya melihat sekilas.
Setelah itu saya melalui lorong dimana Jend A Yani diseret oleh tentara yang meculiknya dalam keadaan bersimbah darah. Ubinnya masih sama dengan dahulu yang menjadi saksi bisu kejadian malam itu.
Terdapat kamar
mandi dengan bath tuh yang berisi air. (Ketika saya menanyakan kepada guide disini
kenapa bath tub tetap diisi air, hal ini merupakan permintaan dari Bu Amelia
Yani, supaya kamar mandi tetap terlihat bersih. Air juga harus sering diganti.
Di dalam rumah ini ada 3 kamar mandi yang semuanya ada bath tubnya dan semua terisi
air.
Masuk ke dalam ruang tengah yang merupakan ruang keluarga, saya melewati pintu yang berlubang bekas tembakan pada malam itu. Tembakan yang nyasar ke lemari dan lukisan pun ada tanda bekasnya.
Di ruang keluarga ini terdapat meja makan dan meja bar
dimana Jend A Yani biasa makan bersama dan menjamu tamu-tamunya. Di dinding
penuh dengan pigura yang berisi penghargaan.
Di depan bar
terdapat tulisan yang berisi tulisan bahwa disanalah tempat Jend A Yani jatuh
ditembak.
*Ketika peristiwa
penculikan dan penembakan pada malam tersebut, istri Jend A Yani tidak ada di
rumah karena sedang berada di rumah Taman Surapati. Tanggal 1 beliau berulang
tahun dan berada di rumah itu untuk melihat rumah yang akan dipakai untuk
menjamu tamu-tamu pada acara ulang tahunnya. Menjelang dini hari beliau pulang
ke rumah dan melihat ada banyak darah. Setelah diberitahu kejadian yang menimpa
bapak beliau mengambil baju A Yani dan memakainya untuk melap darah di lantai.
Ibu juga pingsan 3 kali karena sangat terpukul.
Saya juga
masuk ke ruangan tidur Jend A Yani dan Ruang tidur anak-anaknya yang semuanya
tidak berubah. Di ruang tidur A Yani yang tidak boleh difoto dipajang senjata
yang dipakai untuk menembak A Yani dan peluru2nya serta baju yang dipakai A Yani.
Baju tidur yang diletakkan disana bukan baju yang beliau pakai tetap baju dengan
model yang sama, karena beliau senang memakai piama untuk tidur. Terdapat baju-baju dinas beliau yang tergantung
rapi, warnanya sudah mulai menguning. Semuanya bersih dan terawat. Begitu pula
dengan dua kamar tidur yang lain.
Beralih ke
ruangan depan tampak ruang tamu tempat A Yani menerima kunjungan tamu seperti
yang ada di film. Semuanya sama persis. Di belakang tampak lukisan ketika A
Yani berhadapan dengan tentara yang menculiknya.
Di ruang depan
ini ada 2 patung harimau yang merupakan hadiah dan lemari berisi buku-buku.
Di halaman
belakang terdapat mobil chevrolet warna biru muda yang menjadi kendaraan
sehari-hari si bapak.
Sedangkan
bagian samping rumah yang tertutup terdapat kamar-kamar tempat tinggal para
guide yang juga mejadi penjaga museum ini.
Sungguh
kunjungan yang sangat mengharu biru. Sebuah rumah yang berisi banyak kenangan
dan sejarah yang tidak akan terlupakan. Sesuai dengan namanya Sasmitaloka, dari
bahasa sansekerta, Sasmita artinya mengenang dan loka artinya tempat.
Museum ini
buka dari hari Selasa – Minggu (Senin tutup) dari jam 8.00 – 16.00
Jangan lupa
untuk memberi tip bagi para guide yang banyak bercerita mengenai sejarah rumah
ini.
No comments:
Post a Comment