Tuesday 27 April 2010

Trip to Phuket -Day 4




Kami dijemput oleh supir travel untuk menuju ke dermaga keberangkatan menuju Pha Nga Bay dan James Bond Island atau Khao Phing Kan, dalam bahasa Thai.
Tour guide kami kali ini adalah seorang lelaki Thai yang lawakannya cenderung garing sehingga kurang menarik dibanding tour guide sewaktu ke Phiphi hari sebelumnya. Ditambah kami tidak mendapat fasilitas teh dan kopi gratis sebelum berangkat. Untuk kapal sama bagusnya dan tetap kami bisa duduk di kursi yang paling nyaman di sebelah supir kapal. Lokasi perhentian pertama kami adalah james bond Island, dimana pantai ini pernah menjadi lokasi syuting film James Bond, The Man With The Golden Gun pada tahun 1974 yang dibintangi oleh Roger Moore. Wah ternyata sudah lama sekali ya.. Yang paling menarik dan menjadi incaran para turis untuk berfoto adalah sebuah bukit batu berbentuk unik yang menjulang ke atas. Bukit batu tersebut bernama Khao Ta Pu. Di Pulau tersebut juga terdpat gua batu, di bagian depan dan belakang pulau. Gua batu yang di depan berbetuk unik seperti atap rumah, untuk gua bagian belakang harus menyeberang laut jadi saya agak malas. Jadilah kami hanya duduk-duduk saja sambil melihat para turis yang bersliweran dengan bermacam gaya dan busana. Sempat juga ngobrol dengan salah satunya yang berasal dari Italia kalau nggak salah, teman satu kapal.

Sehabis mengunjungi James Bond Island, perjalanan dilanjutkan dengan makan siang di sebuah tempat yang bernama Muslim Village di Panyee Island. Dilihat dari namanya, sudah jelas ini perkampungan yang penduduknya beragama Islam. Terdapat rumah makan tempat kita akan makan siang. Tetapi tidak seperti tour ke kemarin, kali ini makanan tidak disediakan secara buffet tetapi per meja. Karena sibuk foto-foto saya dan Fita telat bergabung dan akhirnya terpaksa pisah meja. Lauknya standar ya, kalau nggak salah ada cap cay, dan udang goreng plus ikan goreng. Wah.. kalau nggak di depan turis-turis bule itu pengen rasanya menggerogoti ikan yang masih banyak dagingnya, cuma tengsin la yauw.. hehe..

Setelah makan, perjalanan dilanjutkan kembali ke bagian laut yang mempunyai tebing-tebing karang yang tinggi dengan gua-gua di dalamnya. Jadi kita memasuki gua-gua tersebut dengan menaiki kano yang telah disediakan. Kano didayung oleh seorang pemandu yang kebetulan berasal dari Malaysia, jadi diajak cakap Malay lagi lah, begitu tau kami dari Indonesia. Air laut di seputaran bukit-bukit batu yang mejulang tersebut sangat tenang, berwarna hijau dan tidak ada ombak sedikitpun sehingga tanpa kesulitan pemandu mengarahkan kano ke dalam gua yang gelap dan kami harus menunduk untuk menghindari atap gua yang rendah.
Setelah berkano di seputaran gua-gua tersebut, kami kembali ke kapal dan perjalanan dilanjutkan ke sebuah pulau bernama Naka Island, dimana di sana kami dipersilahkan untuk berenang. Pantainya sangat tenang tanpa ombak sedikitpun. Cuaca yang sangat panas membuat saya mengantuk dan akhirnya tidur di atas handuk yang digelar di pantai.
Malamnya, seperti biasa, nge-mall lagi di Jungceylon, tapi kali ini ada sesuatu yang harus dicari di Careffour, yaitu thai ice tea sachet dari Nestle. Lumayan, bisa buat thai ice tea sendiri di rumah. 1 bungkus harganya 60 baht dengan isi 10 sachet. Dicari-cari di Seven Eleven nggak ada, untunglah di Careffour ada. Langsung ngeborong 3 bungkus, itu aja setelah sampai di Jakarta lagi nyesel nggak beli lebih banyak.
Untuk hari terakhir, kami sengaja makan malam yang agak asyik sedikit, di salah satu resto Italia kecil yang terletak di pantai Patong. Pizzanya lumayan lah.
Karena pesawat berangkat pukul 7.55, kami sudah pesan taxi dengan ongkos 600 baht untuk menjemput pukul 5 pagi. Untunglah, semua proses berjalan lancar dari check in sampai imigrasi dan akhirnyaaa tiba kembali di Jakarta dengan selamat.

Untuk foto-foto, sorry kalau ada yang nggak fokus soalnya pakai camdig adik saya yang ternyata mendadak eror. huhu..sebell..




Trip to Phuket -Day 3




Phiphi Island


Jam 8 tepat kami dijemput oleh supir travel untuk menuju Asia Marina tempat kami berkumpul untuk memulai trip ke Phiphi Island. Tour guide kami bernama Fayo, gadis thai yang tomboi, ramah dan lincah menyapa semua peserta tour. Hanya kami ber tiga yang berasal dari Indo. Setelah perkenalan dan informasi dari Fayo mengenai tour hari ini, kami segera menuju boat yang telah tersedia. Boat ukuran sedang dengan kapasitas 50 orang. Kami dapat tempat duduk sebelah supir boat jadi tidak bercampur dengan penumpang di belakang dan depan kapal. Di bagian depan kapal tanpa atap jadi langsung mandi matahari, cocok banget untuk turis bule tapi untuk kami nggak lah ya….bisa gosong. Apalagi matahari sedang panas-panasnya.

Perjalanan sudah berlangsung sekitar 1,5 jam dan sampailah di bagian lautan dengan air yang jernih dengan gradasi warna biru yang cantik. Dikelilingi tebing batu yang menjulang kami merapat di pantai berpasir putih dan bersih bernama Maya Beach. Inilah pantai tempat mas Leonardo terdampar di film the Beach. Bersama banyak sekali turis kami berbaur untuk acara bebas selama sekitar 30 menit. Yup, waktu yang disediakan terbatas karena masih ada beberapa tempat lain yang akan dikunjungi. Sebelumnya kami melewati Viking Cave, dimana pada dinding batunya terdapat lukisan peninggalan orang Viking yang pernah tinggal di daerah ini.

Dari Maya Beach kami menuju ke Monkey Beach yang ternyata di sini hanya singgah sebentar untuk melihat monyet-monyet yang banyak bergelantungan di pohon-pohon di tepi pantai. Ketika ada kapal mendekat monyet-monyet tersebut segera menghampiri kami untuk meminta makanan. Jadi kami hanya berhenti untuk melihat monyet-monyet itu saja dan berfoto. Ternyata, hanya segitu saja…
Setelah itu kapal berpindah lokasi, berhenti di suatu bagian laut untuk snorkling. Saya nggak ikutan snorkling karena panasnya itu loh.. nggak tahan deh..

Setelah puas snorkling, kami menuju tempat makan siang yang terdapat di suatu pulau. Makan siangnya berbentuk buffet, jadi kita bebas mengambil makanan yang tersedia. Jenis makanannya standar, ayam goreng, fillet ikan goreng, spaghetti dan ada sejenis soup bening dengan kuah yang rasanya asam. Wah, harusnya ada kerupuk nih, biar lengkap. Hehe..
Seluruh peserta tour pada hari itu yang jumlahnya ratusan dan berasal dari berbagai macam travel, berkumpul jadi satu di tempat makan ini. Mungkin ini semacam pengelolaan dari pariwisata Thailand supaya lebih terorganisir dan pelayanan kepada turis menjadi lebih baik.
Setelah puas makan siang, kami melanjutkan perjalanan lagi menuju Khai Island. Di sini acara bebas sampai batas waktu yang telah ditentukan dan selanjutnya kembali lagi ke dermaga. Serunya, tidak perlu bermain air sampai ke tengah laut, di pantainya pun ikan-ikan datang mendekat, apalagi kalau diberi roti.

Oh iya, sewaktu awal keberangkatan tadi kita sempat difoto dan hasilnya telah dicetak dalam bentuk souvenir dengan tulisan Phuket Tour dijual seharga 150 baht, dengan alasan sesama Asia kami berhasil menawar menjadi 100 baht saja. Hasil cetak fotonya lumayan bagus kok.

Malamnya jalan kaki lagi ke Jungceylon Mall untuk makan malam. Seperti biasa makan burger saja supaya cepat dan hemat. Maklumlah namanya juga backpacker, harus ngirit. Sempat mengeksplore mall ini dan menemukan fakta kalau harga Crocs lebih murah. Hanya sekitar 300 ribuan untuk sepatu yang di sini bisa sekitar 750 ribu. Hampir saja tergoda untuk membeli, untung berhasil ditahan. Walaupun bisa pakai credit card tapi kalo nanti kursnya mahal kan bisa gigit jari. Setelah dari mall, kami membeli oleh-oleh di pasar sebelah Jungceylon karena memiliki barang yang lebih beragam dibanding di Mall dan setelah puas belanja, saya dan Fita jalan kaki kembali ke hotel sedangkan adik saya menonton pertunjukan Thai Boxing dengan temannya. Adik saya tertarik untuk melihat thai boxing, selain karena dia harus pulang duluan dan tidak sempat ikut kami ke Pha Nga Island, ditambah karena iklannya memang atraktif sekali. Mereka berkeliling sepanjang jalan Patong Area dengan menggunakan mobil di mana pada bagian atasnya telah dimodifikasi menjadi seperti ring tinju dan ada dua orang berperan senagai para petarung tinju. Satu orang memegang sansak kecil dan yang lain memukul-mukulnya sehingga menimbulkan suara yang keras. Ditambah iklan woro-woro dengan memakai toa yang super kencang, “Come dan see, Thai boxing at Bangla Stadium….
Sementara adik saya melihat Thai Boxing, kami harus menyimpan tenaga untuk besok yang masih ikutan tour lagi ke Pha Nga Beach. Order melalui travelnya si Byu, dengan harga 1200 baht.

bersambung... day 4

Monday 26 April 2010

Trip to Phuket - Day 1




Setelah menunggu selama 6 bulan akhirnya tibalah saat yang ditunggu-tunggu, my first trip to Thailand dengan tujuan Phuket. Seiring dengan dibukanya jalur penerbangan langsung dar i Jakarta – Phuket dengan maskapai Air Asia, promosi harga murahpun diberlakukan, apalagi jika membeli dengan kartu kredit HSBC- Air Asia. So, kesempatan emas ini tidak dilewatkan oleh adik saya. Rencana awal pergi ber 4 tetapi karena jadwal beli dan terbang yang lumayan lama, akhirnya yang jadi berangkat hanya 3 orang. Awalnya, adik saya juga nyaris batal berangkat karena ada urusan kerjaan yang tidak bisa ditinggal tetapi akhirnya bisa diakali, pulang lebih awal dengan membeli tiket dengan harga normal. Rugi sih, tapi beginilah resikonya jika memesan tiket jauh lebih awal apalagi jaraknya sekitar 6 bulan, banyak hal bisa terjadi.

Sebulan sebelum keberangkatan, adik saya, Vany, mulai sibuk browsing untuk mencari informasi mengenai Phuket. Sesekali saya membantu mencarikan informasi tetapi yang menyusun itinerary semuanya adalah dia bersama temannya. Karena dari awal status saya hanya diajak. Katanya, saya nggak boleh protes. Apalagi ini trip saya pertama ke luar negeri. Jadi ya sutralah… hehe.

Untuk paspor saya membuatnya dengan menggunakan jasa travel agen. Kebetulan sekalian memperpanjang paspor suami yang sudah habis dan membuat paspor untuk anak saya. Travel agennya berada di Jakarta Barat sehingga pembuatan paspor dilakukan di kantor Imigrasi Jakarta Barat yang terletak di kompleks museum Fatahilah, Jakarta Kota. Pengurusannya cukup praktis, foto copy dokumen yang diperlukan cukup dikirimkan melalui pos, lalu diberikan jadwal untuk foto dan wawancara 4 hari setelah dokumen diterima dan sekitar 8 hari kerja kemudian paspor sudah bisa diambil. Harga yang diberikan adalah Rp. 500 ribu untuk paspor dewasa dan Rp. 700 ribu untuk paspor anak-anak. Kalau harga normal dengan melalui proses mengisi formulir dan lain-lain kalau tidak salah sekitar Rp. 275 ribu. Tetapi bagi saya yang harus kerja sepertinya cukup membuang waktu jadi terpaksa membayar lebih mahal untuk sedikit lebih praktis.

Setelah urusan paspor selesai, urusan penukaran uang jangan sampai dilupakan. Menurut rekomendasi teman, money changer yang ratenya bagus adalah di Blok M Plaza lantai 2 depan lift, maaf namanya lupa. Saya menelfon untuk menanyaka rate baht dan ternyata sebesar Rp 290 untuk 1 baht. Teman kantor mengusulkan untuk menanyakan ke Ayumas Gunung Agung yang lebih dekat dari kantor dan ternyata ratenya sama. Jadilah saya menukarkan ke sana, tetapi sayangnya mereka hanya memiliki pecahan besar 1000 baht, untuk pecahan kecil tidak ada. Tapi saya tetap menukar di sana, sedangkan Vany menukar ke money changer di blok M Plaza dan mendapatkan pecahan-pecahan kecil, 100 dan 200 serta 500 baht.

Untuk penginapan, sudah booking melalui online di SOM Guest House di daerah Patong beach dengan rate sebesar 700 baht semalam untuk kamar dengan 3 bed. Fasilitas ac, kamar mandi dengan shower air panas, kulkas dan TV layar lebar. Vany hanya memesan 2 malam dengan asumsi bisa dengan mudah perpanjang karena kami mempunyai rencana pindah hotel.
Akhirnya hari H pun tiba, sebenarnya kondisi saya kurang fit, masih sering batuk, tetapi the show must go on. Jadwal keberangkatan pesawat adalah 11.20. Taxi ke Bandara berangkat pukul 9 supaya masih banyak waktu untuk makan dan tidak terburu-buru, tetapi ternyata semua bisa berubah.
Sekitar jam 9.30, perjalanan menuju bandara lancar dan taxi langsung ke terminal 3 dengan asumsi penerbangan ke luar negeri dengan Air Asia dari terminal 3 yang khusus Air Asia. Dan ternyata ketika kami akan masuk petugasnya memberi tahu kalau ternyata penerbangan Air Asia ke Phuket tetap dari terminal 2D khusus keberangkatan ke luar negeri. Walah, gimana sih infonya… dengan menumpang bis bandara kami bergegas ke terminal 2 D dan langsung check in, tanpa bagasi untuk menghemat waktu di bandara Phuket, tidak perlu antri lagi. Setelah itu kami makan di AW hingga sekitar pukul 10.30.

Kesalahan kedua terjadi, kami tidak memprediksi bahwa antrian di imigrasi akan panjang karena banyaknya orang yang akan umroh. Jadi, setelah mendapat bukti bebas fiskal, kamu segera antri imigrasi yang panjang banget penuh dengan orang-orang akan umroh dari berbagai macam tour. Yang membuat saya makin BT petugas imigrasinya terlihat lambat sekali, sehingga membuat saya bertambah cemas. Nggak lucu dong, gagal ke Phuket gara-gara ketinggalan pesawat dengan alasan konyol karena terhambat antrian imigrasi. Yang ada saya ngomel panjang lebar ke adik saya yang sudah sering bepergian ke luar negeri sebelumnya, tidak memprediksi antrian imigrasi yang lama. Mungkin sewaktu adik saya pergi sebelumnya, tidak bersamaan dengan waktu umroh sehingga antrian tidak sepanjang ini. Yang menyebalkan, sewaktu sedang cemas menunggu antrian, sempat-sempatnya ada petugas dari sebuah travel umroh yang menawarkan untuk mendapatkan fasilitas imigrasi cepat tetapi dengan membayar Rp. 300 ribu. Buset deh, mbak.. yang bener aja .. Beruntung, saat itu ada petugas dari Air Asia sehingga saya bisa pesan untuk ditunggu karena masih antri imigrasi.

Bayangkan, waktu keberangkatan sudah tinggal 15 menit lagi ketika akhirnya petugas imigrasi bertampang jutek, yang sepertinya sengaja berlama-lama, selesai mencap paspor saya. Itupun saya masih harus lari-lari karena jarak imigrasi dan terminal 4D jauh sekali ditambah masih ada pemeriksaan petugas terhadap barang bawaan. Di sini botol dengan cairan sebanyak lebih dari 100 ml sudah pasti tidak akan lolos, pengecualian, ternyata cairan softlens saya diperbolehkan.

Akhirnya, lega banget rasanya bisa duduk di kursi pesawat setelah harus dobel sport jantung karena stress takut ketinggalan pesawat dan lari-lari menuju terminal. Pesawat segera berangkat tidak lama setelah kami duduk, kondisi pesawat hanya terisi setengahnya memungkinkan penumpang untuk pindah menempati kursi-kursi kosong di deretan belakang. Lumayan bisa lebih leluasa selonjoran. Perjalanan Jakarta – Phuket ditempuh selama sekitar 3 jam dan tidak ada perbedaan waktu. Pengumuman diberikan dalam bahasa Thai dan bahasa Inggris logat Thai sehingga agak kurang jelas.

Sampai di Phuket , antrian imigrasi lancar, petugasnya dengan ramah sedikit bertanya mengenai lama tinggal dan kota tempat tempat tinggal saya di Indonesia. Beda banget dengan petugas imigrasi jutek di bandara sana. *keluh*

Di depan bandara kami diserbu oleh supir-supir taxi yang menawarkan jasa antar ke tempat tujuan turis. Rata-rata menawarkan harga sekitar 600 baht menuju hotel kami di Patong area. Entah bagaimana, akhirnya kami memilih supir taxi yang bernama Saichon dengan taxi vios matiknya yang berwarna abu-abu, penuh dengan bekas-bekas cat sisa acara Songkran Festival hari sebelumnya. Pak sopirnya tidak terlalu lancar berbahasa Inggris, membuat agak sulit berkomunikasi dan bikin frustasi karena banyak yang hendak ditanyakan tetapi yang bersangkutan tidak mengerti.

Sayang sekali ketika kami datang acara Songkran Festival sudah selesai dan tanggal 14 April, ketika kami datang, adalah hari Libur di sana. Festival Songkran merupakan hari perayaan nasional untuk menyambut Tahun Baru Thai. Dan acara saling siram menyiram air merupakan tradisi di masyarakat, sehingga bisa dibayangkan suasana meriah yang terjadi akibat perayaan tersebut. Sayang sekali we missed that moment. Karena justru setelah tanggal tersebut tiketnya berharga murah.

Perjalanan ke daerah patong area melalui jalan raya beraspal mulus. Udara panas sekali siang itu, sepertinya lebih kering dari pada Jakarta. Semua billboard dan tanda penunjuk memakai aksara Thai sehingga sulit dimengerti. Suasana kota, deretan rumah penduduk dan ruko-ruko di sepanjang jalan tidak terlalu jauh berbeda dengan Jakarta dan kota-kota lain di Pulau Jawa.
Tiba-tiba, di tengah jalan, supir taxi berhenti di suatu tempat yang ternyata adalah sebuah travel. Hmm..saya mulai mencium gelagat tidak beres. Saya pernah membaca, sudah hal yang biasa di Thai apabila supir taxi bekerja sama dengan travel atau toko tertentu untuk mendapat komisi .

Ketika kami masuk ke dalam ruangan kantor travel tersebut, disambut oleh seorang wanita, yang setelah basa-basi menanyakan asal kami, langsung menawarkan beberapa paket tour, diantaranya ke Phiphi Island dan James Bond Island. Harga yang ditawarkan lumayan mahal, kata adik saya sebesar 3000 baht, dimana harga normal sekitar 1100 – 1500 tergantung fasilitas yang diberikan. Akhirnya setelah pembicaraan yang lumayan lama, kami berhasil menghindar dari paksaan untuk mengikuti paket tour yang ditawarkan. Bayangkan saja, bagaimana tidak mencurigakan kalau kami harus membayar paket tour pada saat itu juga, tidak diberi kesempatan untuk berpikir dan mereka tidak bersedia memberikan nomor telepon yang bisa dihubungi. Untungnya pak supir taxinya baik, masih bersedia melanjutkan perjalanan mengantar kami ke hotel walau kami tidak jadi mengambil paket tour di travel tersebut.

SOM Guest House terletak dekat Patong Beach, pemiliknya adalah orang Korea. Mirip-mirip daerah kuta di Bali, jadi hampir semuanya berisi penginapan untuk turis mancanegara. Tidak terlalu jauh pula dari Bangla Road, tempat hiburan malam yang paling terkenal di Phuket. Semuanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki dari hotel. Jadi lumayan irit kalau hendak berjalan-jalan. Tempat makan juga tidak susah, banyak supermarket Seven Eleven dan Family Mart. Dekat situ juga ada tenda yang menjual seafood, yang baru buka menjelang malam, persis di Benhil deket rumah.
Sayang pemesanan kamar untuk 3 orang melalui online hanya untuk dua malam, dan malam setelahnya ternyata sudah ada yang booking, so, we have move ke guest house sebelahnya dengan ukuran kamar yang lebih kecil dan harus membayar 200 baht lebih mahal karena tidak melalui pemesanan online.Jadi lebih baik pesan langsung sekaligus melalui online supaya mendapat harga lebih murah.

Kamarnya cukup bagus untuk harga 700 baht (sekitar Rp. 210 ribu, 1 baht sekitar Rp. 300,-). Bed ukuran single 3 buah dengan ac, shower air panas, dan kulkas serta lemari dan TV layar datar 17 inchi. Sayang acnya agak panas, mungkin karena suhu udara di luar yang memang panas banget dan kering. Sambil beristirahat kami membicarakan rencana trip selanjutnya.
Sore hari, mulai mencari informasi mengenai paket tour ke Phiphi Island, di SOM Guest House juga ada paket tour yang ditawarkan, tetapi harganya lumayan sebesar 1500 baht. Menurut info ada paket yang seharga 1100 baht. Mungkin yang 1500 baht itu paket yang lebih eksklusif. Kami memutuskan hendak mencari paket lain yang lebih murah dimana di sepanjang jalan ke pantai Patong, banyak sekali booth kecil di pinggir jalan yang menawarkan paket-paket tour. Selain ke Phiphi Island, ada paket tour ke Pha Nga Island alias James Bond Island. Paket city tour dengan kunjungan city tour sekitar Phuket, seperti air terjun, rafting, elephant trekking, agrowisata, semuanya hampir sama dengan yang ada di Indonesia. Serta pantai-pantai lain selain Patong, seperti Pantai Kamala, Kata, Karon dan lain-lain.

Hampir jam 18.30 malam ketika matahari tenggelan di pantai Patong. Pantainya mirip dengan pantai Kuta tetapi relative lebih bersih. Yang menyebalkan, banyak anjing yang berkeliaran menyebabkan adik saya dan temannya ketakutan. Sebenarnya saya juga takut anjing, tapi masih bisa-lah jaim sedikit. Sambil menikmati makanan kecil yang dijual di gerobak pedagang yang mangkal di area sekitar pantai, kami menikmati suasana pantai sore hari. Makanan yang dijual adalah bermacam-macam satai, ada daging ayam, hati ayam, daging sapi, sosis, dan lain-lain yang semuanya sudah berbumbu, kita hanya tinggal memilih jenis yang disuka dan setelah dipanggang tinggal disantap. Harga per tusuk 20 baht.

Ada juga abang yang membawa pikulan berisi cumi kering yang digantung serta telur ayam. Sampai sekarang masih penasaran makanan apa yang dijual bapak itu, tapi untuk bertanya sepertinya percuma karena pasti dia tidak bisa menjelaskannya dalam bahasa Inggris, so dari pada frustasi lebih baik nggak usah nanya deh. Waktu ada orang yang beli, cumi dan telur itu digabung jadi satu di kantung plastik. Masih penasaran nih, apa ya jualan orang itu. Mau beli takut rasanya aneh, nanti malah sakit perut.
Dari pantai kami berjalan kaki dengan sambil mencari makan dengan tujuan akhir Junceylon Mall. Dan di jalan inilah kami mendapatkan paket dengan harga lumayan murah untuk besoknya ke Phiphi Island. Sebesar 1100 baht dengan fasilitas antar jemput ke hotel, tour guide, alat snorkeling dan makan siang. Siplah. Untuk paket ke Phanga Island ditawarkan 1200 baht. Penjaga booth ini seorang anak muda bernama Byu, yang ramah dan sangat informatif. Dia memberikan informasi, bahwa hampir semua travel yang mengelola paket ke Phiphi Island memberi harga 1000 baht, jadi setelah sampai di agen kecil seperti yang dikelola Byu ini harga bisa berubah tergantung margin keuntungan yang ingin didapat.

Makan malam akhirnya di pilih di resto di pinggir pantai dengan makanan ala thai. Pemiliknya anak muda keturunan china-thai dengan ramah mengajak kami ngobrol. Makanan yang dipesan sup tom yam gung (udah pasti), thai fried rice dan pad thai. Yang paling enak tom yum-nya, rasa pedas dan asamnya benar-benar menggigit, rempah-rempahnya terasa sekali. Padahal kami sudah memilih tingkat kepedasan yang medium. Pad Thai nya memakai mie seperti soun tetapi rasanya standard.
Sempet mampir di mini market Seven Eleven yang banyak sekali di sana, menurut informasi ada sekitar 5000 minimarket Seven Eleven di seluruh Thailand. Mungkin seperti Indomaret di Indonesia. Tetapi di sana memang Seven Eleven yang mendominasi dan buka 24 jam. Kalau sedang ingin makan murah meriah kami makan burger di sini hanya 20 baht, sandwich isi tuna 10 baht, roti isi coklat hanya 6 baht. Pilihan minumannya, self service, tinggal masukkan es batu tinggal pilih cappuccino, thai ice tea atau yang lain. Selama di sini saya keranjingan thai ice tea, hampir setiap hari saya mampir di seven eleven atau Family Mart (minimarket yang lain) untuk membelinya. Harganya 14 baht ukuran kecil, bahkan terakhir ada harga khusus 15 baht ukuran medium. Sedapppp!!

Catatan : saat ini sudah ada beberapa Seven Eleven yang membuka gerainya di Jakarta, menyediakan makanan self service seperti hot dog serta disediakan tempat buat duduk-duduk, menyasar segmen anak muda Jakarta yang suka ngumpul.
Jalan kaki menuju mall Junceylon melewati kawasan Bangla Road yang terkenal dengan bar-bar dan kehidupan malam Thai. Dimana banyak turis asing bersama dengan gadis-gadis Thai yang nggak jelas, apakah itu perempuan asli atau lady boy. Tetapi kami merasa aman-aman saja jalan di sana. Seseruan foto-foto dan menikmati suasana malam. Jalan kaki di sana sampai malampun tidak terasa khawatir.
JUNGCEYLON MALL, mall dekat Pantai Patong, lumayan besar bertingkat 3. Di sini terdapat resto-resto cepat saji seperti Mc Donald dan Burger King serta Swensens dan hypermart Careffour. Di lantai dasar terdapat tempat jualan cindera mata khas Thailand dengan harga yang bisa ditawar dengan kualitas yang lumayan baik. Menjelang jam 10 malam, ada booth DJ di halaman mall dan banyak anak muda yang ber break dance ria di sini.
Pulangnya, karena capek, kami memutuskan mencarter tuk-tuk seharga 200 baht. Tuk-tuk ini mirip angkot di indo. Besok-besoknya karena persediaan uang yang makin menipis kami akhirnya berjalan kaki saja apabila pulang dari mall yang ternyata tidak terlalu jauh

Bersambung yaa... ke Day 2.

Trip to Phuket - Day 2




Hari ke 2 : Phuket Town - Sino Portuegese - kuil Wat Chalong - The Big Budha - Elephant Trekking - Simon Kabaret Show.

Hari kedua di Phuket. Acaranya City Tour di Phuket Town. Jarak antara guest house kami dengan Phuket Town sekitar 30 menit, melalui jalan aspal mulus yang kadang berbukit. Mirip dengan jalan trans yang menghubungkan Balikpapan – Samarinda. Kiri kanan jalan agak tandus, perbukitan hijau hanya tampak di kejauhan.

Kami memutuskan menyewa jasa supir taksi yang membawa kami dari bandara ke hotel kemarin, Mr Saichon, karena harga yang ditawarkan kami sebesar 1200 baht seharian, dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore, disetujui olehnya, ini sudah termasuk bensin. Kalau dikurs ke rupiah sekitar Rp. 360.000,- saja, cukup murah. Padahal kalau kami lihat 1 liter bensin di sana sekitar Rp. 10.000,- (sudah mencari info di tempat penyewaan mobil rata-rata 1200 hanya sekitar 4 jam, jadi dengan Mr Saichon ini lebih murah, dan kami sudah kenal sebelumnya.) Tempat mana saja yang didatangi kami yang menentukan.

Mr Saichon ini cara nyupirnya agak preman, sebenarnya kami lumayan was-was, tapi melihat beliau tampak lihai juga ya kami hanya pasrah saja. Beliau hanya mengerti sedikit Bahasa Inggris dan salah satunya adalah Oh My God dan no good, jadi kalau kami protes dengan cara menyupirnya, tinggal bilang Oh My God, Mr Saichon, it’s no good…

Tempat pertama adalah Sino Portuegese, di Jalan Thalong Road, daerah old town di Phuket tempat berdirinya bangunan-bangunan lama, seperti daerah kota tua di Jakarta. Bangunan-bangunan dengan arsitektur lama masih terlihat cantik dan kokoh. Di sini kami menemukan sebuah rumah makan kecil yang menjual makanan Malaysia, Roti cane dan teh tarik. Wah, lumayan banget buat sarapan. Sarapan yang kedua setelah tadi di hotel cuma makan roti yang dibeli di seven eleven. Pemiliknya, sang juru masak adalah lelaki keturunan thai yang beristrikan orang Malaysia. Dan ketika tahu kami dari Indonesia, wah langsung mereka heboh mengajak kami ngobrol dengan bahasa melayu. Roti cane satu porsi 20 baht dengan kari daging 40 baht serta ice the tarik 10 baht, ditambah roti cane dengan pisang dengan kucuran susu kental manis, hmm.. nikmat.

Tujuan berikutnya adalah Phuket Buttefly Garden and Insect World. Di sini kami hanya foto-foto di depan museumnya karena tempatnya terlihat terlalu biasa. Dengan tiket masuknya yang lumayan, sekitar 300 baht, kami merasa sayang kalau isinya tidak terlalu menarik. Di sini kami hanya berfoto di depan gambar Long Live King, alias Raja Thailand yang ukurannya gede banget. Padahal kami sudah disambut dengan minuman selamat datang eh ternyata nggak jadi masuk. Sebagai gantinya, adik saya melihat-lihat toko souvenirnya dan membeli beberapa kartu pos.

Setelah batal ke museum akhirnya kami diajak oleh Mr Saichon ke tempat penjualan kaos dengan harga grosir. Selain kami banyak juga wisatawan yang datang berombongan, sepertinya sudah ada kerja sama seperti biasa.

Setelah dari toko kaos itu, yang entah apa namanya dan dimana letaknya, kami menuju ke cashew nut factory, namanya yang tertera di depan bangunan adalah Sri Bhurapa Orchid. Di depan bangunan terdapat patung jambu mede berwarna merah dan di dalam bangunan terdapat toko yang menjual bermacam-macam penganan dari kacang mede. Kalau hanya kacang berbumbu macam-macam tidak aneh, tapi ini ada minuman dari kacang mede. Rasanya aneh, air rasa kacang. Di sini juga terdapat mesin yang digunakan untuk mengupas kacang mede dari kulitnya. Selain kacang mede dijual juga aneka penganan lainnya, jadi bisa dibilang toko oleh-oleh.

Selanjutnya, kami menuju ke Wat Chalong. Ini adalah kuil terbesar di Phuket yang dibangun untuk menghormati dua biksu agung Luang Pho Chaem dan Luang Pho Chuang yang terkenal atas ramuan obat herbalnya dan jiwa sosialnya yang sangat tinggi. Saat terjadi pemberontakan di tahun 1876, mereka merawat korban dari kedua belah pihak, dan turut mendamaikan kedua pihak yang berperang sampai akhirnya berdamai. Kuil ini terdiri dari beberapa bangunan yang megah.Dengan atap berwarna merah dan ornament berwarna emas. Kami tidak masuk ke semua bangunan kuil, hanya ke kuil yang paling tinggi di belakang dimana kita bisa naik sampai ke lantai paling atas dan bisa melihat pemandangan sekitar kuil. Mungkin memang tradisi, ada seorang petugas yang menyalakan petasan kira-kira setiap sekitar 15 menit sekali. BT banget, bikin kaget aja… Banyak orang selain wisatawan yang datang untuk berdoa, sehingga kuil penuh sekali.

Berikut kami lanjut lagi ke patung Big Budha dengan nama thainya: Phra Puttamingmongkol Akenakkiri Buddha. Dari Wat Chalong hanya ,membutuhkan waktu sekitar 15 menit dengan melalui jalan yang menanjak karena letaknya di atas bukit. Sewaktu kami datang patung masih dalam pembangunan dengan pengumuman baru selesai pada bulan Desember. Sebenarnya bisa mendaki sampai ke atas agar bisa melihat dari dekat, tetapi karena udara panassss sekali siang itu, kami tidak ada yang berminat. Lebih baik minum thai ice tea sambil foto-foto. Ada upacara keagamaan yang dilaksanakan di sini, mereka khusuk bermeditasi.

Sebelum menuju lokasi wisata berikut kami singgah untuk makan siang di salah satu rumah makan di tepi jalan. Sayang nama rumah makannya lupa. Yang pasti pemandangan di kejauan adalah birunya pantai Kata. Rumah makan di sini bersih sekali, begitupun dengan toiletnya. Makanan yang kami pesan adalah nasi goreng, mie goreng dan Pad Thai. Minumnya kali ini saya memesan juice nanas, no more thai ice tea, tadi kan udah. Bisa-bisa mabok thai ice tea.
Mr Saichon, supir kami, menolak ketika diajak makan siang bersama dengan dalih sudah makan ketika di kuil tadi. Dia hanya menerima traktiran minum cola, dan duduk bersama kami walau tidak bisa diajak mengobrol. Nanya dia tadi siang makan apa aja, susah banget.. hehe..
Di sini kami berkenalan dengan cowok Spanyol keren bernama Raul yang berwisata sendirian. Dia datang ke Thailand setelah berlibur ke India selama 2 minggu. Dan doi belum pernah ke Bali. Sayang sekali. Dia bercerita kalau lebih banyak tawaran tiket murah dari maskapai Negara Thailand, sehingga lebih banyak wisatawan yang memilih untuk melakukan perjalanan wisata ke Phuket. Satu lagi kebijakan Thailand mengenai pariwisata yang patut diacungi jempol.

Setelah makan siang dan puas ngobrol dengan Raul, kami melanjutkan perjalanan menuju Elephant Trekking. Dari semua lokasi wisata, sebenarnya saya kurang berminat ke sini. Bayangkan saja, there are a lot of elephants at Taman safari, dan adik saya mau naik gajah di Phuket. Yah, tapi setidaknya ini gajah Thailand. ok-lah kalau begitu, mau bagaimana lagi. Dan dilihat dari foto-foto lokasinya juga biasa saja sih, serta harganya 800 baht untuk 30 menit. Sayang sekali sebenarnya, tetapi adik saya yang keras kepala tetap nekat mencoba, jadi saya dan Fita (teman adik saya) duduk menunggu sang tuan putri berkeliling naik gajah.

Sebelum pulang menuju penginapan, kami mampir ke booth travelnya Byu lagi, untuk kepastian booking tour ke phiphi island besok.

Malamnya, kami dijemput tepat jam 6.30 untuk menonton pertujukan Simon Kabaret. Show para lady boy yang cantik-cantik dengan kostum mewah berganti-ganti sesuai dengan lagu yang dibawakan. Gaya mereka sangat lemah gemulai tidak kalah dengan wanita. Dekorasi panggung juga sangat mewah dan koreografinya juga menarik. Mereka menyanyikan lagu secara lip sinc tapi tetap menghibur dan tidak membosankan. Ada satu lagu yang ternyata sangat terkenal di sana karena beberapa kali mendengarnya diputar. Ternyata itu adalah lagu korea dengan judul Nobody But You, penyanyinya wonder girl. Sewaktu dibawakan oleh para lady boy itu gayanya centil sekali. Setelah acara selesai, kita bisa foto bersama dengan para lady boy itu, tetapi tidak gratis harus membayar 100 baht, kecuali apabila kita hendak mengambil fotonya dari jauh saja tidak apa-apa. Setelah dekat barulah kelihatan aslinya mereka, tetap aja sangar bo’.

Harga Tiket Simon Kabaret, kami pesan di SOM Guest House dengan harga 700 baht kelas VIP. Setelahnya baru cek ke travel lain ada seharga 600 baht VIP juga. Kebetulan kami barengan dengan 2 orang turis dari Jakarta, yang ternyata sama-sama menginap di SOM, dapat tiket 600 baht tapi di balkon. Jadi mesti cek harga dahulu di beberapa tempat. Lebih seru nonton dari VIP karena lebih jelas. Begitu sampai kami harus menukar voucher dahulu dengan karcis yang ada nomor tempat duduk.
Untuk Show sejenis selain Simon Kabaret ada Phuket Fantasea, harga tiketnya lebih mahal 1200 baht. Kalau tidak salah pertunjukan Phuket Fantasea ini ada atraksi gajahnya, jadi mungkin mirip dengan atraksi sirkus. Dan ada tari-tarian juga serta dekorasi yang lebih atraktif. Tapi nggak tau juga penarinya lady boy atau bukan, secara kalau di panggung kan keliatan sama aja. Di Simon Kabaret aja kita taunya itu lady boy karena memang sudah tau, kalau nggak ya nggak keliatan. Tapi dari lekuk tubuhnya keliatan kok, hampir lurus, gak ada pinggulnya… hehehe…
Oiya, info lagi : kalau diperhatikan di Phuket banyak sekali rumah sakit dan termasuk rumah sakit besar bukan model rumah sakit daerah dan bangunannya lumayan mewah. Padahal kalau diperhatikan Phuket termasuk kecil. Becandaan kami, Jangan-jangan, karena banyak dipakai untuk operasi para lady boy itu…

Malamnya, sudah tidak ada ide makan di mana, akhirnya memilih makan di Mc Donald saja. Kasirnya memakai jilbab dengan nama khas melayu, langsung saja saya Tanya, cakap malaykah? Begitu dijawab iya. Langsung deh kami semua order dengan memakai bahasa Indonesia. Hehe… ternyata si mbak itu sudah 5 tahun kerja di Phuket merantau dari Malaysia. Harga makanannya cenderung lebih murah dari Mc D di Indonesia. Tetapi kekurangannya pada sambal. Saos sambalnya encer seperti ditambah kanji dan rasanya tidak pedas sama sekali. Untuk chichen nugget ada saos barbequenya.
Pulangnya jalan kaki lagi deh… melewati Bangla Road yang selalu ramai dan meriah… senangnya liburan..


Alamat :
SOM Guest House
52/14,RAT-U-THIT RD.,PATONG,
Kathu, Phuket/83150, Phuket
Standard IDR145929.20
http://www.hostelworld.com/availability.php/Som-Guesthouse/Phuket/23561

Tempat beli paket tour :
Orathai Travel
Loma Beach Patong
Infront of Patong Smile Dental Clinic



Wednesday 21 April 2010

One Day @Bandung -Part 2




Akhirnya jadi juga acara jalan-jalan ke Bandung, hari Rabu tanggal 7 April 2010. Sempet ditunda beberapa kali karena Finka ada acara dan terakhir doi sakit pinggang pula, tapi akhirnya semua ok pada tanggal yang ditetapkan. Henny sudah ambil cuti dan saya juga cuti dadakan. Sebenernya sudah ada tanda-tanda mau kena flu, tapi kalau ditunda lagi, bisa-bisa nggak jadi deh.
Pool keberangkatan di pondok indah, setelah mengantar Maura ke sekolahnya, kemudi beralih, karena Finka masih sakit pinggang kalo nyetir lama-lama. Penyesuaian mengemudi dengan menggunakan transmisi otomatik berjalan mulus dan mobil langsung diarahkan menuju Bandung melalui tol JORR. Karena hari biasa dan lewat tol JORR tidak terlalu macet dibandingkan lewat tol cawang, so mobil bisa dimaksimalkan sampai kecepatan 120, pokoknya minimal 80, sampe yang punya mobil stress berat di bangku belakang. Sempat hampir salah jalan, mau bablas ke arah Cirebon, untung masih bisa motong ke arah kiri walau bikin mobil lain BT, salah satunya travel Cipaganti. Hehe, Maap..maap…pak.. *sambil kasih senyum manis*
Ini pertama kalinya saya nyetir Jakarta - Bandung lewat tol, sebelumnya pernah juga ke Bandung sama Finka, tapi naik travel dan sesampainya di Bandung kita sewa mobil.
Total perjalanan Jakarta-Bandung kali ini hanya 1,5 jam saja, dan sekitar jam 10.00 sudah masuk tol Pasteur. Hore…akhirnya bisa istirahat karena kalau di dalam kota Bandung, Finka yang bertugas menyetir. Doi udah khatam jalan-jalan di Bandung secara udah beberapa tahun tinggal di sana.
Setelah berdiskusi mengenai tujuan awal tempat makan, akhirnya kita memutuskan makan di Lo Mie, Jl. Imam Bonjol . Selain Lo Mie, di sini ada beberapa gerobak makanan yang berjualan, seperti batagor dan es sekoteng Bungsu. Tapi yang kami pesan hanya Lo Mie dan es Sekoteng, satu porsi untuk rame-rame karena bakal masih banyak lagi tempat makan yang mau didatengin jadi harus atur isi perut supaya nggak kepenuhan.
Lo Mie ini memakai jenis mie yang besar dan kuahnya agak kental dan manis, topingnya daging ayam cincang, sawi yang generous, beserta pangsit rebus dan bakso. Hmm..yummy… Dengan dessert es sekoteng Bungsu, mantap banget sarapan kali ini.
Setelah Lo Mie, mampir ke RM Angkasa dengan menu yang terkenal di sini adalah Gado-gadonya, tetapi karena masih kenyang, kita hanya pesan asinannya saja. Lagi nggak selera makan asinan, jadi skip aja nggak nyobain.
Lanjuut… next stop berikutnya, kali ini request dariku, yaitu ke Roemah Kopi, di Jl Terusan Ranca Kendal. Di sepanjang jalan ini banyak terdapat kafe di mulai dari Wale alias Warung Lela yang ngetop dengan mie ayamnya di ujung dan masih ada beberapa kafe lain. Semuanya menjual view ke arah perbukitan dago pakar.
Interior Café Roemah Kopi bergaya rumahan yang penuh dengan pernak pernik jaman dulu. Terdapat teras-teras dengan kursi kayu atau kalau datang berombongan bisa memilih tempat lesehan yang nyaman dengan bantal-bantal. Pemandangan di belakang kafe adalah perbukitan Dago Pakar, sayang, terlihat juga pemandangan genting-genting rumah penduduk, jadi agak kurang menarik.
Menu yang ditawarkan, serba –serbi kopi sesuai nama cafenya, kalau nggak salah saya pesen minuman kopi bernama Havana, yang berupa campuran kopi dengan es krim vanilla dan caramel. Kalau Finka pesen ice chocholate. Untuk jenis makanannya nggak sempet memperhatikan, karena niatnya emang cuma ngupi-ngupi.
Di sini, mbak Janti salah satu teman dari milis Jalansutra yang bertempat tinggal di Bandung datang menyusul dengan membawa lemper Purnama yang sedang kondang itu. Lempernya dibungkus cantik di dalam wadah karton dan ada 3 rasa, original, ayam dan tuna. Satu bungkus isi 6 buah, masing-masing rasa 2 buah. Yang tuna rasanya pedas, tetapi isian yang lain –ayam, cenderung manis. Jadi memang tergantung selera, untuk yang nggak suka manis sepertinya bakal kurang cocok. Lempernya sendiri pulen dan empuk dan menurut info tidak cepat basi. Tempat jualannya adalah di Jl. Dipati Ukur No. 53, Citi Trans Pool.
Kami mengobrol akrab dan saling bertukar cerita. Mbak Janti bercerita tentang Villanya yang baru selesai dibangun di daerah Dago atas dengan nama Villa Putih jadi dalam rangka sekalian meninjau villa jadi bisa mampir. Terima kasih banyak mbak, atas lempernya. Jadi kesampean deh mencicipi lemper Purnama.
Setelah puas ngopi-ngopi, lanjut lagi untuk makan siang ke RM Ibu Haji Ciganea, Jl. Merak, belakang Telkom. Kalo di sini mah kesenangannya Finka, karena sekalian mau beli untuk di bawa pulang. Makan siang dengan menu ayam goreng yang gurih serta lalapan dan sambal khasnya yang pedas, olala.. enak bener deh. Di dinding resto banyak sekalin komen dari para selebriti yang pernah makan di sini, jadi sambil makan bisa sambil baca-komen-komennya. Oh iya, sekarang namanya sudah berubah dari RM Ibu Haji Ciganea menjadi RM Ibu Haji Cijantung Purwakarta. Dari info yang didapat di Detikfood, info dari karyawannya juga, perubahan ini karena ada pertikaian antara anak-anak bu Haji. Walah..kok jadi gitu ya. Tapi mudah-mudahan rumah makan ini tetap eksis karena memang sudah ada cabangnya di mana-mana.
Selesai makan siang, masih sekitar jam 2, tujuan berikutnya adalah Hansen, café kecil yang nyaman di Jl Cibeunying. Mau nyobain cinnamon rollsnya, selain itu ada carrot cake dan beberapa cake lainnya. Cafenya kecil tapi nyaman, asyik buat ngobrol-ngobrol sama temen. Tetapi Cinnamon Rollnya kurang memenuhi selera, masih lebih enak yang di Plaza Senayan, Sint Cinnamon. Kalau Carrot Cakenya lumayan enak. Lembut.
Oh iya, sebelumnya mampir dulu di tukang jual awug di pinggir jalan Cisangkuy. Awug adalah makanan tradisional khas Sunda, yang terbuat dari tepung beras, gula merah dengan taburan kelapa parut. Dibuat bentuk kerucut besar yang diletakkan di atas daun pisang, penjualnya seorang ibu setengah baya tinggal memotong-motongnya sesuai pesanan. Untuk kotak ukuran kecil harganya Rp. 6000,- yang sedang Rp. 10.000. Karena manisnya gula merah awugnya sampai dikelilingi lebah. Ini karena ibu penjualnya yang bilang, itu bukan lalat ya, neng, itu lebah karena gula merahnya. Iya deh, bu. Di sini sempet-sempetnya foto-foto, membuat orang-orang di mobil yang lewat melihat kita, berasa artis deh… hehe..
Setelah kenyang makan roti dan cake di Hansen, lanjut lagi dengan tujuan selanjutnya, membeli oleh-oleh di batagor Kingsley dan Kartika Sari, Jalan Dago yang segala aya jadi tinggal pilih, mau brownies, mollen, cheese stick, kue basah dan aneka camilan kering. Tempatnya juga udah lebih besar, dua lantai, dilengkapi dengan beberapa gerai makanan. Biarpun hari biasa, tempat ini selalu penuh. Sekalian juga mampir ke Evieta Klappertart di salah satu FO.
Karena hari sudah sore dan hujan rintik-rintik mulai turun kami memutuskan untuk mengakhiri one day trip ke Bandung , karena masih akan singgah di Somay Tulen di peristirahatan tol Cipularang. Kali ini request dari Henny yang penasaran sama Somay Tulen setelah dibawakan temannya. Seperti apa sih penampakannya? Hmm.. ternyata ya hanya somay biasa sepertinya, tetapi kuah kacangnya lebih kental dan sudah pedas karena lansung diberi sambal. Kalau tidak salah harganya per satuan Rp. 3500,-
Tugas nyupir beralih lagi dan tetep biarpun menjelang malam, kalau udah di tol bawaannya mau ngebut aja biar cepat sampai. Pepatahnya berubah, biar cepat asal selamat dan sekitar 1,5 jam, sudah sampai di tol dalam kota. Berhenti di Bulungan untuk mengantar oleh-oleh dan setelah itu aku pulang ke benhil naik taxi.
Total tempat makan yang didatangi adalah 9, masih kalah dari kunjungan ke bandung sebelumnya yang sampai 11 tempat.
Rencana berikutnya sih pengen nginep di Bandung trus ke obyek-obyek wisata, biar tambah seru.



Saturday 3 April 2010

Kesenangan Raiyan Terbaru

Sejak memasuki umur 5 tahun, Raiyan sudah mulai lancar membaca. Dan mulai tampak keahliannya yang cukup menonjol yaitu cepat menghafalkan angka-angka. Bukan angka-angka yang berupa penjumlahan, tetapi angka-angka nomor polisi mobil. Awalnya saya tidak terlalu memperhatikan, karena yang biasa disebutkan adalah nomor polisi mobil di rumah yang setiap hari dilihatnya. Ternyata dia juga hafal nomor polisi mobil teman-temannya di sekolah. Jenis-jenis mobil pun dia cepat hafal. Sampai terkadang saya bingung ketika dia menyebutkan nomor mobil tertentu dan saya diharuskan menebaknya, dan ternyata itu nomor polisi mobil salah satu temannya di sekolah. Dan dia bisa hafal beberapa nomor mobil sekaligus beserta angka kecil di bawah plat nomor yang merupakan bulan dan tahun berakhirnya nomor polisi tersebut.
Nah, satu lagi kesenangannya yang lain adalah menanyakan tanda nomor polisi mobil, kalau hanya sekedar B, F, D, E, L tidak menjadi masalah karena hal tersebut merupakan pengetahuan umum, tetapi giliran menemui mobil-mobil dengan plat nomor yang tidak biasa seperti BE, G, BK dan lain-lain, giliran saya yang pusing karena tidak hafal.
Akhirnya satu-satunya solusi adalah searching di google untuk mendapatkan daftar nomor polisi mobil seluruh Indonesia dan mencatatnya serta membawanya kemanapun saya pergi, terutama ketika pergi dengan Raiyan, sehingga kalau tiba-tiba dia melihat tanda nomor polisi yang saya tidak tahu tinggal melihatnya di daftar. Beres deh.