Thursday 26 July 2012

Resto Remboelan






Sudah sering membaca review tentang resto ini tapi belum ada kesempatan untuk mengunjunginya. Bahkan untuk acara reuni SMA kecil-kecilan yang awalnya ingin diadakan di resto ini mendadak batal karena ada satu orang yang memilih tempat lain. Untunglah akhirnya kesampaian juga. Lokasinya di Plaza Senayan lantai 4 yang terletak di tengah dan harus naik tangga lagi untuk menuju kesana. Tempatnya memang agak sempit karena bentuknya melingkar mengikuti lokasinya yang berada di atas.
Menyajikan bermacam-macam makanan tradisional Indonesia sekilas mirip dengan resto Satay Khas Senayan. Menu yang dipesan kami ber tiga adalah : lontong cap gomeh, pindang bandeng, nasi goreng kampung dan urap. Sedangkan untuk minuman dipesan flavour ice tea (nama sebenernya lupa), disajikan di teko kaca disertai potongan buah dan strawberrry coffee yang segar serta sebagai dessert adalah es podeng.
Untuk menu yang lain masih banyak yang patut dicoba seperti Asam-asam Iga dan Mangut Ikan Pe serta ada pula Rujak Pengantin. Dicatat untuk kunjungan berikutnya.
Untuk harga dan rasanya, cukup terjangkau kok, jadi tidak perlu khawatir untuk mecobanya
 
 
Urap
 





Friday 6 July 2012

Jalan-Jalan di Medan










 

 Istana Maimoon

Terletak di Jl. Brigjen Katamso merupakan istana kesultanan Deli, didominasi warna kuning yang merupakan warna khas Melayu. Pembangunan istana selesai pada tahun 1888 di masa kekuasaan Sultan Makmun al_rasyid Perkasa Alamsyah.  Perancangnya  adalah seorang arsitek Italia. Dibangun di atas tanah seluas 2.772 m2 luas bangunan istana menghadap ke timur, dan menjadi pusat kerajaan Deli. Istana ini terdiri dari dua lantai yang dibagi menjadi tiga bagian, yang merupakan bangunan utama, sayap kiri, dan sayap kanan. Di depan, sekitar 100 meter, berdiri Masjid Al-Maksum yang dikenal sebagai masjid Agung Medan. Sayang saya tidak sempat mampir ke Mesjid ini, hanya memotretnya dari depan sewaktu saya sedang menunggu di Paradep Taxi sabtu kemarin.
Istana ini merupakan perpaduan dari Islam dan kebudayaan Eropa  Beberapa bahan bangunan untuk pembangunan istana ini masih diimpor dari Eropa, seperti ubin lantai, marmer, dan teraso. Di dalam istana didominasi oleh foto-foto keluarga kerajaan dan perabotan istana, serta balairung istana yang merupakan tempat penobatan sultan, tempat  menerima tamu dan acara lainnya, dilengkapi dengan pelaminan besar dengan warna kuning cerah.
Pola arsitektur Belandan dam Spanyol  terlihat dari disain pintu dan jendela lebar dan tinggi, menjadi bagian dari Istana Maimoon. Pengaruh Belanda juga terlihat pada prasasti marmer di depan tangga marmer yang ditulis dengan huruf Latin dalam bahasa Belanda. Sedangkan pengaruh Islam terlihat dalam bentuk kurva di beberapa bagian atap istana. Kurva yang berbentuk kapal terbalik yang dikenal dengan Persia Curve sering dijumpai pada bangunan di kawasan Timur Tengah, Turki, dan India.
Di bagian belakang istana para wisatawan yang berminat dapat berfoto dengan pakaian adat Melayu yang disediakan.
Yang menarik di istana ini terdapat seorang guide yang sangat menguasai info-info mengenai obyek wisata di Medan dan Sumatera Utara karena begitu saya menyakan mengenai lokasi Rumah Tjong Afi dan transportasi ke sana, dengan semangat langsung menjelaskan dan mengajak saya mengobrol serta menjelaskan obyek-obyek wisata lain yang harus didatangi. Sayang sekali saya lupa menanyakan nomor kontaknya. Oiya, Istana ini buka setiap hari dari jam 8.00 – 17.00.













Rumah Tjong A Fie
Setelah selesai menjelajahi Istana Maimoon tujuan selanjutnya adalah Rumah Tjong A Fie yang terletak di Jl. Ahmad Yani. Dari Istana Maimoon saya memakai bentor yang sedang menunggu penumpang depan pintu masuk. Ternyata banyak wisatawan yang dari Istana Maimoon menuju Rumah Tjong A Fie, si bapak tua sopir Bentor yang berscerita kepada saya, baru saja dari sana mengantar wisatawan. Kesampean juga nih naik bentor di Medan. Berbeda dengan di Makassar yang supir nya berada di belakang, di Medan supir bentor berada di sebelah kanan.
Tjong A Fie adalah pengusaha asal Cina yang mempunyai bisnis yang sangat sukses di tanah Deli sehingga pada tahun 1911 ia diangkat menjadi Kapitan Cina atau Mayor der Chinezeen (istilah Belanda) yang berarti wakil tertinggi masyarakat Tionghoa di Medan.
Rumah Tjong A Fie, dikenal juga dengan Tjong A Fie Mansion dibangun pada tahun 1895 dan selesai pada tahun 1900 dibuka untuk umum pada tanggal 18 Juni 2009. Memiliki ukiran kayu yang cantik dengan dua singa batu duduk di pintu masuk. Memiliki 40 kamar, dalam campuran gaya China, Melayu, Eropa dan Art Deco.  Pengaruh arsitektur Melayu dapat dilihat dalam deretan jendela, pintu, dinding dan itu dicat dengan warna kuning dan hijau.
Tiket masuknya Rp. 35 ribu.










Kopi
Kedai kopi yang terkenal di Medan adalah kedai kopi Apek di Jl Hindu, simpang jalan Perdana. Yang letaknya tidak terlalu jauh dari jl Ahmad Yani. Begitu saya sampai di sana hanya ada warkop Bahagia yang buka, kedai kopi di seberangnya tutup. Jadi akhirnya saya ke sana dan duduk menikmati segelas es kopi. Sayang soto medan yang dijajakan di Kedai itu ternyata sudah habis, dan semangkuk soto yang sempat saya ambil gambarnya adalah soto terakhir yang dipesan bapak yang duduk disebelah saya.







Restaurant Tip Top
Ini adalah resto jaman dulu yang masih eksis sampai sekarang. Terletak di jalan yang sama dengan Rumah Tjong Afie sehingga tinggal menyeberang jalan saja sehabis dari sana. Berdiri sejak tahun 1929 resto ini berganti nama menjadi Tip-Top yang berarti Sempurna dan pindah ke daerah Kesawan pada tahun 1934 dan tetap melestarikan bangunan beserta seluruh isinya sampai sekarang, termasuk menggunakan tungku kayu bakar untuk memanggang kue dan roti. Begitu memasuki resto serasa kembali ke masa lalu dimana saat akhir pekan banyak keluarga menghabiskan waktu dengan makan di resto ini. Info selengkapnya bisa dibaca di sini : http://www.tiptop-medan.com/aboutin.php

Saya memesan sepotong cake Black Forest yang menjadi signature dish di resto ini serta sepotong es krim lezat untuk melawan hawa panas kota Medan. Resto ini masih menggunakan kipas angin dan tidak ber ac sehingga hawa panas masih terasa. Untuk makanan utama saya tidak memesannya karena masih ingin berwisata kuliner di tempat lain.








Pancake Durian Resto Nelayan
Ke Medan tidak lengkap tanpa membeli pancake durian sehingga setelah mendapat informasi dari teman yang tinggal di sini dan hasil googling, nampaknya Pancake Durian resto Nelayan paling enak. Sehingga saya dan Tira yang menemani saya sore itu akhirnya menuju ke Merdeka Walk tempat salah satu cabang resto Nelayan yang paling dekat. Saya memesan 6 buah pancake dengan harga kurang lebih 13 ribu per buah. Potongannya memang besar dan rasanya mantap, sehingga memang berlaku ada rasa ada harga.




Merrdeka Walk


Bolu Meranti
Ini juga oleh-oleh wajib dari Medan. Titipan oleh-oleh sudah berdatangan melalui bbm sejak teman-teman tau saya sedang berada di sini. Dari Merdeka Walk tujuan selanjutnya adalah toko Bolu Meranti di Jl. Kruing No. 2K Medan Tel :(061) 453 8217. , berharap semoga belum kehabisan bolu kejunya dan ternyata memang masih ada. Asyiik, segera saya antri di counter pemesanan, pindah ke counter pembayaran dan setelah menunggu beberapa saat pesanan saya tiba yang sudah langsung dibungkus rapi dalam dus. 
Disebelah Bolu Meranti ada toko oleh-oleh manisan Jambu yang sepertinya juga banyak dicari orang untuk oleh-oleh.


Durian House
Masih penasaran sama pancake durian yang lain, karena lokasinya yang tidak terlalu jauh dari Bolu Meranti, kami mampir ke Durian House, Jl. Sekip 67 H, Sekip, Medan Petisah. Telepon 061-4153878.
untuk melihat-lihat. Harga pancake durian di sini lebih murah dari pada di resto Nelayan, satu kotak isi 10 harganya Rp. 80 ribu. Di sini saya membeli sus durian dengan harga 20 ribu isi 5 buah. Selain makanan tersebut di sini juga menjual bolu gulung durian, selai durian dan lain-lain, pokoknya serba durian deh.

Bihun Bebek
Setelah puas belanja dan membeli oleh-oleh, waktunya makan sambil menunggu saat menuju ke Bandara. Penasaran dengan bihun bebek kami mencari bihun bebek yang halal, Mie Kumago di Jl Mangkubumi. Tetapi sayang setelah berputar-putar mencari lokasi tersebut, restonya tutup. Hiks.. terpaksa kami pindah mencari tempat makan yang lain.

Akhirnya setelah bingung hendak makan di mana, kami memutuskan untuk makan di tempat makan yang menjadi langganan Tira di daerah dekat kampus USU tempat Tira bekerja :

Kopi Tiam Ong, Jl. Dr Mansyur.
Dengan pertimbangan letaknya yang tidak terlalu jauh dari bandara sehingga masih cukup waktu untuk mengobrol.
Jalan Dr Mansyur ini mengingatkan saya akan Jl Gejayan di Yogyakarta dimana disepanjang jalannya penuh dengan tempat makan dan toko-toko. Interior cafe ini bernuansa jaman dulu dengan hiasan radio tua, telepon kuno, setrika ayam dan lain-lain.






















Danau Toba di Pagi Hari









Esok paginya, saya sengaja memasang alarm untuk bangun pagi supaya bisa menikmati sunrise di tepi Danau Toba. Jam 5.30 hari masih gelap, jadi saya baru keluar jam 5.45 dan dengan segelas cappucino saya duduk manis menunggu matahari keluar dari peraduannya. Udara sejuk menerpa wajah saya yang masih mengantuk. Gradasi warna yang cantik muncul di langit ketika matahari mulai memancarkan sinarnya, tetapi sayang setelah itu awan muncul malu-malu sehingga tiba-tiba saja matahari sudah bersinar cerah. Usai sunrise, mandi, packing dan sekitar jam 7 saya sudah lapor ke resepsionis dan diberi tahu kalau kapal pertama baru datang jam 8.00. Masih ada waktu 1 jam dan saya gunakan untuk melihat-lihat pemandangan danau dari resto hotel dan sekitar jam 7.30an saya sudah duduk bersama dua orang cewek turis asing di tepian dermaga hotel untuk menunggu kapal yang akan membawa saya ke Parapat. Jangan sampai ketinggalan, karena kapal berikutnya baru ada 1 jam lagi. Sekitar jam 8.30 saya sudah berada di counter Paradep taxi menunggu mobil travel yang masih menjemput penumpang lain. Dan sekitar jam 9 lewat akhirnya kami berangkat dengan penumpang berjumlah 5 orang. Karena tidak perlu singgah di Pematang Siantar perjalanan relatif lebih cepat, sekitar jam 2 saya sudah tiba di Medan dan minta diturunkan oleh pak sopir di Istana Maimoon.









                     




                    



                        






                             



















                             






                            






                               






                                





















Singgah di Tomok








Info transportasi menuju Tomok didapat dari petugas receptionist hotel. Saya bisa diantar menggunakan motor dengan biaya 50 ribu pp. Jadi saya didrop ke sana dan nanti jika sudah selesai dijemput lagi. Perjalanan ke Tomok dengan sepeda motor hanya memakan waktu 10 menit dan saya diturunkan di Pasar dekat Pelabuhan Tomok, dimana ada papan penunjuk menuju ke makam Raja Sidabutar awal penjelajahan saya sore itu.
Karena hari sudah sore, saya sebenarnya agak takut juga berlama-lama berkeliaran di area makam sendirian. Jadi di lokasi obyek wisata kuburan tua raja-raja Sidabutar saya hanya mengelilingi area makan secara cepat untuk mengambil foto. Sewaktu saya sedang mengambil foto dan melihat-lihat makam, tiba-tiba muncul seorang bapak tua yang berdiam diri sambil melihat kesibukan saya. Saya jadi agak takut dan segera pergi dari sana. Belakangan saya baru melihat pengumuman di depan lokasi makam mengenai tata tertib pengujung , diantaranya no 1 adalah : diharuskan memakai ulos batak (selendang) dan peraturan tersebut telah saya langgar. Dalam hati saya berdoa semoga tidak ada roh yang mengejar saya karena hal tersebut. Takut juga nggak bisa pulang ke Medan dan tersandera di Pulau Samosir. Hehe..
Lokasi yang masih agak ramai dengan wisatawan lain hanya di Obyek Wisata Sigale-Gale di mana saya berbarengan dengan serombongan keluarga yang mendapat penjelasan dari seorang tour guide mengenai sejarah boneka Sigale-gale. Tetapi karena saya diburu waktu saya tidak bisa mendengarkan penjelasan secara utuh dan segera menuju ke Batak Museum. Di sini awalnya saya sendirian dan lokasi museum yang terpencil dan sepi membuat saya agak takut terlebih di dalam museum cahayanya reman-remang dan hari sudah sore. Tetapi beruntung, sewaktu saya hendak naik ke tangga museum yang berbentuk rumah adat Batak, ada pasangan yang juga datang. Yah lumayanlah, ada temannya. Jadi saya bisa minta tolong untuk difoto bersama boneka Sigale-gale. Isi Batak Museum ini adalah serba serbi barang-barang khas daerah Batak sejak jaman dahulu seperti kain ulos, patung-patung dari kayu, gerabah, topeng, pedang, perlengkapan pertanian dan peralatan rumah tangga.
Setelah semua lokasi wisata di Tomok dijelajahi, saya sempatkan membeli oleh-oleh di pasar yang menjual aneka macam souvenir, mulai dari kaos bertuliskan Danau Toba dengan bermacam corak, ulos, gantungan kunci, tempelan kulkas dan macam-macam lagi. Ada kejadian menyebalkan yang membuat saya harus disiplin untuk selalu membawa charger kemana-mana. Saya terpaksa meminjam telepon dari pedagang pulsa di pasar Tomok untuk menelpon penjemput saya di penginapan karena baterai HP saya habis dan saya tidak membawa charger. Untung si abang mau meminjamkan dengan imbalan 2000 rupiah. Abangnya jutek banget lagi, haduuuh... kan nelponnya cuma sebentar bang..
Selama menunggu dijemput saya sempatkan makan indomie rebus di warung dekat pelabuhan, karena itu satu-satunya menu yang mudah-mudahan halal. Tidak bisa menunggu makan di hotel, kepala saya sakit karena capek dan kelaparan. Sampai di hotel, mandi dan istirahat karena besok harus bangun pagi untuk melihat sunrise. Hotel Carolina yang saya booking memang merupakan bangunan lama tetapi bersih dan rapi dengan kamar-kamar menghadap danau yang beraksen rumah adat batak. Kamar yang saya booking seharga Rp. 180 ribu posisinya agak menyamping sehingga tidak langsung berhadapan dengan danau, tetapi cukup memuaskan. Kamarnya sendiri  lumayan luas berinterior jaman dulu dengan bath tub dan air panas, wastafel, lemari dan kulkas. Tetapi tidak ada TV dan AC. Sebenarnya ada kamar lain yang lebih murah tetapi sudah fully book.
Untuk alternatif lain ada Tabo Cottage dan Samosir Villa Resort yang ada kolam renangnya. Dan masih banyak hotel dan cottage lain yang bertebaran di sekitar Tuk Tuk beserta cafe-cafenya yang mulai ramai menjelang malam.