Friday 12 August 2016

Running and Traveling at Yogya– Solo (Part 3)



Hari ini adalah hari terakhir saya di Yogya. Pagi ini saya tidak lari pagi, tapi focus cari sarapan gudeg di dekat rumah.  Kebetulan tetangga dekat rumah sedang makan gudeg, jadi saya bertanya kepada si ibu, tempat membeli gudeg tersebut. Beliau memberitahu untuk menuju ke arah pakualaman.  Saya segera menuju kesana dengan penuh semangat.  Maklum laper banget, hehe. 

Akhirnya, setelah berjalan sekitar 500 m, saya menemukan tempat menjual gudeg tersebut. Penjualnya sepasang suami istri yang dengan kompak melayani pembeli yang datang silih berganti. Saya sengaja memesan ketika pembeli sudah sepi. Awalnya pengen pakai bahasa jawa, tapi apa daya ketika diajak ngomong memakai bahasa jawa halus, bahasa jawa saya langsung kacau. Dan akhirnya saya memakai bahasa Indonesia aja deh.
Yang membuat saya bahagia luar biasa ternyata mereka menjual bubur gudeg. Bubur memang sarapan favorit saya dan ditambah gudeg, pasti jadi luar biasa. Jadilah saya memesan bubur gudeg satu porsi. Ada air kacang hijau yang ditaruh di plastik yang saya pesan untuk minuman. 




Usai makan bubur, saya tidak langsung pulang tapi duduk-duduk dulu sambil menikmati suasana pagi di Yogya yang tentram dan damai. Menikmati obrolan antara pelanggan gudeg dan penjualnya yang sudah sangat akrab.
Hari semakin siang, terpaksa saya harus meninggalkan tempat tersebut dan kembali jalan ke rumah.  Godaan datang sebuah toko yang menjual jajan pasar yang cukup lengkap.  Saya membeli beberapa kue yang terlihat menggoda dan tidak terdapat di Jakarta.
Sampai di rumah, saya segera mandi dan beres-beres karena siang nanti saya sudah harus kembali ke Jakarta. Tetapi sekitar jam 10 saya djemput teman yang akan mengantar saya jalan-jalan.
Karena waktu yang sangat terbatas, kami tidak bisa pergi terlalu jauh. Beruntung kami naik motor sehingga menurut perkiraan kami lokasi wisata yang paling mungkin dicapai adalah sekitar pantai Parangtritis. Teman saya mengusulkan pantai lain disekitar pantai Parangtritis yang belum pernah saya datangi, yaitu Pantai Gua Cemara dan Pantai Pandan Sari yang ada mercu suarnya. Yeaay, senangnya bisa naik ke mercu suar lagi.
Disebut pantai Gua Cemara karena pantai tersebut penuh dengan pohon cemara yang tumbuh menutupi pantai. Jadi kami harus melewati rimbunnya pohon cemara tersebut barulah keindahan pantai tampak di depan mata. 

Karena cuaca panas dan pasir pantai menjadi sangat panas untuk diinjak tanpa sepatu, akhirnya saya tidak terlalu lama disana. Hanya foto-foto sebentar, selebihnya ngobrol di bawah pohon. Setelah itu kami pindah tongkrongan ke Pantai Pandansari. Di pantai ini ada Mercu Suar yang masih aktif dimana pengunjung bisa masuk ke dalam dan naik ke atas untuk melihat pemandangan. Asyiiik. berarti ini adalah mercu suar ke 3 yang saya naiki. Setelah di pulau Edam dan di Adelaide, Australia.
Tangga melingkar dari besi menyambut saya dan tanpa ragu saya segera naik. Di tiap lantai ada jendela sehingga bisa beristirahat sambil melihat pemadangan di luar. Tetapi yang agak susah adalah tangga dari lantai 7 hingga ke lantai 8 yang terhubung ke teras luar mercu suar. Tangga tersebut berbentuk tegak lurus sehingga agak menyeramkan tetapi demi foto-foto yang ciamik dari atas mercu suar  hal itu bukan masalah besar.
Akhirnya sampailah kami di bagian teras mercu suar dimana kami bisa menikmati pemandangan laut selatan jawa di satu sisi dan pemandangan pepohonan hijau di sisi yang lain.










Puas foto-foto kami segera turun ke bawah dan mencari tempat makan. Tadi sempat ngobrol sama bapak penjaga mercu suar, beliau menyarankan untuk makan di warung makan entok goreng. Jadilah setelah itu kami mencari-cari lokasi warung makan tersebut yang akhirnya ketemu setelah bertanya ke seorang ibu di pinggir jalan. 


Warung makannya sederhana, tapi lokasinya strategis di pinggir jalan. Ada tulisan warung makan bebek goreng Pak Wid, pantai samas. Karena saat itu masih sekitar jam 1an siang jadi warung masih cukup ramai. Kami segera masuk dan memesan makanan. Sudah pasti kami memesan entok goreng yang disajikan dengan lalap daun singkong serta sambel. Nasi bisa ambil sendiri sepuasnya. Karena lapar makanan jadi lebih nikmat dua kali lipat ditambah dengan suasana rumah makan yang khas pedesaan jadinya lebih nikmat lagi. Pengennya sih bisa agak lama duduk-duduk setelah makan, tetapi apa daya jam terus berdetak dan saya harus segera sampai di stasiun supaya tidak terlambat.
Untung teman saya jago bawa motornya, jadi dalam sekejap mata kami sudah kembali ke kota Yogya, ambil tas di rumah dan segera ke stasiun. Duduk sebentar menunggu kereta dan akhirnya pulang kembali ke Jakarta.
Mudah-mudahan bulan November saya bisa kembali ke Yogya dan ingin liburan dengan waktu yang lebih panjang.

Running and Traveling at Yogya– Solo (Part 2)



Sritex Run 10 K

Keesokan paginya setelah shoalat Subuh saya menunggu dijemput Fitri dan kami langsung menuju ke daerah Sukoharjo. Perjalanan cukup jauh karena antara kabupaten Karanganyar dan Sukoharjo letaknya dari ujung ke ujung. Yang bikin degdegan ternyata kami salah jalan, menuju ke kantor Sritex yang di Solo, bukan ke arah Sukoharjo, hadeh, bikin stress aja karena takut telat. Untungnya, biasa nih orang jawa masih ada untungnya, start mulai jam 6.30 jadi masih ada waktu, walaupun tadi kami berangkat sejak jam 4.45 pagi. Jadi sudah 1 jam lebih perjalanan plus nyasar.
Akhirnya seitar jam 6 pagi sampailah kami di area pabrik Sritex yang luaaaasss sekaliii… Mobil masih bisa masuk sampai ke area parkir yang cukup dekat dengan lokasi start dan saya segera turun. Biarlah Fitri dan Budi mencari tempat menunggu sendiri. Saya segera bergabung dengan peserta lari dan mencari bu Yuli, satu-satunya pelari dari Jakarta yang saya kenal.  Pastinya ada beberapa pelari dari Jakarta juga tapi yang saya kenal dan  ikut race ini hanya bu Yuli. Dengan susah payah saya menerobos antrian pelari yang berbaris memanjang ke belakang. Pesertanya memang banyak sekali, karena karyawan Sritex juga ikut jadi peserta. Belum lagi peserta dari TNI/Polri.
Akhirnya dengan susah payah saya berhasil menemukan bu Yuli yang berada di garis start agak depan. Tetapi tidak lama kemudian, tanda Start dibunyikan dan para peserta mulai berlari.  Melewati gerbang pabrik jalur lari menyusuri area seputar pabrik, melewati sawah-sawah menghijau dan masuk ke jalan-jalan desa sekitar. Seruu banget berlari dengan aura lari yang berbeda dari biasanya. Pesertanya juga ada yang lucu-lucu dan penduduk sekitar juga banyak yang memberi semangat dengan logat jawa yang khas. “Ayo, mlayu mbak, semangat.” Sampun cedak… Yang kemudian dijawab sama si ibu, “Ojo ngono to pak, wong sek adoh kok..  Hahahaha… langsung ketawa dengernya… sumpah, bagian ini yang bikin saya masih senyum-senyum sendiri kalo inget.
Dari gerbang menuju finish yang jaraknya masih cukup jauh, saya sprint secepat-cepatnya supaya lekas sampai dan setelah finish panitia membagikan medali, pisang, minum, dan snack di dalam kotak yang berasal dari Bakery grup Sritex juga. Medalinya sesuai dengan gambar yang ada di webnya, bersepuh emas yang menandai ulang tahun emas Sritex yang ke 50. 




Setelah foto-foto saya segera menghubungi Fitri yang ternyata parkir di luar. Sesampai di mobil kami saling menceritakan pengalaman masing-masing. Ini kali pertama Fitri melihat lomba lari dari dekat, jadi dia cukup excited dan menceritakan hal-hal lucu yang dia lihat. Ada sekeluarga yang setelah start malah duduk di warung kopi dan bukannya melanjutkan lari. “Sini kita sarapan dulu” halah.. ada-ada aja si bapak. 

Setelah sampai di rumah bu Nunuk, saya segera mandi dan siap-siap untuk pergi sekalian pulang ke Yogya. Jadi saya sudah packing. Rencana hari ini adalah menjenguk pak Rudy, teman kantor dulu yang sedang dirawat di RS Oen. Payah nih Pak Rudy, rencana jalan-jalan di Solo jadi batal karena pak Rudy sakit. Dalam perjalanan ke RS kami mampir dulu membeli oleh-oleh dan setelah sampai di RS kami segera menuju kamar perawatan. RS Oen ini adalah rumah sakit dengan bangunan tempo dulu. Jadi ruangannya khas dengan langit- langit yang tinggi.
Setelah ngobrol dan haha hihi, saling bertukar cerita sampai puas, jam sudah menunjukan pukul 12. Saatnya makan siang. Karena pengen banget makan steak, bu Rudy memberi saran untuk ke Double Decker di daerah Solo Baru.
Wah, ternyata dekorasi resto steak ini unik banget. Di bagian depan resto ini terdapat replika bis tingkat warna merah ala Inggris, double decker yang menjadi nama dari resto ini. Interior di dalamnya juga keren, bergaya amerika di tahun 50an, banyak pernak pernik unik yang dipasang, seperti jukea box dan panggung konser musik. Lampu-lampunya juga super meriah, menyesuaikan jaman 50an ala ala rock n roll.  Resto ini terdiri dari 3 lantai tetapi kami makan di lantai dasar karena resto masih sepi. 
Kami segera memesan menu steak yang ditawarkan serta seporsi nachos. Pelayanan cepat dan ramah dan kami cukup puas makan di sini. Kalau misalnya saya tinggal di Solo pasti akan balik lagi. Sayang saya tinggal di Jakarta. 

Usai makan di Double Decker dan tidak lupa foto-foto di depan resto, saya diantar oleh Bu Nunuk ke dekat kampus UNS untuk menunggu bis ke arah Yogya. Sekitar 20 menit menunggu akhirnya bis ke Yogya lewat juga. Terpaksa naik bis karena pad jam tersebut kereta ke Yogya tidak ada. Baru ada lagi agak sore. Sekitar 1,5 jam perjalanan akhirnya saya sampai kembali di Yogya dengan selamat  dan ketika sampai di rumah, tante Ninik telah menunggu. 
Malamnya tetep dong, wisata kuliner tidak boleh terlewatkan. Kali ini kami merambah Kota Gede dan memilih makan lesehan di suatu lapangan yang bernama Lapangan Karang. Sate sapi di sajikan di piring dengan pelengkapnya tempe kuah serta lontong dan minumnya wedang ronde. Nikmat banget deh pokoknya. 




Pulangnya tante Ninik memutar dahulu lewat ke daerah Tugu dan Malioboro. Tetapi tidak mampir hanya lewat aja, karena udah malem dan saya sudah capek dan mengantuk. 
Besok masih ada acara jalan-jalan sebelum saya pulang ke Jakarta

Running and Traveling at Yogya – Solo (Part 1)



Rencana untuk traveling ke Solo yang beberapa kali gagal akhirnya bisa terlaksana setelah ada acara race lari di sana. Lumayan, sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui.Pepatah lama yang paling sesuai dengan kondisi saya saat itu.
Travelingnya pun bisa hemat karena tidak perlu menginap di hotel alias bisa menginap di rumah saudara.Transportasinya juga dipilih yang murmer alias memakai kereta ekonomi ac. Iya, kereta ekonomi sekarang kan sudah ber ac semua, jadi cukup nyaman dan untuk waktu tempuhnya juga sama saja dengan kereta bisnis.
Racenya pun juga tidak terlalu mahal karena diadakan di Sukoharjo, daerah pinggiran kota Solo. Nama racenya adalah Sritex Run 10K. Sritex adalah pabrik tekstil terbesar di Indonesia dan mengadakan lomba lari, untuk memperingati ulang tahunnya yang ke 50. Biaya Registrasinya  cukup murah, hanya Rp. 100.000,- Jadi begitu pendaftaran dibuka, cuslah langsung daftar.  Tujuan awal ikut race ini adalah sekalian traveling ke yogya-solo, jadi saya tidak mencari teman barengan. Untuk transportasi ke area perlombaan tidak perlu repot karena sudah ada yang mengantar.

Setelah saya mendaftar race lari, saya menghubungi tante saya di Yogya untuk memastikan bahwa pada tanggal 22 April – 23 April dan 24-25 April 2016 beliau berada di Yogya, karena saya akan menginap di rumahnya.  Setelah confirm, saya menghubungi Ibu Nunuk, mantan bos di kantor lama yang memang tinggal di Solo untuk minta ijin menginap semalam di rumah beliau. Memang sebelumnya beliau sudah berjanji akan mengundang saya ke solo pada saat acara pengukuhan guru besar beliau.  Ternyata waktunya memang pas, acara pengukuhan pada hari selasa dan saya ke Solo hari Sabtunya. Makan dan transportasi dijamin deh pokoknya, saya tinggal datang bawa body doang eh sama baju deng. Hahaha..
Setelah urusan penginapan beres, saya mulai hunting tiket kereta api. Walaupun waktunya masih lama, tapi kereta ekonomi ac ini paling diminati orang sehingga cepat habis.  Menurut info teman saya Yenny, saya harus pesan tiket ekonomi yang stasiun akhirnya di Purworejo bukan di Solo Balapan.  Pantesan waktu pertama kali coba pesen tiket ke solo untuk kelas ekonomi gak nemu, karena kalau  untuk kereta ekonomi semuanya berhenti di stasiun Purwosari.

Saya berhasil memesan tiket ekonomi KA Brantas, berangkat jam 11 siang dan sampai di solo jam 21. Tetapi saya berhenti di stasiun Lempuyangan, Yogya, karena akan menginap disana. Lumayan juga, stasiun Lempuyangan lebih dekat ke rumah saya di Yogya dari pada stasiun Tugu. Kalau di Lempuyangan kereta Brantas sampai jam 8 malam. Harga tiketnya super murah, hanya Rp. 83 ribu rupiah saja.
Setelah semua beres, saya sempatkan juga untuk browsing objek wisata yang mungkin sempat di kunjungi dalam waktu yang singkat tersebut. Setelah cari info, kalau waktunya memungkinkan saya akan singgah ke objek wisata Umbul Ponggok di Klaten dan Kalibiru di Yogyakarta. 

Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, saya sudah ambil cuti 2 hari, jumat dan senn dan sekitar jam 9.30 saya sudah berangkat ke stasiun senen dengan menggunakan Gojek. Sekitar 30 menit perjalanan saya sudah sampai di stasiun dan bergegas ke area print tiket untuk mencetak tiket. Setelah itu saya langsung menuju antrian pintu masuk yang ternyata ada tulisan untuk pintu masuk KA Brantas. Kereta apinya sendiri sudah tersedia di jalur 2. Saya langsung naik ke dalam gerbong dan mencari tempat duduk yang sesuai dengan nomor tiket. Karena sewaktu pesan kereta masih kosong, saya berhasil booking untuk tempat duduk di dekat jendela. Kereta api kelas ekonomi sekarang jauh lebih bagus, walaupun tempat duduknya masih berhadapan dan sandarannya tegak sekali sehingga memang kurang nyaman, tapi sudah ber ac sehingga cukup nyaman. ACnya bukan ac central seperti kereta eksekutif, tapi ac split yang seperti di rumah. AC yang biasa di tempel ke dinding itu, di tempel di gerbong kereta. AC di gerbong saya lumayan dinginnya, bahkan setelah malam hari jadi dingin sekali. 

Yang paling asyik dari semua yang baru di kereta ekonomi adalah, di setiap kursi tersedia colokan untuk charge Handphone. Surga banget deh, jadi nggak perlu pake power bank lagi. Tetapi karena colokannya hanya ada 2, harus gantian dengan penumpang lain. Penumpang sebelah dan depan saya adalah cowok dan sebelah cowok itu ada mbak-mbak, yang tujuannya sama dengan saya, stasiun Lempuyangan di Yogya.
Udah lamaaa banget saya nggak naik kereta ekonomi jadi lumayan excited sih melihat banyak perubahan yang baik pada perkeretaapian di Indonesia. Stasiun Senen yang dulu kumuh pun sekarang sudah bagus sekali. Tertata rapi dan bersiiih.dan setiap stasiun yang dilewati juga keadaanny sama, rapi dan bersih sekali. Salut banget deh sama PT KAI.
Akhirnya, sekitar jam 8 malam kereta saya tiba di stasiun Lempuyangan, Yogyakarta. Dari percakapan dengan mbak-mbak yang duduk di depan saya, sekarang di Yogya sudah ada Gojek, jadi cukup memudahkan bagi orang-orang dalam hal transportasi dan membeli oleh-oleh atau makanan. Tapi saya ke Yogya kan pengen naik becak, di Jakarta sih sudah puas naik Gojek. Jadi setelah keluar stasiun, saya langsung naik becak yang pertama menawarkan tumpangan dan tanpa menawar saya langsung OK dengan harga yang diberikan dan kemahalan dong. Waktu pertama nawar sih sok pake bahasa jawa biasa, tetapi setelah dijawab abangnya dengan bahasa jawa halus saya langsung bingung. Saya memang nggak bisa sama sekali kalau sudah diajak bicara memakai bahasa jawa hatus, nyerah deh. Biarin jadi rejeki bapaknya. Misalnya saya nggak bawa ransel yang cukup berat mestinya sih bisa juga jalan kaki  dari stasiun ke rumah saya. 

Sepanjang jalan saya menikmati pemandangan yang dipenuhi oleh tempat makan baru dengan beragam masakan. Yogya sudah banyak berubah setelah sekitar 8 tahun saya tidak berkujung ke sini.
Bahkan rumah saya di yogya pun sudah berubah, sekarang di kamar depan yang biasa saya tempati sudah ada ac-nya. Jadinya semakin nikmat saja tidur saya di sini dan semakin betah. Kalau nggak terpaksa ke Jakarta untuk kerja dan keluarga pengennya tinggal di Yogya terus deh.
Saya di sambut oleh tante Ninik yang sudah menunggu dari sore. Setelah ngobrol dan beristirahat sejenak, kami lanjut makan malam dengan menu : Gudeg. Udah sampai di Yogya belum sah kalau nggak makan gudeg. Dan OMG, gudeg enak dan terkenal di Yogya itu ada yang lokasinya deket rumah. Asyikk.. dengan semangat 45 saya digonceng tante Ninik menuju ke sana. Gudeg Permata yang terletak di jalan Gajah Mada.




 Sampai disana, situasi sangat ramai dengan orang yang sedang antri untuk memesan makanan.  Selain bisa makan di dalam ruangan dengan meja dan kursi, di samping tempat makan terdapat lesehan.  Penjualnya sendiri malah berada di pinggir jalan, di sebuah meja yang penuh dengan panci berisi gudeg dan pelengkapnya. Saya hanya melihat sekilas dan langsung duduk di lesehan yang masih kosong. Untuk urusan memesan saya serahkan kepada tante Ninik yang  sudah ahli. Pesanan saya nasi setengah lengkap dengan gudeg, krecek, telur dan ayam. Rasanya sih jangan ditanya lagi, endess banget dan  minumannya es tape ketan ijo yang seger banget.
Abis itu pulang ke rumah dan tidur soalnya besok bangun pagi karena mau lari pagi  yang sudah menjadi rutinitas setiap kali traveling. 

Setelah sholat subuh, saya bersiap-siap untuk memulai aktivitas lari pagi. Rute awal saya menuju jalan belakang rumah ke daerah kraton Pakualaman. Ah nikmatnya lari di jalanan kota Yogya yang masih sepi, udara pagi yang segar dan bersih menambah semangat saya. Di sepanjang jalan saya juga bertemu dengan beberapa orang yang juga lari pagi dan sesampainya di Kraton, beberapa orang sudah tampak berolah raga di lapangan depan Kraton. Lampu kraton masih menyala ketika saya tiba menandakan hari masih sangat pagi. Setelah itu saya sibuk foto-foto untuk update di sosmed, dan setelah selesai foto-foto lampu di kraton sudah dimatikan. Ih kelamaan nih foto-fotonya, hehe.
Lanjut lari menyusuri jalan-jalan seputar Keraton menuju ke arah jalan raya. Sepanjang jalan banyak penjual kue basah dan beberapa penjual menu gudeg untuk sarapan. Pengennya sih mampir, tapi saya masih ingin menuju ke stadion Krida Loka yang terletak tidak jauh dari rumah. Pastinya seru dong, bisa lari di stadion olahraga di Yogya. Awalnya saya ingin lari ke arah tugu dan jalan Malioboro tapi agak kurang pede juga nih karena sendirian. 



Sesampainya di stadion sudah banyak orang yang lari di lapangan depan stadion. Saya bergabung bersama mereka dan lari disana serta lari mengelilingi bagian luar stadoin, karena saya kira tidak boleh masuk ke dalamnya.  Yang unik saya lari dengan diiringi musik lagu-lagu perjuangan yang diputar.  Mungkin ada acara rutin setiap sabtu pagi dan lagu-lagu dipasang untuk test speaker. Tapi setelah lagu perjuangan, bapaknya memutar lagu Iwan Fals dan lagu-lagu lain. 
Karena penasaran dengan bagian dalam stadion, saya mendekati pintu masuk ke arah stadion dan masuk ke dalam. Ternyata tidak ada petugas yang melarang, jadi saya masuk dan lari memutari track lari di dalam stadion. Sayang sekali, stadion megah tersebut  terlihat kurang terawat. Bahkan di bagian atas stadion ada tumpukan sampah yang cukup banyak. Mudah-mudahan segera disapu oleh petugas kebersihannya. Setelah foto-foto saya segera pulang karena udah kabita banget sama jajan pasar yang saya lihat di jalan arah ke stadion. 




Aneka jajan pasar digelar di meja yang terletak di pinggir jalan. Saya tidak terlalu hafal nama-namanya yang jelas komplit deh, bahkan ada beberapa kue basah yang tidak saya temukan di Jakarta ada di sana. Setelah membeli beberapa buah, saya kembali pulang. 
Sampai di rumah, saya segera mandi yang dilanjutkan dengan ngopi ditemani jajan pasar yang beraneka ragam. Ah nikmatnya..

Sekitar jam 9 pagi saya sudah bersiap-siap packing untuk melanjutkan perjalanan ke Solo.  Setelah menitip kunci ke tetangga depan, karena tante saya sudah berangkat ke kantor, saya menunggu becak di pinggir jalan untuk menuju ke stasiun. Ternyata, jaman sudah banyak berubah. Sekarang becak sudah semakin jarang, akhirnya saya naik ojek ke stasiun karena sudah lebih banyak ojek daripada becak. Ah, time flies. 
Sesampainya di stasiun saya segera membeli tiket dan menunggu kedatangan kereta Prameks yang akan membawa saya ke Solo. Dan saya bergegas naik ketika kereta akhirnya tiba. Gerbong kereta yang saya naik  lumayan penuh, dilihat dari penampilannya kebanyakan mahasiswa dan mahasiswi dan ibu-ibu. Senang bisa menikmati percakapan penumpang dengan bahasa jawa yang khas. Ah, ini baru yang namanya liburan.
Sesampainya di stasiun Solo Balapan, saya segera menuju pintu keluar dan ah, bu Nunuk dan Fitri sudah terlihat menunggu dengan wajah sumringah. Senangnya bisa bertemu lagi setelah berpisah setahun lebih. Sambil bercerita tentang kabar masing-masing, kami segera menuju mobil dan menuju ke daerah Boyolali untuk makan siang. Setelah diskusi tentang resto yang akan kami pilih, akhirnya kami memutuskan untuk makan siang di Restaurant Danau Tengah Sawah, yang beralamat di dusun Menoro, Desa Jembungan Banyudono, Boyolali, Jawa Tengah.  Walaupun terletak di Boyolali karena perjalanan lancar hanya sekitar 45 menit kami sudah sampai. Sempat terlewat karena bu Nunuk lupa jalan masuk ke sana, tetapi setelah bertanya akhirnya kami sampai juga. 



Seperti namanya, resto ini berkonsep lesehan di gazebo-gazebo yang dibangun mengelilingi sebuah danau buatan dan lokasinya  di tengah sawah.Pemandangan sawah yang menghijau langsung menyegarkan mata. Udara yang panas tidak terlalu terasa karena kami langsung pesan makanan dan heboh  foto-foto. Hehehe.. 
Setelah kantor lama kami tutup, bu Nunuk dan Fitri usaha tour dan travel umroh di Solo. Selain travel umroh mereka juga menyediakan paket tur ke obyek wisata di sekitar pulau jawa. Sayang sekali lokasinya di Solo, kalau di Jakarta, saya bisa ikutan lagi. Bisa kerja sambil jalan-jalan deh. Atau jalan-jalan sambil kerja.
Karena lapar berat, menu yang disajikan, lupa nih pesannya apa aja, segera licin tandas. Dan setelah itu  kami segera melanjutkan perjalanan menuju lokasi pengambilan race pack Sritex Run di Diamond Internasional Restaurant lantai 2. Disana saya bertemu dengan Bertha, teman saya yang jadi panitia. Karena suasana tidak terlalu ramai, kami sempat foto-foto deh. 




Kelar ambil racepack, kami menuju ke Pasar Klewer karena ada titipan  yang mau dibeli oleh ibu, sekalian mampir minum es dawet yang terkenal itu. Kami beruntung, karena penjualnya masih ada. Dan kamipun duduk disana sambil menunggu ibu yang berbelanja. Paduan dawet, tape ketan hitan, tape kuning dengan kuah santan yang ringan ditambah es sungguh lezat tak terkira. Apalagi makannya di tengah pasar, pas banget deh, sah jadi turis dari Jakarta. 



Dari Pasar Klewer perjalanan dilanjutkan ke rumah ibu, dan sampai sana, saya langsung mandi dan beristirahat.  Setelah maghrib nanti saya mau dijemput Fitri untuk  makan malam sekaligus bertemu dengan Yeni, teman saya yang pindah ke Solo. 
Ke Solo wajib dan kudu hukumnya untuk ber wisata kuliner. Tetapi karena saya sudah cukup sering ke Solo, hampir semua makanan favorit di kota ini sudah dicoba. Yang terbaru sepertinya Markobar kepunyaan anaknya pak Jokowi. Walaupun di Jakarta sudah ada cabangnya, lebih pas kalau sekalian mampir ke sini untuk mencicipi dan merasakan suasana kafenya. Kalau di Jakarta hanya bisa pesan saja dan tempatnya biasa, bukan kafe.
Di Solo sendiri ada beberapa cabang Markobar tapi yang bentuknya kafe sepertinya sih cuma 1, lokasinya di sebelah Solo Grand Mall. Jalan di depan kafenya sempit, jadi kita terpaksa parkir di dalam mall.
Dilihat dari luar, suasana kafe bergaya modern ini tidak terlalu penuh. Masih banyak meja yang kosong. Kami langsung order Markobar dan memilih jenis toping 12 rasa,  hanya 3 yang agak beda, keju, kitkat green tea dan biscuit red velvet sisanya sih rasa dominan coklat, nuttela, ovomaltine dll gak hafal. 
Sambil makan martabak saya menunggu Yenny yang dating tidak berapa lama kemudian dan setelah itu kami asyik foto-foto. Di dinding kafe penuh dengan gambar dan lukisan kartun yang lucu-lucu dan Instagramable banget untuk foto-foto.
Puas makan martabak dan ngobrol kami langsung pulang,  besok kami harus berangkat pagi karena lokasi lomba yang jauh. Menuju lokasi lomba saya diantar oleh Fitri dan suaminya jadi untuk transport saya sudah terjamin.