Istana Maimoon
Terletak di Jl. Brigjen Katamso merupakan istana
kesultanan Deli, didominasi warna kuning yang merupakan warna khas
Melayu. Pembangunan istana selesai pada tahun 1888 di masa kekuasaan
Sultan Makmun al_rasyid Perkasa Alamsyah. Perancangnya adalah seorang arsitek Italia. Dibangun di atas tanah seluas 2.772 m2 luas bangunan istana menghadap ke
timur, dan menjadi pusat kerajaan Deli. Istana ini terdiri dari dua
lantai yang dibagi menjadi tiga bagian, yang merupakan bangunan utama,
sayap kiri, dan sayap kanan. Di depan, sekitar 100 meter, berdiri Masjid
Al-Maksum yang dikenal sebagai masjid Agung Medan. Sayang saya tidak sempat mampir ke Mesjid ini, hanya memotretnya dari depan sewaktu saya sedang menunggu di Paradep Taxi sabtu kemarin.
Istana ini merupakan perpaduan dari Islam dan kebudayaan Eropa
Beberapa bahan bangunan untuk pembangunan istana ini masih diimpor dari Eropa, seperti ubin lantai,
marmer, dan teraso. Di dalam istana didominasi
oleh foto-foto keluarga kerajaan dan perabotan istana, serta balairung
istana yang merupakan tempat penobatan sultan, tempat menerima tamu dan acara lainnya, dilengkapi dengan pelaminan
besar dengan warna kuning cerah.
Pola arsitektur Belandan dam Spanyol terlihat dari disain pintu dan jendela lebar dan tinggi, menjadi bagian dari Istana Maimoon. Pengaruh Belanda juga terlihat pada prasasti marmer di depan tangga marmer
yang ditulis dengan huruf Latin dalam bahasa Belanda. Sedangkan pengaruh Islam terlihat dalam bentuk kurva di beberapa
bagian atap istana. Kurva yang berbentuk kapal terbalik yang dikenal
dengan Persia Curve sering dijumpai pada bangunan di kawasan Timur
Tengah, Turki, dan India.
Di bagian belakang istana para
wisatawan yang berminat dapat berfoto dengan pakaian adat Melayu yang disediakan.
Yang menarik di istana ini terdapat
seorang guide yang sangat menguasai info-info mengenai obyek wisata di
Medan dan Sumatera Utara karena begitu saya menyakan mengenai lokasi
Rumah Tjong Afi dan transportasi ke sana, dengan semangat langsung
menjelaskan dan mengajak saya mengobrol serta menjelaskan obyek-obyek
wisata lain yang harus didatangi. Sayang sekali saya lupa menanyakan
nomor kontaknya. Oiya, Istana ini buka setiap hari dari jam 8.00 –
17.00.
Rumah Tjong A Fie
Setelah selesai menjelajahi Istana Maimoon
tujuan selanjutnya adalah Rumah Tjong A Fie yang terletak di Jl. Ahmad
Yani. Dari Istana Maimoon saya memakai bentor yang sedang menunggu
penumpang depan pintu masuk. Ternyata banyak wisatawan yang dari Istana
Maimoon menuju Rumah Tjong A Fie, si bapak tua sopir Bentor yang
berscerita kepada saya, baru saja dari sana mengantar wisatawan.
Kesampean juga nih naik bentor di Medan. Berbeda dengan di Makassar
yang supir nya berada di belakang, di Medan supir bentor berada di
sebelah kanan.
Tjong A Fie adalah pengusaha asal Cina yang mempunyai bisnis yang sangat sukses di tanah Deli sehingga pada tahun 1911 ia diangkat menjadi Kapitan Cina atau Mayor der Chinezeen (istilah
Belanda) yang berarti wakil tertinggi masyarakat Tionghoa di Medan.
Rumah Tjong A Fie, dikenal juga dengan Tjong A Fie Mansion dibangun pada tahun 1895 dan selesai pada tahun 1900 dibuka untuk umum pada
tanggal 18 Juni 2009.
Memiliki ukiran kayu yang cantik dengan dua singa batu duduk
di pintu masuk. Memiliki 40 kamar, dalam campuran gaya China, Melayu, Eropa dan Art Deco. Pengaruh arsitektur Melayu dapat dilihat dalam deretan jendela,
pintu, dinding dan itu dicat dengan warna kuning dan hijau.
Tiket masuknya Rp. 35
ribu.
Kopi
Kedai kopi yang terkenal di Medan adalah kedai kopi Apek
di Jl Hindu, simpang jalan Perdana. Yang letaknya tidak terlalu jauh
dari jl Ahmad Yani. Begitu saya sampai di sana hanya ada warkop Bahagia
yang buka, kedai kopi di seberangnya tutup. Jadi akhirnya saya ke sana
dan duduk menikmati segelas es kopi. Sayang soto medan yang dijajakan
di Kedai itu ternyata sudah habis, dan semangkuk soto yang sempat saya
ambil gambarnya adalah soto terakhir yang dipesan bapak yang duduk
disebelah saya.
Restaurant Tip Top
Ini adalah resto jaman dulu yang masih eksis
sampai sekarang. Terletak di jalan yang sama dengan Rumah Tjong Afie
sehingga tinggal menyeberang jalan saja sehabis dari sana. Berdiri sejak
tahun 1929 resto ini berganti nama menjadi Tip-Top yang berarti
Sempurna dan pindah ke daerah Kesawan pada tahun 1934 dan tetap
melestarikan bangunan beserta seluruh isinya sampai sekarang, termasuk
menggunakan tungku kayu bakar untuk memanggang kue dan roti. Begitu
memasuki resto serasa kembali ke masa lalu dimana saat akhir pekan
banyak keluarga menghabiskan waktu dengan makan di resto ini. Info
selengkapnya bisa dibaca di sini : http://www.tiptop-medan.com/aboutin.php
Saya
memesan sepotong cake Black Forest yang menjadi signature dish di resto
ini serta sepotong es krim lezat untuk melawan hawa panas kota Medan.
Resto ini masih menggunakan kipas angin dan tidak ber ac sehingga hawa
panas masih terasa. Untuk makanan utama saya tidak memesannya karena
masih ingin berwisata kuliner di tempat lain.
Pancake Durian Resto Nelayan
Ke Medan tidak lengkap tanpa
membeli pancake durian sehingga setelah mendapat informasi dari teman
yang tinggal di sini dan hasil googling, nampaknya Pancake Durian resto
Nelayan paling enak. Sehingga saya dan Tira yang menemani saya sore itu
akhirnya menuju ke Merdeka Walk tempat salah satu cabang resto Nelayan
yang paling dekat. Saya memesan 6 buah pancake dengan harga kurang
lebih 13 ribu per buah. Potongannya memang besar dan rasanya mantap,
sehingga memang berlaku ada rasa ada harga.
 |
Merrdeka Walk |
Bolu Meranti
Ini juga oleh-oleh wajib dari Medan. Titipan
oleh-oleh sudah berdatangan melalui bbm sejak teman-teman tau saya
sedang berada di sini. Dari Merdeka Walk tujuan selanjutnya adalah toko
Bolu Meranti di Jl. Kruing No. 2K Medan Tel :(061) 453 8217. , berharap
semoga belum kehabisan bolu kejunya dan ternyata memang masih ada.
Asyiik, segera saya antri di counter pemesanan, pindah ke counter
pembayaran dan setelah menunggu beberapa saat pesanan saya tiba yang
sudah langsung dibungkus rapi dalam dus.
Disebelah Bolu Meranti ada toko oleh-oleh manisan Jambu yang sepertinya juga banyak dicari orang untuk oleh-oleh.
Durian House
Masih penasaran sama pancake durian yang lain,
karena lokasinya yang tidak terlalu jauh dari Bolu Meranti, kami mampir
ke Durian House, Jl. Sekip 67 H, Sekip, Medan Petisah. Telepon
061-4153878.
untuk melihat-lihat. Harga pancake durian di sini
lebih murah dari pada di resto Nelayan, satu kotak isi 10 harganya Rp.
80 ribu. Di sini saya membeli sus durian dengan harga 20 ribu isi 5
buah. Selain makanan tersebut di sini juga menjual bolu gulung durian,
selai durian dan lain-lain, pokoknya serba durian deh.
Bihun Bebek
Setelah puas belanja dan membeli oleh-oleh,
waktunya makan sambil menunggu saat menuju ke Bandara. Penasaran dengan
bihun bebek kami mencari bihun bebek yang halal, Mie Kumago di Jl
Mangkubumi. Tetapi sayang setelah berputar-putar mencari lokasi
tersebut, restonya tutup. Hiks.. terpaksa kami pindah mencari tempat
makan yang lain.
Akhirnya setelah bingung hendak makan
di mana, kami memutuskan untuk makan di tempat makan yang menjadi
langganan Tira di daerah dekat kampus USU tempat Tira bekerja :
Kopi Tiam
Ong, Jl. Dr Mansyur.
Dengan pertimbangan letaknya yang tidak terlalu
jauh dari bandara sehingga masih cukup waktu untuk mengobrol.
Jalan
Dr Mansyur ini mengingatkan saya akan Jl Gejayan di Yogyakarta dimana
disepanjang jalannya penuh dengan tempat makan dan toko-toko. Interior
cafe ini bernuansa jaman dulu dengan hiasan radio tua, telepon kuno,
setrika ayam dan lain-lain.