Tuesday, 27 September 2022

One Day Trip to Purwakarta with Koteka (Komunitas Traveler Kompasiana)

 



Sejak membaca mengenai trip ke Purwakarta yang diinfo di IG Koteka (Komunitas Traveller Kompasiana) saya langsung mendaftar dan berharap sangat untuk bisa terpilih. Kebetulan sekali tanggal itu, Sabtu, 24 September 2022 saya tidak ada kegiatan, jadi kalau bisa terpilih benar-benar cucok meong alias pas banget.

Saya jadi ingat dan membuka postingan lama di Instagram, ternyata saya pernah ke Purwakarta tahun 2017 lalu. Ikutan open trip panjat tebing di  Via Ferrata Gunung Parang Tetapi trip kali ini kita akan menjelajahi obyek-obyek wisata di Purwakarta yang lainnya. Termasuk ikonnya Purwakarta yaitu Bendungan Jatiluhur. Sudah lama pengen kesana belum kesampaian.

Senangnya ketika akhirnya saya terpilih untuk ikutan trip ke Purwakarta bersama teman saya Ira Lathief. Saya nggak janjian dan nggak nanya-nanya soal trip ini, jadi begitu tau kalo barengan ya seneng.

Akhirnya hari yang ditunggu tiba. Cuaca cerah ceria mengiringi keberangkatan kami, semuanya semangat karena akan jalan-jalan bertamasya keliling kota Purwakarta.  Perjalanan lancar dan kami sampai di Kantor Dinas Kepemudaan Olahraga Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Purwakarta. Disana kami disambut oleh tim dari Keluarga Kompasianer Purwakarta dan dibekali dengam bermacam oleh-oleh dari UMKM Purwakarta dan brosur obyek-obyek wisata.










Setelah itu kami bertemu dengan kabid Pariwisata Purwakarta Pak Acep Yulimulya. Kami juga berdialog dengan wakil dari UMKM yang menceritakan asal mula mereka berbisnis. UMKM tersebut adalah Anyelir Cake dan Momdifood dengan aneka cakenya yang enak-enak, Pasmini Pastel Kering Mini yang sudah diekspor ke manca negara, Nogakacang Ciganea yang renyah manis gurih, Teh Tubruk dari Perpusdes Sumurugul dan minuman jamu segar dari Herblasssusi.

Saat saya add IG peserta UMKM tersebut ada satu yang tidak bisa di add, yaitu dari produk jamu.  Saya menghampiri si ibu dan menanyakan Ignya supaya jelas. Ternyata ada kesalahan tulis jadi saya langsung add Ignya yang benar @Herblasssusi (s-nya 3) dan dapat bonus satu botol jamu beras kencur. Waa.. asyiknya, secara saya memang senang minum jamu.

Untunglah saya tidak ketinggalan untuk foto bersama rombongan di depan kantor dan setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke :

Taman Air Mancur Sri Baduga.

Ketika diresmikan pada tanggal 18 Februari 2017,  pembukaan taman itu menjadi acara yang sangat meriah karena menampilkan pertunjukan air mancur dan laser yang sangat memukau. Taman Sri Baduga sendiri merupakan taman yang terbesar di asia tenggara. Sejak pandemi taman tersebut masih ditutup untuk umum, sehingga kami tidak bisa masuk ke dalam, hanya berfoto di depannya saja.



Setelah itu perjalanan dilanjutkan ke :

Bale Panyawangan Diorama Nusantara

Sesuai dengan namanya di sini terdapat diorama yang menampilan sejarah Nusantara dari jaman purba, kerajaan Hindu Budha, jaman kerajaan Islam, macam-macam alat musik nusantara, info mengenai provinsi di Indonesia dan masih banyak yang lain. Di pintu keluar ada kamera interaktif yang bisa dipakai selfi dan ditulis kata-kata. Museumnya lumayan menarik dan seru. Mesti berlama-lama supaya bisa menikmati.









Bale Indung Rahayu

Ketika masuk museum ini saya bertanya-tanya museum apakah ini? Semuanya memakai bahasa sunda halus yang saya tidak mengerti. Kami disambut oleh akang dan teteh yang dengan sabar menjelaskan mengenai isi dari museum ini. Intinya Bale Indung Rahayu ini memberikan gambaran mengenai proses lahirnya manusia berdasarkan sunda wiwitan. Semuanya bermula dari Ai yaitu roh ego manusia yang diartikan sebagai Aing.  Tahap-tahap bayi menjadi manusia dijelaskan disini dengan bahasa sunda. Di ruangan yang lain terdapat juga bermacam-macam permainan anak-anak. Disini saya mencoba permainan congklak. Jadi urutannya adalah : Bale Kelahiran, Bale Kaulinan (tempat permainan anak-anak), Bale Arsitektur (rumah adat), Bale Kabuyutan (hutan larangan), Bale Pawon (alat masak jaman dulu) dan Bale Musik (bermacam-macam alat musik).








Alun-Alun kota Purwakarta dan Galeri Wayang

Tak terasa jam 12 sudah tiba, saatnya menuju ke alun-alun kota Purwakarta dimana terdapat mesjid Masjid Agung Baing Yusuf untuk sholat. Setelah itu kami menuju ke dalam alun-alun untuk mampir ke Galeri Wayang yang terdapat di kompleks pendopo kabupaten Purwakarta, yang bersebelahan dengan alun-alun.


Luar biasa! Koleksi lengkap aneka jenis wayang bisa dilihat di sini. Ada Wayang Santri, Wayang Betawi, Wayang Bambu, Wayang Cepak, Wayang Klithik, Wayang Suket, Wayang Kulit Cirebon dan Wayang Golek.  Terdapat penjelasan asal mula wayang-wayang tersebut.







Di pintu masuk dan keluar terdapat bapak-bapak yang membuat kerajinan daerah untuk dijual. Jika di pintu masuk terdapat bapak pembuat wayang. Info dari beliau wayang-wayang ini juga dijual di galeri Hadiprana di Jakarta. Dan di pintu keluar terdapat bapak-bapak pembuat kerajinan suling, gelas bambu dan centong. Harga gelasnya murah, mulai dari Rp 10 ribu. Jadilah saya dan Ira membelinya untuk kenang-kenangan.




Tak lupa kami berfoto di depan rumah dinas Bupati dimana terdapat kereta kuda Ki Jaga Raksa yang membawa bendera pusaka pada upacara peringatan Kemerdekaan RI.




Sudah lewat jam makan siang, perut sudah keroncongan, saatnya menuju tempat makan wajib kalau ke Purwakarta. Ya, benar sekali, Sate Maranggi adalah jawaban yang tepat. Sesampai di lokasi yang bernama Kampung Maranggi Plered ini, kami langsung masuk dan disambut dengan asap bakaran sate yang mengepul dan menambah rasa lapar. Setelah memesan 100 tusuk sate daging sapi dan sop kambing, kami menunggu sambil mengobrol dan ketika pesanan sate datang langsung semua disantap tak bersisa. Bumbu kecap untuk sate maranggi ini berbeda dengan bumbu sate biasa, lebih kental dan ada campuran rasa manis dan asin yang pas.  





Sejarah sate Maranggi terdapat di museum Indung Rahayu yang sempat saya baca, bahwa sate Maranggi berasal dari nama Mak Ranggi yang berasal dari Plered tempat kampung sate Maranggi. Sate Maranggi biasanya terbuat dari daging sapi atau kambing yang telah melalui proses perendaman dengan aneka macam rempah-rempah. Untuk teman makan sate selain nasi bisa juga dengan ketan bakar dan sambal oncom. Sate Maranggi  dikukuhkan oleh Kemenparekraf sebagai salah satu dari 30 Ikon Kuliner Tradisional Indonesia (IKTI)  tanggal 14 Desember  2012.

Perut kenyang, hati senang, menjadi tambahan semangat untuk menuju lokasi selanjutnya yang merupakan ikon daerah Plered, yaitu :

Sentra Kerajinan Keramik Plered

Jadi ingat pelajaran SD dulu kalau Plered terkenal dengan keramiknya, puluhan tahun kemudian akhirnya baru kesampaian kesini. Hiasan keramik-keramik khas dengan warna merah bata menyambut kami di halaman. Kami segera masuk ke dalam karena cuaca di luar panas sekali. Lumayan deh ngadem sambil melihat koleksi keramik yang beraneka ragam. Bagus-bagus semua dan bentuknya ada yang unik.





Penjelasan mengenai keramik khas Plered diberikan oleh Pak Jujun Junaedi yang merupakan staf disana.  Beliau mengatakan kalau keramik dari Plered paling kuat dan tahan lama karena kualitasnya yang paling bagus dibandingkan keramik dari Kasongan, Yogyakarta dan Lombok. Bahan tanah liat untuk membentuk gerabah itu merupakan campuran 70% tanah liat dan 30% pasir sehingga tahan sampai diatas 1000 derajat celcius jika dibakar. Hal inilah yang membuat keramik plered tahan lama dan banyak diekspor ke luar negeri kaena tahan terhadap cuaca 4 musim. Karena kualitasnya yang bagus ini membuat proses pembuatannya cukup lama, sampai 15 hari baru selesai dengan proses pembakaran minimal 16 jam dan maksimal 24 jam. Kualitas keramik yang bagus bisa dilihat dari suara dan warnanya. Suara yang nyaring dan warna yang gelap menandakan keramik yang bagus. Terima kasih infonya, pak. Sangat informatif.

Perjalanan dilanjutkan menuju ke daerah perbukitan yaitu menuju ke :

Hidden Valley Hills

Daerah wisata seluas 5 hektar ini dibangun oleh bapak Hendry Chandrawinata. Ketika dibangun pada tahun 2014, ditemukanlah Tugu peninggalan Belanda yang berasal dari tahun 1898. Lokasinya yang tinggi di atas perbukitan membuat sejauh mata memandang terdapat pemandangan indah yang memanjakan mata, dimana kita bisa melihat gunung-gunung disekitar, yaitu Gunung Cupu, Gunung Parang, Gunung Bongkok dan waduk Jatiluhur.  Terdapat prasasti yang bernama pilar legenda purba disini.











Tidak perlu menginap, pengunjung bisa datang untuk berenang atau ngopi cantik serta berfoto-foto ria dengan harga yang cukup terjangkau. Yang suka foto-foto pasti pusing karena banyak sekali lokasi foto yang bagus. Very instagramable pokoknya.

Lokasi pamungkas dari one day trip ini adalah :

Waduk Jatiluhur

Tepat menjelang sunset kami sampai di tepi waduk dan disuguhi pemandangan matahari tenggelam yang walaupun sedikit mendung tapi tetap menakjubkan. Ini cocok dengan semboyan Amazing Purwakarta. Kami juga berfoto di dermaga dan duduk-duduk disana menikmati sunset of the day.





Yang bikin mupeng pengen balik lagi ke sini adalah harga Stand up Paddle (SUP) yang murah sekali dibandingkan di Jakarta. Harga setengahnya tetapi bisa SUP sampai puas. Hmm, sepertinya saya akan balik lagi untuk menginap disini bersama keluarga. I’ll be back, Purwakarta!

Note :

Dari brosur yang diberikan oleh Dinas Pariwisata, masih banyak obyek wisata di Purwakarta lainnya selain yang kami kunjungi kemarin. Ada Saung Manglid, Kampung Kahuripan Cirangkong, Kampung Tajur, Situ Wanayasa, Curug Tilu, River Tubing, Curug Cipurut, Pasir Langlang Panyawangan, Gunung Cupu, Gunung Bongkok dan masih banyak lagi.